Joey Tau (Jubi/Mawel) |
Suva,21/6
(Jubi)- Kaum muda di kawasan Pasifik baru saja meluncurkan kampanye
merah hitam di Suva, Fiji, Jumat (20/6) sebagai bentuk solidaritas ,
melawan gerakan berdarah di West Papua.
Pada
Jumat siang itu, taksi kota yang membawa rombongan jurnalis berhenti di
seberang jalan, di antara gedung bercat biru dan hijau. Gedung hijau
itu merupakan kantor Pacific of Confrence Churches (PCC). Sedang Gedung
biru merupakan kantor Pacific Network on Globalisation (PANG).
Di
depan kantor PANG, dari jauh nampak sejumlah kertas bertuliskan ‘Bula
Garage Sale, Sausage Siggle $3, Carage Sale’ terpampang di depan teras
rumah. Di teras tergantung sejumlah pakaian dan aksesori. Tulisan Bula
Garage Sale di atas kertas putih diwarnai Merah Biru.
Aksi
itu menjadi perhatian publik. Sejumlah orang masuk keluar. Ada beberapa
pria dan wanita mengenakan baju hitam memandu pengunjung aksi
menjelaskan tulisan dan aksi mereka.
“Itu orang jualan pakaian,”tutur seorang jurnalis kepada rekannya.
“Coba
kita pergi masuk lihat dulu. Jangan sampai ada yang penting bagi
kita,”ajak jurnalis yang lain mengajak memasuki gedung biru itu.
kepada
pengunjung, seorang pria tinggi, berkulit sawo, nampak fasih
menjelaskan arti dari pita warna merah-hitam yang menjadi simbol utama
dari aksi itu.
Ketika
kami memasuki tiba di tempat aksi, pria itu mengahiri penjelasannya
kepada pengunjung terdahulu. Ia menyambut kedatangan kami dan
memperkenalkan dirinya.
“Saya Joey” tutur pria pemilik nama lengkap Joey Tau ini. “Hari
ini kami anak-anak muda anggota Pacific of Confrences shurches (PCC),
Pacific Network on Globalisation (PANG) and sejumlah mahasiswa
Universitas South Pacific (USP) meluncurkan kampanye Merah Hitam atau
kami namakan “We Bleed Black and Red Campaign,”tuturnya.
Kemudian Joey menjelaskan
makna warna merah hitam. “Warna merah melambangkan Bintang Fajar dan
Hitam melabangkan kehidupan manusia West Papua yang berlumuran darah,
kami mengajak semua orang mengunakan simbol ini sebagai dukungan kita
terhadap darah terus tumpah akibat kekejaman penguasa,”tutur Joey
menjelaskan gelang karet dan pita merah hitam yang mereka anyam.
Anak-anak
muda ini menuturkan kisah berlumuran darah, harapan, keinginan orang
West Papua dalam dua lembar kertas dengan judul “West Papua: No-One’s
Colony,”. Pamflet ini mereka bagikan kepada pengunjung.
Menurut
Joey, kampanye akan menjadi kampanye mingguan di Fiji dan kemudian
bergerak ke negara-negara Pasifik lainnya. “Kami akan melakukan kampanye
ini setiap hari Rabu, dari satu tempat ke tempat lainnya,”tuturnya.
Kepada
mereka yang berpartisipasi dalam kampanye ini, menurut Joey, akan
mendapatkan gambar dan kisah dukungan mengenai West Papua.
Kampanye
itu juga diisi dengan aksi menganyam pita merah hitam, mengumpulkan
pakaian , buku dan novel , sepatu dan perhiasan bekas yang kemudian
dijual dengan harga bervariasi.
Pita
dan gelang merah hitam dijual dengan harga satu Dollar Fiji atau setara
6 ribu rupiah, dan novel dijual dengan harga 1-5 Dollar Fiji atau
setara 6.000-30.000 ribu rupiah.
Menurut
Joey, uang itu akan menjadi dana untuk mengumpulkan kaum muda Papua di
suatu tempat dan membicarakan perjuangan mereka. Joey enggan mengatakan
di mana pertemuan itu akan berlangsung.
“Saya tidak bisa memberitahukan rahasia kami,”tuturnya serius.
Sekertaris
Jenderal PCC, Rev. Francois Pihaatae membenarkan aksi anak-anak muda
itu. “ kami menggelar aksi bersama Anak-anak muda anggota FCC, PANG dan
mahasiswa USP. Kampanye mulai jam 11 hingga tutup jam 4 sore”.
Para
peserta aksi, lanjutnya, sengaja mengenakan pakaian hitam sebagai
simbol dari kehidupan dari saudara-saudara di West Papua yang berlumur
darah dan air mata, yang dalam kacamata pihaknya hidup di tengah gelap
dalam gengaman penjajahan.
Karena
itu, menurut pria asli Tahiti ini, pihaknya menyerukan pembebasan West
Papua. “Kami menuliskan bebaskan West Papua lalu tempat di tembok pagar
kantor Crisis Womens Center yang bersebelahan dengan kantor kedutaan
Besar Republik Indonesia di Suva,”tuturnya. (Jubi/Mawel)
Sumber : www.tabloidjubi.com