TNI tembak Rakyat Papua (foto/Google) |
Pelanggaran HAM di
Tanah Papua; penderitaan panjangan rakyat Papua terlebih khusus Rakyat Bangsa
Papua Barat yang bermulah sejak 1961 secara operasi militer Resmi bahkan secara
sistematis dalam bentuk pembunuhan kilat penghilangan nyawa paksa, pemerkosaan
terhadap perempuan Papua dan kekerasan-kekerasan, penganiayaan, penahanan
sewenang-wenang bagi pembela hak-hak dasar Rakyat di luar proses hukum.
Bentuk-bentuk tindakan pelanggaran HAM tersebut termasuk kategori pelanggaran HAM Berat sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
soal pelanggaran HAM di Papua, di bagi dalam tiga periode pelanggaran HAM pertama, Periode 1961-1969 (tujuh operasi militer), Kedua, Periode 1969-1998 (ada 10 operasi militer), Dan ketiga, periode 1998-2014 (Tak ada operasi militer resmi, tapi ada pendekatan dengan kekerasan, dan jumlah korban kurang lebih sama dengan saat dilakukan operasi militer, seperti: Biak Berdarah, Wasior Berdarah, Uncen Berdarah, Wamena Berdarah, Penculikan Theys, dan pembubaran KRP III).
Bentuk-bentuk tindakan pelanggaran HAM tersebut termasuk kategori pelanggaran HAM Berat sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
soal pelanggaran HAM di Papua, di bagi dalam tiga periode pelanggaran HAM pertama, Periode 1961-1969 (tujuh operasi militer), Kedua, Periode 1969-1998 (ada 10 operasi militer), Dan ketiga, periode 1998-2014 (Tak ada operasi militer resmi, tapi ada pendekatan dengan kekerasan, dan jumlah korban kurang lebih sama dengan saat dilakukan operasi militer, seperti: Biak Berdarah, Wasior Berdarah, Uncen Berdarah, Wamena Berdarah, Penculikan Theys, dan pembubaran KRP III).
Setelah
jatuhnya rezim soeharto di era revormasinya indonesia tidak ada nilainya bagi
Bangsa Papua Barat pelanggaran Hak asasi manusia (HAM) terus saja terjadi, hak
hidup diatas tanahnya sendiri di batasi, Hak hidup bebas di batasi sehingga
mematikan semua akses hidup dan akses jurnalis nasional maupun internasional
sehingga terjadi genosida.
Upaya-upaya
indonesia untuk menghabiskan Rakyat Bangsa
Papua kini bukan lagi dengan operasi militer tetapi secara sistematis dan
terencana mencari celah untuk menciptakan konflik ujung-ujungnya bermuarah pada
konflik horisontal yaitu konflik antara orang papua dengan orang papua sendiri
Selain
konflik horisontal ada juga dengan cara yang dilakukan oleh oknum BIN
mencari kesempatan yang tepat untuk
menciptakan sebuah konflik agar situasi politik yang mengarah pada konflik horizontal. Dalam hal ini Orang Asli Papua (OAP) sengaja di bunuh
secara perlahan-lahan melalui berbagai macam upaya atau kegiatan misalnya:
pemekaran, pemilu, pilkada, pembangunan, penerimaan pegawai (CPNS) dan
bermacam-macam isu lainya.
Jelang
pesta dekokrasi tahun 2014 Rakyat Bangsa Papua mandi Darah, sejak awal bulan
januari 2014 Papua di timika terjadi konflik horisontal yang di ciptakan oleh
oknum-oknum yang memiliki kepentingan di atas Tanah Papua secara
sistematis,terstruktur dan terencana. Oknum-oknum tersebut adalah TNI/POLRI
sendiri, kini menjalan tiga bulan pemerintah dan PT. FreePort tidak mampuh
menyelesaikan akar masalah ini. Kenyataanya pihak keamanan tidak mengamankan
konflik tersebut malah lipat tangan dan jadi penontong atas konflik tersebut.
Anehnya
tidak tahu mengapa TNI dan Polri di biarkan Konflik antara suku Moni dan Dani
yang saling membunuh di Timika, tetapi demonstrasi damai rakyat Papua justru
diblokade, dibubarkan, ditangkap dan ditembak oleh TNI dan Polri dengan
kekuatan peralatan lengkap? berarti dapat disimpulkan bahwa Indonesia dan
PT.FreePort mendesain konflik sosial, ekonomi dan politik di Papua untuk suatu
tujuan yang terselubung yakni orang Papua musnah dan Papua seutuhnya milik
Indonesia. (AN)