Pages

Pages

Senin, 26 Mei 2014

Masyarakat Sipil Kepulauan Pasifik Desak Proses Dekolonisasi Papua

PM Fiji, Bainimarama saat membuka seminar Komite Khusus 24 PBB tentang Dekolonisasi di Nadi, Fiji (IST)
Nadi, 21/5 (Jubi) – Masyarakat asli di Guam, Kaledonia Baru, French Polynesia, Tokelau dan Papua Barat mendapatkan dukungan untuk dekolonisasi.

Pembukaan Seminar Komite Khusus 24 PBB tentang Dekolonisasi di Nadi, Fiji hari ini (Rabu, 21/5), diwarnai dengan seruan pembebasan untuk seluruh kawasan di Pasifik yang masih berada dalam kekuasaan Kolonialisme. Gabungan  Organisasi Non Pemerintah di kawasan Pasifik (PRNGO) menyerukan pada seluruh wilayah Kepulauan Pasifik untuk memperbaharui dukungan mereka dalam proses dekolonisasi sejumlah wilayah di Pasifik.

“Bebaskan masyarakat adat di Guam, Kaledonia Baru, French Polynesia, Tokelau dan Papua Barat sehingga mereka bisa memetakan masa depan mereka sendiri.” kata Peter Emberson, juru bicara PRNGO dan pejabat Pacific Council of Churches.

Emberson, menyatakan sudah semestinya, negara-negara yang menjalankan pemerintahan kolonial untuk mempersiapkan masyarakat di wilayah yang didudukinya agar menggunakan hak mereka menentukan nasib sendiri sesuai dengan hukum internasional. Ia mendesak lapisan masyarakat di kepulauan Pasifik untuk bersama-sama secara aktif terlibat dalam perjuangan pembebasan seluruh wilayah Pasifik dari kolonialisme.

“Hak orang di wilayah non berpemerintahan sendiri, yang negaranya diperintah oleh pemerintahan kolonial atau kekuasaan administrasi, untuk menentukan masa depan politik mereka sendiri.” ujar Emberson.

Menurut Emberson, saat ini, masyarakat di negara-negara Pasifik sedang membicarakan persoalan Rapa Nui atau Pulau Paskah yang diatur oleh Chile yang sedang berusaha dimasukkan ke dalam daftar Teritori Non Pemerintahan Sendiri PBB dan Papua Barat yang dianggap sebuah provinsi di Indonesia yang sedang mencari peluang untuk didaftarkan kembali dalam daftar Wilayah Non Pemerintahan Sendiri PBB.

Perdana Menteri Fiji, Commodore Bainimarama saat membuka seminar ini mengingatkan agar peserta tentang perlunya mendengarkan pernyataan setiap orang. Jika mereka memilih kemerdekaan, pilihan itu harus dihormati dan didukung.

“Kami netral tentang apa yang diputuskan. Tapi kami yang paling menekankan bahwa keputusan itu harus menjadi milik mereka. ” kata Bainimarama.

Seminar di Nadi ini diselenggarakan untuk mempercepat pelaksanaan Pemberantasan Kolonialisme dekade III (2011-2020). Seminar ini diselenggarakan di bawah naungan Komite Khusus 24 dan akan meninjau situasi sehubungan dengan 17 wilayah yang dipertimbangkan oleh Komite Khusus 24, sebuah komite PBB untuk Dekolonisasi, kemudian dirujuk ke Majelis Umum PBB ketika bersidang. (Jubi/Benny Mawel)