KASUM TPNPB, MAYJEND. TERIANUS SATTO |
Terkait Pemilu 9 Juli 2014, Kepada Pemerintah Republik Indonesia, tidak
boleh memaksa rakyat Papua untuk ikut serta dalam penyelenggaraan Pemilu
2014 pada 9 Juli. Pemilu 2014 di Papua tidak perlu dengan keterlibatan
penduduk pribumi Papua, hanya orang pendatang ras melayu yang ikut serta
dalam Pemilu 2014. Kelompok yang mencari makan kaki tangan pemerintah
Indonesia para birokrat orang Papua, silakan ikut serta dalam Pemilu
mengatasnamakan masyarakat Pribumi Papua, tetapi jangan memaksakan
rakyat memberikan suara dalam Pemilu.
Pepera 1969 mengatasnamakan satu wilayah
1 orang, para tua-tua orang asli Papua yang dibawah tekanan militer
Indonesia, dengan memberikan senter dan radio transistor sebagai alat
tawar, itu adalah demokrasi Indonesia, sama dengan Pemilu 2014, bisa
dilakukan lagi dengan cara itu, pada era global ini, apakah itu
demokrasi yang benar atau tidak.
Bukti Rekaya PEPERA 1969 dengan tekanan Militer Indonesia sebelum dan Paska Pelaksanan PEPERA silakan ikuti kutipan dibawah ini:
- Invasi Militer Indonesia di Papua Bagian Barat Pulau New Guinea
Dengan di
Legitimasinya penyerahan Administrasi Pemerintahan Papua Barat dari
UNTEA kepada Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963, maka
Indonesia telah dapat melegalkan diri atas semua tindakan dalam
aksi-aksi Militernya.
Tindakan
Militer Indonesia yang dimaksud, telah dapat lakukan dari tanggal 1 Mei
1963 sampai dengan tahun 1969, dimana berakhirnya PEPERA yang dapat di
REKAYASA dengan Penuh TERROR dan INTIMIDASI. Hal ini adalah Fakta.
Untuk membuktikannya, silakan ikuti Pengakuan Letje Purn Sintong Panjaitan dalam Bukunya yang berjudul “Perjalanan Seorang Prajurit PARA KOMANDO”dibawah ini. Silakan simak!
“Perjalanan Seorang Prajurit PARA KOMANDO” pada halaman 145-187
tentang peristiwa pelanggaran hak-hak asasi manusia atas bangsa Papua
Barat. Dalam bukunya Sintong Panjaitan mengulas dengan jelas bahwa
PEPERA 1969 dapat dimenangkan melalui operasi, TEMPUR, operasi TERITORIAL dan operasi WIBAWA yang bertujuan untuk menteror, dan Intimidasi orang Asli Papua, yang pro Merdeka.
Peristiwa pelanggaran HAM ini dengan agenda “OPERASI TEMPUR DI IRIAN BARAT” (RPKAD)
tahun 1965 di kepala Burung Manokwari; OPERASI TERITORIAL PENENTUAN
PENDAPAT RAKYAT DI IRIAN BARAT dengan operasi “KARSAYWDA WIBAWA” yang
bertujuan untuk memenangkan PEPERA 1969 melalui jalan teror, intimidasi
dan pembunuhan, penculikan orang asli Papua yang dicurigai.
Sintong
Panjaitan juga telah menambahkan, bahwa seandainya kami (TNI) tidak
melakukan operasi-operasi TEMPUR, TERITORIAL dan WIBAWA sebelum dan
paska pelaksanaan PEPERA dari Tahun 1965-1969, maka saya yakin bahwa
PEPERA 1969 di Irian Barat dapat dimenangkan oleh kelompok Pro Papua
Merdeka.
Dengan Fakta
pengakuan Sintong Panjaitan di atas, maka telah jelas bahwa bangsa Papua
telah dan sedang menjadi korban pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia,
termasuk Hak Politik menentukan Nasib Sendiri telah dikorbankan.
Sington Panjaitan adalah Komandan Operasi Lapangan,
Pada tahun 1965-1969 sebelum dan paska pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua
Barat. Sintong Panjaitan juga adalah pelaku dan saksi atas
peristiwa-peristiwa pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia terhadap bangsa
Papua di bagian Barat Pulau New Guinea.
Berikut ini jaminan untuk rakyat Papua
tidak ikut serta dalam Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2014 di Papua.
Silakan ikuti kutipan dibawah ini “UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999″:
Pasal 43: “TURUT SERTA DALAM PEMERINTAHAN PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM ADALAH HAK ASASI MANUSIA (HAM)”.
Artinya masyarakat Papua tidak memberikan suara dalam Pemilu Presiden
pada 9 Juli 2014, adalah “Hak” siapapun tidak bisa memaksakan rakyat
Papua, suara rakyat Papua utuh untuk “Referendum” apabilah ada pemilihan
untuk Penentuan Nasip Sendiri Rakyat Papua Barat dilaksanakan oleh PBB
sesuai mekanisme Internasional.
Terkait adanya Pemilihan Umum Presiden
Republik Indonesia, (Pemilu Presiden) 2014 di Indoesia lebih khusus di
Papua ini. Kepala Staf Umum (KASUM) Tentara Pembebasan Nasional Papua
Barat (TPNPB) Mayor Jenderal Terianus Satto, menghimbau agar 9 Juli
2014 nanti tetap pada keputusan awal yang dikeluarkan pada Juni lalu.
Silakan lihat himbauan awal Baoikot Pemilu, klik link disini, Boikot Pesta Demokrasi Indonesia (Pilpres 2014 di Papua)
“Khusus anggota TPNPB di seluruh Papua
dari Tamtama, Bintara dan Perwira tidak ikut memberikan suara dalam
Pemilu Presiden Indonesia 2014, kami tidak ada urusan dengan pemilu,
namun focus kami hanya kerjakan agenda kerja yang ada” ujarnya.
Selain itu, Terrianus Satto mengatakan,
“bagi rakyat sipil khusus orang Papua itu terserah mau memberikan suara
pada Pemilu atau tidak, itu hak mereka”. Rakyat Papua punya jaminan ikut
Pemilu atau tidak hanya tergantung pada rakyat sendiri, tetapi sikap
TPNPB-OPM jelas bahwa tidak memberikan suara pada Pemilu 9 Juli 2014
nanti. Karena TPNPB-OPM bersama Rakyat akan Boikot TOTAL Pemilu pada
2018 nanti, karena kemudian tidak akan ada pemilu Indonesia di Papua dan
Bangsa Papua harus dan akan merdeka tahun-tahun itu.
Lanjut Terianus, “kami satuan Tentara
Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), focus sedang membenahi system
militer standar nasional dari sejak KTT TPNPB Mei 2012 sampai sekarang,
tahapan kami jelas, jangan terprofokasi dengan isu diluar komando yang
sedang beredar, tetap focus pada agenda”, ujar Terianus Satto.
Published by KOMNAS TPNPB NET 03
Sumber : www.komnas-tpnpb.net