Jumpa Pers PMKRI (Jubi/Aprila) |
Jayapura, 10/3 (Jubi) – Ketua Pusat Majalah Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia
(PMKRI), Thomas Syufi, berpendapat pidato Perdana Menteri (PM) Vanuatu,
Moana Carcasse Kalosil di hadapan para pemimpin dunia pada 4 Maret
lalu, merupakan kemenangan diplomasi bagi bangsa Papua.
Terkait
hal itu, pihaknya meminta Indonesia segera membuka ruang perundingan
dengan orang Papua, guna meluruskan sejarah Papua, mulai sejak 1960-an
khususnya tentang status pelanggaram HAM berat.
“Hal ini akan selaras dengan pernyataan Presiden Indonesia, Susilo Bambang
Yudoyono (SBY) dalam pidato kenegaraan pada, 16 Agustus 2013 lalu,
telah berjanji untuk membuka ruang dialog bagi masyarakat Papua. Kalau
tidak, berarti SBY telah melakukan pembohongan publik,” jelas Thomas
kepada wartawan di Prima Garden Caffee, Abepura, Kota Jayapura, Papua,
Senin (10/3) siang.
Thomas, yang juga Presiden Federasi Mahasiswa Papua itu meminta kepada semua negara kulit hitam dan negara-negara Uni Eropa maupun Arab, untuk memberikan dukungan kemanusiaan bagi rakyat Papua.
“Kami
orang Papua tidak mau diperlakukan seperti anjing di negeri kami
sendiri, kami mau bebas. Kami tak butuh uang triliunan atau
kesejahteraan. Yang kami minta, pengakuan orang Jakarta untuk orang Papua”,” Tandasnya.
Oleh
karena itu, lanjutnya, PMKRI mengimbau seluruh mahasiswa, baik
solidaritas yang berada di nasional maupun internasional untuk terus
mendukung perjuangan ini.
Pihaknya
juga meminta mahasiswa di Pasifik untuk terus mendukung mahasiswa Papua
untuk terus berjuang membela kebenaran di atas tanah Papua dalam
meluruskan status politik dan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi.
Sementara
juru bicara PMKRI, Urbanus Iksomon mengaku sangat kecewa terhadap
respon pemimpin-pemimpin Papua, seperti Nicolas Messet dan Suriel Mofu.
“Kami
sangat menyesal dengan pemimpin-pemimpin Papua. Mereka selalu saja
mengatasnamakan rakyat untuk mencari keuntungan pribadi,” tandasnya. (Jubi/Aprila)
Sumber : www.abloidjubi.com