Krismas Bagau |
Oleh : Krismas Bagau #
Jangan memberikan nama sembarangan.
Akibat sesat berpikir membuat nama tempat digadaikan kepada orang Non
Papua.
Saya prihatin sebagai putra daerah Kabupaten Intan Jaya, ketika
mambaca berita di media, terutama tabloidjubi.com. Seperti yang dilansir
di Timika, 22/4, Direktur Adventure Cartenz, Maximus Tipagau mengatakan
akan mengabadikan nama Kapolda Papua, Inspektur Jenderal (Pol) Tito
Karnavian sebagai nama puncak Cartenz, salah satu gunung tertinggi di
Asia Tenggara dengan ketinggian 4.000 meter dari permukaan laut yang
ada di bumi Papua itu tidak benar.
Jangan mempolitisir nama daerah dengan nama-nama Non Papua. Papua
bukan Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Amerika, Afrika atau lainnya.
Sebagai orang yang memiliki eksistensi budaya dan adat maka orang harus
memberi nama tempat atau nama daerah yang sesuai dengan subtansinnya
yaitu eksistensi setempat yang sesuai dengan nama orang yang berjasa
atau didaerah setempat yang sudah ada. Adat tidak bisa dihilangkan
dengan nama lain karena menyangkut harga diri. Yang harus diangkat
adalah orang yang amat berjasa maka disebut sebagai pahalawan. Jangan
jual dan gadaikan orang Papua yang memiliki identitas sendiri baik itu
nama gunung, nama sungai, nama tempat keramat, dan seterusnya maka nama
orang lain atau nama orang Indonesia yang tidak memberikan kontribusi
tetapi ditempatkan sebaga nama untuk sembarang tempat. Maka Puncak
Cartenz tidak pantas untuk diberi nama puncak Tito.
Sudah cukup jangan politisir terus, banyak daerah menjadi korban
seperti di kota Jayapura dengan memberi nama jalan raya seperti Ahmad
Yani, jalan Sukarno, jalan Merdeka Nabire, jalan Manado, jalan
Surabaya. Nama-nama seperti ini menghilangkan keberadaan nama daerah
dan orang Papua. Bukan itu saja tetapi pemerkosaan terjadi atas nama
NKRI. Ini suatu tindakkan kebodohan pemerintah Indonesia yang
mengeksproitasi nama tempat, nama daerah, nama gunung, nama jalan hingga
nama jembatan di Papua.
Orang sudah gila kalau nama dan tempat orang lain diberi nama orang
lain. Ketika orang memberi nama tidak sembarangan, melainkan melihat
jasa terhadap suatu daerah sebagai penghormatan. Kalau alasannya
Maximus Tipagau memberi nama Tito Karnavian, yang katanya
menginjakkan kaki di puncak Cartenz, pada 14 Agustus 2013 lalu, itu
salah dan sesat pikir karena hal ini tidak masuk akal dan tidak bisa
dipikirkan. Mengapa? Karena puncak Cartenz ada di Papua dan khususnya
kabupaten Intan Jaya, bukan di Sumatra, tempat Tito Karnavian berasal.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah ada arti nama dari Tito di
Kabupaten Intan Jaya? Apakah kontribusi dari Tito Karnavian atas
kabupaten Intan Jaya? Apakah Tito Karnavian lahir besar di Kabupaten
Intan Jaya? Apakah Tito Karnavian orang asli Intan Jaya? Atau ia kepala
suku yang berjasa didaerah Intan Jaya?.
Saya sebagai putra daerah meminta kepada – Direktur Adventure
Cartenz, Maximus Tipagau jangan mengabadikan nama Kapolda Papua,
Inspektur Jenderal (Pol) Tito Karnavian sebagai nama puncak Cartenz.
Tidak ada dasar sama sekali secara eksitensi orang Migani.
Jika mempromosikan gunung atau daerah tidak masuk akal dengan nama
orang luar Papua. Di Papua terutama kabupaten Intan Jaya ada banyak nama
daerah, seperti Mbaigela/Gunung Salju Abadi.
Untuk merubah nama puncak Cartenz harus melalui kajian ilmiah.
Kajian ilmiah pun dipersentasekan kepada tokoh adat, tokoh gereja, tokoh
perempuan, tokoh intlektual secara demokrasi. Dengan demikian bisa
ditetapkan berdasarkan eksitensi setempat yang disorot berdasarkan adat
dan budaya sehinga pengunjung pun memperoleh informasi kenapa memberi
nama ini dan itu. Sehingga dengan sesugguhnya dalam budaya dan adat
dapat memperoleh jawaban kepastian. Sebagai orang yang hidup dalam
budaya dan adat dapat mendidik orang menjadi diri sendiri tanpa
dipengaruhi perkembangan zaman yang mencapai kesempurnaan dalam
realitas. Walaupun realitas terus berubah sesuai dengan perkembangan
manusia yang tahu budaya dan adat istiadatnya yang tidak dapat mudah
terpengaruh oleh arus perkembangan. Tetapi manusia yang memilki
budaya dan adat istiadat tidak mudah dipengaruhi juga arus
perkembangan.
Meskipun pemberian nama itu diklaim sebagai kehendak pemilik hak
ulayat atau pemilik gunung yang juga mendapat dukungan dari masyarakat
Ugimba, karena mereka menghormati jasa seorang jenderal bintang dua
yang datang untuk melihat masyarakat dan berkunjung di tempat tersebut,
patut dipertanyakan ada apa sebenarnya dibalik pemberian nama Tito ini.
Menurut bapak Miaximus Tipagau nama puncak tersebut dikenal dengan
nama puncak Bale-bale Gelapa. Nama ini tidak akan dihilangkan, sehingga
titik itu kini akan disebut sebagai Puncak Bale-bale Gelapa/Puncak Tito.
Pernyataan Bale-Bale Gelapa itu jelas dipertahankan tetapi nama Tito
dituliskan dan dijadikan nama saya kira salah besar dan tidak masuk
akal. Sebab sebelum Tito menginjak kaki di tempat Bale-Bale Gelapa
itu, sebenarnya lebih dahulu lelehur mendahuluhinya, maka cari dan
menamakan nama leluhur itu sehingga generasi berikut mengetahui bahwa
nama inilah yang pertama menginjakkan kaki di gunung Cartenz ini.
Jangan salah pikir bapak Maximus Tipagau, gunung orang Migani tidak
bisa diberi nama Tito. Tito itu bukan orang asli Intan Jaya, ia bukan
pahlawan yang berjasa. Ia hadir karena kekuasan dan jabatan dan
kepentingan politik. Tidak ada kosakata Tito di kabupaten Intan Jaya.
Kepala dinas pariwisata kabupaten Intan Jaya harus bertanggungjawab atas hal ini.
Bapak Maximus, kembalikan nama semula sebagai Puncak cartenz. Nenek
moyang tidak mengenal yang nama dan identitas yang tidak jelas seperti
Tito.*
Penulis adalah putra Daerah Kabupaten Intan Jaya Yang sedang
mengeyam pendidikan Ilmu Pemerintahan disalah satu peruguruan Tinggi
yogyakata.
Sumber : Jubi