Konflik antar kelompok masyarakat di Timika (Ist) |
Suva, 14/3 (Jubi)—Konflik masyarakat Moni versus masyarakat Dani
yang berlangsung selama 2 hari, 11 Maret hingga 12 Maret lalu di Timika,
Papua telah melukai puluhan orang dan menewaskan 2 orang. Korban luka
yang mencapai angka puluhan orang ini, satu diantaranya seorang wanita.
“11 Maret 2014 jumlah korban 4 orang. Perempuan 1 orang. Laki-laki 2
orang luka kena panah 1 org. Luka kena peluru cis (senapan angin-red) 1
org. Luka tembak peluru aparat 1 org dan luka karena kena benda tumpul 1
orang. Salah satu korban diatas adalah seorang polisi,” tutur Maria
Florida Kotorok, kepala bagian Humas Rumah Sakit Mitra Masyarat Timika,
14/3 melalui surat elektroniknya
Hari berikutnya, 12 maret 2014, jumlah korban yang datang ke RSMM
bertambah. “Jumlah korban 61 org. Jumlah korban perempuan 2 orang dan
laki-laki 59 orang. Korban kena peluru 5 org, korban kena peluru cis 9
org dan sisanya semua korban kena panah,” tutur wanita asli Mimika ini.
Jumlah ini belum terhitung korban luka yang berobat ke RS Pemerintah
Daerah. Dua korban dari lima korban peluru aparat keamanan itu telah
meninggal dunia. Tiga lainnya, menurut Maria, masih menjalani pengobatan
di rumah sakit.
Menurut wanita yang akrab dengan sapaan Mey ini, anehnya yang terjadi
adalah konflik antar masyarakat tapi ada korban penembakan. “Kenapa ada
korban peluru? Polisi harus membuka siapa pemilik peluru ini,”
harapnya.
Sebab jika tidak diungkap, menurut Mey, ada upaya pembunuhan massal
terhadap orang Papua sedang berlangsung atas nama perang suku. “Aparat
bilang perang suku jadi selesaikan secara adat. Jadi tong baku bunuh
didepan polisi. Pembiaran. Sampai bangsa papua habis, tinggal nama, mati
sia-sia,” kata Maria.
Menurut Pater Neles Tebay, tokoh utama Jaringan Damai Papua,
peristiwa kekerasan antar komunitas di Timika itu bukan hal baru. Ini
hanya semacam pengulangan dari yang sudah-sudah tetapi aktor mungkin
berbeda-beda. “Orang-orang yang terlibat mungkin juga sudah mengalami
kekerasan antar komunitas ini dalam waktu yang lama,” ungkap Pater Neles
kepada wartawan di STFT Fajar Timur, Jayapura, Kamis (13/3).
Karena sudah berlangsung lama, menurut Pater Neles, seharusnya
pihak-pihak yang terkait konflik ini berpikir bagaimana menghentikan
kekerasan yang sedang terjadi dan berpikir juga tentang bagaimana cara
mencegah agar kekerasan seperti ini tidak terjadi di masa depan.
“Nah, korban sekarang ini bukan hanya dari pihak masyarakat tetapi
juga dari pihak aparat keamanan. Mungkin nanti, warga sipil yang tidak
ada hubungannya dengan perang ini juga menjadi korban lagi,” kata Pater
Neles lagi.
Pater Neles berharap PemdaMimika segera mengambil inisitif untuk
mengundang pihak-pihak terkait dalam hal ini suku-suku yang sedang
bertikai untuk duduk dan berbicara lalu bersepakat untuk mengakhiri
perang ini. Juga tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat. Dengan
adanya perang ini orang tidak akan pernah hidup aman dan nyaman. (Jubi/Mawel)
Sumber : www.tabloidjubi.com