Pages

Pages

Minggu, 20 April 2014

PATER JOHN DJONGA: JALAN SALIB, REFLEKSI SOSIAL RAKYAT PAPUA

Ilustrasi www.db18.com
Wamena 19/4 (Jubi) – Masyarakat Pegunungan Tengah khususnya dan Papua umumnya sedang mengalami suatu masa krisis. Suatu masa yang mengarah pada ketidakberdayaan hidup karena tidak ada keberpihakan pada rakyat kecil.

Jalan salib hidup sebagai pusat penguatan umat bahwa 2000 tahun silam, dimana Yesus Kristus, sang tokoh sentral memikul beban berat rakyat kecil dan terpinggirkan. Begitulah suasana prosesi perarakan sengara Yesus Kristus yang diperagakan dalam jalan salib hidup oleh Orang Muda Katolik (OMK), di Hepuba, Wamena, Papua pada perayaan  Jumat Agung  (18/4) kemarin.

Pater John Djonga, Pr, pastor Paroki Yesus Telninapike Hepuba yang turut hadir dalam proses itu, meminta umat merenungkan kisah sengsara perjalanan Yesus Kristus, yang harus dikontekstualisasikan dengan realita kehidupan sosial masyarakat hari ini. 

Menurutnya, makna dari prosesi itu mesti disesuaikan dengan masalah sosial sehari-hari yang dihadapi oleh masyarakat kecil. Artinya, setiap pemberhentian di angkat satu isu masalah sosial masyarakat, dengan demikian masalah sosial menjadi satu kesatuan dari bagian persoalan penghayatan keimanan. 

Jadi kalau dalam panduan (Madah Bakti) ada 14 kali pemberhentian, kita bisa buat 7 atau 8 kali sesuai dengan isu-isu persoalan masyarakat, misalnya pendidikan, kesehatan, dan lainnya” ujar Pastor keuskupan Jayapura,penerima penghargaan Yap Thiam Hien Award 2009 itu.

Dia mengatakan, persoalan iman tidak boleh tertutup dalam gereja yang direpresentasikan dalam tujuh sakramen saja, tetapi harus masuk dalam kehidupan sehari-hari, makan minum dan budaya lokal. 

Dengan demikian, gereja benar-benar hadir dan berpihak pada masyarakat kecil yang merasa terpinggirkan karena persaingan dan terabaikannya hak-hak dasar untuk hidup dengan aman dan sejahtera.

Rudy Wetipo yang memerankan Yesus dalam peragaan jalan salib hidup, memberikan gambaran yang dirasakannya terkait prosesi itu.

Saya merasa umat yang hadir itu seperti 12 murid Yesus, saya mencoba untuk tampil benar-benar seperti Yesus yang dengan tabah menerima penyiksaan itu. Dan saya benar-benar merasakan sungguh sangat berat beban yang dipikul oleh Yesus” ujarnya usai perarakan jalan salib.

Wetipo berharap pesan yang terkandung dalam prosesi itu, bisa tersampaikan dengan baik, khususnya buat umat Katolik dan secara luas pada umat lebih luas. 

Kita harus sadar, Yesus berkorban bagi diri kita masing-masing. Dan kita pun harus berkorban bagi-Nya dengan saling tolong menolong diantara kita” timpal Rudy, ketua Kombas Hitekelek, Paroki Hepuba, Dekenat Jayawijaya, Keuskupan Jayapura. (Jubi/Wetipo)