Ilustrasi www.db18.com |
Wamena
19/4 (Jubi) – Masyarakat Pegunungan Tengah khususnya dan Papua umumnya
sedang mengalami suatu masa krisis. Suatu masa yang mengarah pada
ketidakberdayaan hidup karena tidak ada keberpihakan pada rakyat kecil.
Jalan
salib hidup sebagai pusat penguatan umat bahwa 2000 tahun silam, dimana
Yesus Kristus, sang tokoh sentral memikul beban berat rakyat kecil dan
terpinggirkan. Begitulah suasana prosesi perarakan sengara Yesus Kristus
yang diperagakan dalam jalan salib hidup oleh Orang Muda Katolik (OMK),
di Hepuba, Wamena, Papua pada perayaan Jumat Agung (18/4) kemarin.
Pater
John Djonga, Pr, pastor Paroki Yesus Telninapike Hepuba yang turut
hadir dalam proses itu, meminta umat merenungkan kisah sengsara
perjalanan Yesus Kristus, yang harus dikontekstualisasikan dengan
realita kehidupan sosial masyarakat hari ini.
Menurutnya,
makna dari prosesi itu mesti disesuaikan dengan masalah sosial
sehari-hari yang dihadapi oleh masyarakat kecil. Artinya, setiap
pemberhentian di angkat satu isu masalah sosial masyarakat, dengan
demikian masalah sosial menjadi satu kesatuan dari bagian persoalan
penghayatan keimanan.
“Jadi
kalau dalam panduan (Madah Bakti) ada 14 kali pemberhentian, kita bisa
buat 7 atau 8 kali sesuai dengan isu-isu persoalan masyarakat, misalnya
pendidikan, kesehatan, dan lainnya” ujar Pastor keuskupan
Jayapura,penerima penghargaan Yap Thiam Hien Award 2009 itu.
Dia
mengatakan, persoalan iman tidak boleh tertutup dalam gereja yang
direpresentasikan dalam tujuh sakramen saja, tetapi harus masuk dalam
kehidupan sehari-hari, makan minum dan budaya lokal.
Dengan
demikian, gereja benar-benar hadir dan berpihak pada masyarakat kecil
yang merasa terpinggirkan karena persaingan dan terabaikannya hak-hak
dasar untuk hidup dengan aman dan sejahtera.
Rudy Wetipo yang memerankan Yesus dalam peragaan jalan salib hidup, memberikan gambaran yang dirasakannya terkait prosesi itu.
“Saya
merasa umat yang hadir itu seperti 12 murid Yesus, saya mencoba untuk
tampil benar-benar seperti Yesus yang dengan tabah menerima penyiksaan
itu. Dan saya benar-benar merasakan sungguh sangat berat beban yang
dipikul oleh Yesus” ujarnya usai perarakan jalan salib.
Wetipo
berharap pesan yang terkandung dalam prosesi itu, bisa tersampaikan
dengan baik, khususnya buat umat Katolik dan secara luas pada umat lebih
luas.
“Kita
harus sadar, Yesus berkorban bagi diri kita masing-masing. Dan kita pun
harus berkorban bagi-Nya dengan saling tolong menolong diantara kita”
timpal Rudy, ketua Kombas Hitekelek, Paroki Hepuba, Dekenat Jayawijaya,
Keuskupan Jayapura. (Jubi/Wetipo)
Sumber : www.tabloidjubi.com