Pages

Pages

Kamis, 13 Maret 2014

GempaR Papua Ancam Boikot Pemilu 2014

Ilustrasi, massa aksi KNPB dengan spanduk "Referendum". Foto: knpbnews.com
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Ancaman boikot Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Pilpres 2014 ditebarkan Gerakan Mahasiswa, Pelajar dan Rakyat (GempaR) Papua. Pernyataan itu berulang kali diungkapkan para orator saat aksi damai di depan gapura kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) Waena, Jayapura, Selasa (11/3/2014) kemarin.

"RUU Otsus Plus yang sedang dipaksakan itu kalau tidak segera dihentikan, kami siap boikot Pemilu 2014," ujar Alvarez Kapisa disambut tepuk tangan massa aksi.

Orator lain pun menyinggung wacana tersebut. Mereka dengan nada tinggi, karena jengkel sikap aparat keamanan menghalangi rencana aksi, menyesalkan berbagai tindakan negara melalui aparatusnya membungkam ruang demokrasi bagi Rakyat Papua Barat.

"Tidak usah ikut Pemilu saja, trada untung juga bagi bangsa Papua Barat. Itu ancaman besar bagi kitorang," ujar salah satu orator.

Kata dia, keberadaan NKRI di Papua Barat ini ilegal. "Status politik Papua Barat dalam NKRI belum final. Kitorang boikot saja dan referendum solusinya bagi masa depan Papua Barat," lanjutnya.
Tak sebatas ucapan, ancaman boikot tertera dalam satu pamflet yang dibawa massa aksi. Di kertas putih itu tampak tulisan "Boikot Pemilu 2014".

Penegasan sama dibacakan Yason Ngelia dalam pernyataan sikap GempaR Papua sebelum mengakhiri aksi yang rencana sebelumnya akan dipusatkan di halaman kantor Gubernur Provinsi Papua.

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melalui juru bicaranya, Wim Rocky Medlama pada Kamis (20/2/2014) menegaskan siap mengajak semua komponen rakyat di tanah Papua boikot Pemilu 2014.

Bagi KNPB, pilihan boikot itu bagian dari sikap Rakyat Papua Barat yang tidak mengakui kekuasaan pemerintah Indonesia atas seluruh wilayah Papua Barat.

Tangal 4 Februari 2014, Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo dari dalam penjara Abepura, menyatakan tiga poin terkait Pemilu 2014. Pertama, Pemilu Indonesia 2014, bagi rakyat West Papua adalah pesta kepentingan kolonialisme, kapitalisme dan militerisme Indonesia di West Papua.

Kedua, Pemilu Indonesia 2014, bagi rakyat West Papua adalah ilegal sebelum hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua dilakukan lewat referendum.

Ketiga, Pemilu Indonesia 2014, bagi rakyat West Papua adalah sandiwara politik, dan simbolisme demokrasi yang tidak berarti bagi jaminan kehidupan bangsa Papua kedepan.

"Boikot Pemilu adalah hak universal yang dijamin oleh hukum internasional. Referendum adalah mekanisme demokrasi yang universal dalam praktek hak penentuan nasib sendiri yang dijamin oleh hukum internasional," demikian Victor Yeimo sebagaimana dirilis knpbnews.com.

Koalisi Mahasiswa Papua Bangkit (KMPB) juga sependapat. Melalui koordinatornya, Mully Wetipo, isu boikot dipertegas dengan statemennya pada pawai pelestarian budaya Papua di gapura kampus Uncen Waena, Senin (17/2/2014).

Diwawancarai wartawan di Perumnas III Waena, kemarin siang, Kapolresta Jayapura, AKBP Alfred Papare menanggapi wacana boikot tersebut tidak mewakili seluruh rakyat di Provinsi Papua.

Kata Kapolresta, "Saat ini belum waktunya mahasiswa sosialisasikan Golput atau boikot Pemilu kepada masyarakat. Perlu diketahui bahwa Pemilu adalah pesta demokrasi bagi seluruh rakyat Indonesia."

Kapolresta bahkan menyatakan akan ambil sikap tegas jika ada pihak tertentu mengajak atau menghasut beberapa orang atau rakyat di Papua memilih memboikot Pemilu. Karena, kata dia, hal itu melanggar aturan di negara ini.

"Yang hasut atau ajak bisa diproses hukum," ujarnya sembari menilai wacana itu hanya gertakan belaka.

Di mata Alfred Papare, mahasiswa Papua adalah calon pemimpin masa depan. Maka, ia berpesan, mahasiswa rajin belajar termasuk belajar berdemokrasi dengan ikut mengambil bagian dalam menyukseskan Pemilu 2014. (SYO/MS)

Sumber :  www.majalahselangkah.com