Ulil Abshar Abdlla |
Masalah Papua tak akan selesai dalam waktu dekat. Butuh proses
lama. Itu fakta politik yg harus disadari semua pihak. Masalah Papua
bukan semata2 soal keadilan ekonomi. ”The problem is, many people there
feel they don’t belong to Indonesia!” tegas Ulil. “Ibarat kehidupan
perkawinan, kalau salah satu pasangan tak mau lg bertahan dlm ikatan
perkawinan, masak hrs dipaksa. Ulil Abshar Abdlla di Akun Twiternya @Ulil
Konflik Papua akhir-akhir ini memicu beragam pendapat bahkan statemen
yang di keluarkan oleh berbagai kalangan. Tak salah bila ikut “perkeruh ”
konflik datang dari pentolan partai demokrat yang salah satu pembinanya
adalah presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.
Pernyataan petinggi PD ini merupakan bola panas yang sudah menjadi praktik partai politik selama ini. Apa tujuan pernyataan miring yang mendukung Papua di biarkan saja merdeka ( lepas dari NKRI ). Jelas ada maksud dari opini petinggi demokrat tersebut.
Situs online ( itoday ) melansir status salah satu petinggi demokrat yang juga tokoh jaringan islam liberal. “Apakah kita masih harus mempertahankan Papua? Bagaimana kalau dilepaskan saja? Rumit!”, tulis Ulil di akun twitternya. Lanjutnya, “Saya dulu jg berpikir, Papua harus dipertahankan dg harga apapun. Tapi saya merasa pikiran saya itu kok naif,” sambung Ulil. Mengapa Papua sebaiknya dimerdekakan, Ulil beralasan: “Biaya mempertahankan Papua mahal sekali. Sudah begitu, apapun yg diperbuat pemerintah pusat, akan dianggap salah terus. Capek!”
Rakyat Indonesia pasti tahu bagaimana sinisme publik terhadap perjuangan kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia. Setelah referendum digelar, muncul opini dari berbagai kalangan. Ada yang bilang kalau pertahankan Timor Leste percuma karena selama ini pembangunan negeri tetun itu semuanya dari sumber dana APBN dan tak ada kekayaan alam yang bisa di suplai Timor Leste untuk pemerintah pusat. Diskursus tersebut bisa saja menjadi alasan Ulil dalam memandang masalah Papua seperti yang sudah dia ungkapkan.
Menurut pandangan Ulil, Ibarat kehidupan perkawinan, kalau salah satu pasangan tak mau lg bertahan dlm ikatan perkawinan, masak harus dipaksa,” Serta masalah Papua tak akan selesai dalam waktu dekat. Butuh proses lama. Itu fakta politik yang harus disadari semua pihak. Masalah Papua bukan semata mata soal keadilan ekonomi. “The problem is, many people there feel they don’t belong to Indonesia!” tegas Ulil.
Soal Papua merdeka sebagian rakyat Indonesia setuju dengan Ulil, namun menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk menyelesaikannya. Penyelesaian masalah terus di bayangi oleh berbagai kekuatan dan kepentingan. Negarawan dan agamawan punya pandangan masing-masing. Kalangan nasionalis NKRI tentu punya pandangan berbeda dengan pandangan kaum nasionalis konservatif.
Begitupun pandangan pribadi seseorang berbeda dengan pandangan partai
atau lembaga dimana individu tersebut bernaung. Papua di mata jajaran
jenderal pun menjadi pertarungan antara mempertahankan NKRI dengan
karier maupun uang yang banyak.
Pernyataan Tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) yang belakangan menjabat Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla yang menginginkan Papua merdeka saja disayangkan oleh Romo Anselmus Amo, yang manyatakan Ulil tidak perlu bersikap seperti itu. “Tidak perlu seperti itu, kebijakan-kebijakan sudah ada, tetapi dicari yang keliru, bukan perang kebijakan, “ tuturnya ketika diwawancarai itoday, Selasa (19/6). Bagi Romo Anselmus, masalah Papua bukanlah persoalan membiarkan permasalahan begitu saja dalam artian menyerah dan pasrah, melainkan mencari solusi, bukan membiarkan masalah tersebut terus berlarut-larut.
Lanjut Romo, timbulnya kekerasan dan penembakan misterius di Papua dikarenakan kegagalan program Otonomi Khusus (Otsus) yang dicanangkan Pemerintah Pusat. Kegagalan program tersebut kemudian dilanjutkan dengan pendekatan kekerasan oleh pemerintah, sehingga memunculkan reaksi dan pelanggaran HAM. “Sebagai tokoh agama, saya tidak mau kekerasan, “ tegasnya. Mengenai adanya suara-suara yang terus mempromosikan kemerdekaan Papua, Romo Anselmus yang juga tokoh agama di Papua ini menilai bahwasanya sikap mendorong kemerdekaan bukanlah solusi akhir atas masalah yang terjadi di Papua. Baginya, merdeka dari NKRI adalah sikap menyerah yang tak berdasar.
Menurut saya pernyataan Ulil diatas tidak menyelesaikan masalah, dan cenderung melempar bola panas saja. Bahkan dialog antara pemerintah dengan rakyat Papua yang menjadi rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) dengan Jaringan Damai Papua (JDP) sudah gagal total.
Pernyataan Tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) yang belakangan menjabat Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla yang menginginkan Papua merdeka saja disayangkan oleh Romo Anselmus Amo, yang manyatakan Ulil tidak perlu bersikap seperti itu. “Tidak perlu seperti itu, kebijakan-kebijakan sudah ada, tetapi dicari yang keliru, bukan perang kebijakan, “ tuturnya ketika diwawancarai itoday, Selasa (19/6). Bagi Romo Anselmus, masalah Papua bukanlah persoalan membiarkan permasalahan begitu saja dalam artian menyerah dan pasrah, melainkan mencari solusi, bukan membiarkan masalah tersebut terus berlarut-larut.
Lanjut Romo, timbulnya kekerasan dan penembakan misterius di Papua dikarenakan kegagalan program Otonomi Khusus (Otsus) yang dicanangkan Pemerintah Pusat. Kegagalan program tersebut kemudian dilanjutkan dengan pendekatan kekerasan oleh pemerintah, sehingga memunculkan reaksi dan pelanggaran HAM. “Sebagai tokoh agama, saya tidak mau kekerasan, “ tegasnya. Mengenai adanya suara-suara yang terus mempromosikan kemerdekaan Papua, Romo Anselmus yang juga tokoh agama di Papua ini menilai bahwasanya sikap mendorong kemerdekaan bukanlah solusi akhir atas masalah yang terjadi di Papua. Baginya, merdeka dari NKRI adalah sikap menyerah yang tak berdasar.
Menurut saya pernyataan Ulil diatas tidak menyelesaikan masalah, dan cenderung melempar bola panas saja. Bahkan dialog antara pemerintah dengan rakyat Papua yang menjadi rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) dengan Jaringan Damai Papua (JDP) sudah gagal total.
Masalahnya sudah jelas, bahwa Jakarta ( pemerintah ) berulang kali pakai
senjata untuk bungkam aspirasi Papua, bukan dengan cara dialog. Konflik
yang berkepanjangan di Papua salah satu fakta bahwa jalan dialog sudah
basih. Jadi harus ada cara lain. Bahwa dialog untuk menemukan ” cara ”
menyelesaikan masalah Papua harus di galang, tetapi sangat kacau bila
dialog dianggap sebagi solusi penyelesaiaan masalah Papua.
Sejak abad 20 ( era liga bangsa bangsa ) sampai era PBB, soal Papua selalu menjadi keputusan politik internasional. Mulai dari menarik batas yang membagi satu pulau jadi dua negara hingga konsensi ekonomi dunia yang melahirkan proses demokrasi mati suri, pelanggaran HAM tak pernah di ungkap. Maka itu proses penyelesaian Papua pun tak sekedar ditempuh melalui perbincangan saja tapi butuh konsolidasi internasional yang matang.
Sejak abad 20 ( era liga bangsa bangsa ) sampai era PBB, soal Papua selalu menjadi keputusan politik internasional. Mulai dari menarik batas yang membagi satu pulau jadi dua negara hingga konsensi ekonomi dunia yang melahirkan proses demokrasi mati suri, pelanggaran HAM tak pernah di ungkap. Maka itu proses penyelesaian Papua pun tak sekedar ditempuh melalui perbincangan saja tapi butuh konsolidasi internasional yang matang.
Foto: Anak Buah Presiden di Demokrat Dukung Papua Pisah Dari NKRI Konflik Papua akhir-akhir ini memicu beragam pendapat bahkan statemen yang di keluarkan oleh berbagai kalangan.
Tak salah bila ikut “perkeruh ” konflik datang dari pentolan partai demokrat yang salah satu pembinanya adalah presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Pernyataan petinggi PD ini merupakan bola panas yang sudah menjadi praktik partai politik selama ini. Apa tujuan pernyataan miring yang mendukung Papua di biarkan saja merdeka ( lepas dari NKRI ).
Jelas ada maksud dari opini petinggi demokrat tersebut. Situs online ( itoday ) melansir status salah satu petinggi demokrat yang juga tokoh jaringan islam liberal. “Apakah kita masih harus mempertahankan Papua? Bagaimana kalau dilepaskan saja? Rumit!”, tulis Ulil di akun twitternya. Lanjutnya, “Saya dulu jg berpikir, Papua harus dipertahankan dg harga apapun. Tapi saya merasa pikiran saya itu kok naif,”
Sambung Ulil. Mengapa Papua sebaiknya dimerdekakan, Ulil beralasan: “Biaya mempertahankan Papua mahal sekali. Sudah begitu, apapun yg diperbuat pemerintah pusat, akan dianggap salah terus. Capek!” Rakyat Indonesia pasti tahu bagaimana sinisme publik terhadap perjuangan kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia.
Setelah referendum digelar, muncul opini dari berbagai kalangan. Ada yang bilang kalau pertahankan Timor Leste percuma karena selama ini pembangunan negeri tetun itu semuanya dari sumber dana APBN dan tak ada kekayaan alam yang bisa di suplai Timor Leste untuk pemerintah pusat.
Diskursus tersebut bisa saja menjadi alasan Ulil dalam memandang masalah Papua seperti yang sudah dia ungkapkan. Menurut pandangan Ulil, Ibarat kehidupan perkawinan, kalau salah satu pasangan tak mau lg bertahan dlm ikatan perkawinan, masak harus dipaksa,” Serta masalah Papua tak akan selesai dalam waktu dekat.
Butuh proses lama. Itu fakta politik yang harus disadari semua pihak. Masalah Papua bukan semata mata soal keadilan ekonomi. “The problem is, many people there feel they don’t belong to Indonesia!” tegas Ulil.
Soal Papua merdeka sebagian rakyat Indonesia setuju dengan Ulil, namun menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk menyelesaikannya. Penyelesaian masalah terus di bayangi oleh berbagai kekuatan dan kepentingan. Negarawan dan agamawan punya pandangan masing-masing. Kalangan nasionalis NKRI tentu punya pandangan berbeda dengan pandangan kaum nasionalis konservatif.
Begitupun pandangan pribadi seseorang berbeda dengan pandangan partai atau lembaga dimana individu tersebut bernaung. Papua di mata jajaran jenderal pun menjadi pertarungan antara mempertahankan NKRI dengan karier maupun uang yang banyak.
Pernyataan Tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) yang belakangan menjabat Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla yang menginginkan Papua merdeka saja disayangkan oleh Romo Anselmus Amo, yang manyatakan Ulil tidak perlu bersikap seperti itu. “Tidak perlu seperti itu, kebijakan-kebijakan sudah ada, tetapi dicari yang keliru, bukan perang kebijakan, “ tuturnya ketika diwawancarai itoday.