Logo AMPTPI (Foto; IST) |
PAPUAN, Jayapura — Ruang Demokrasi di tanah Papua masih dibungkam. Sejak
Mantan Komandan densus 88, Tito Karnavian mejabat sebagai Kapolda
Papua, ruang demokrasi di tanah Papua benar-benar dibungkam dan
ditiadakan dari bumi Papua.
“Jadi bukti nyata yang selama ini
kita lihat adalah pemerintah melalui apar kepolisian masih dan terus
menutup ruang demokrasi bagi rakyat Papua di tanah Papua. kami lihat
anak-anak Papua waktu melakukan aksi damai dan melakukan orasi politik menuntut hak mereka, polisi menganggap ini sebagai satu ancaman untuk negara.
Sehingga aksi-aksi yang dilakukan oleh rakyat Papua selalu dan selalu
dipalang bahkan yang menggunakan pakaian adat pun dipalang oleh aparat
keamanan,”.
Hal ini disampaika oleh ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi
Mahasiswa Pegunungan Tengah Kota Jayapura, Hendrikus Madai di Waean saat
dimenui wartawan pada Selasa (18/3/2014).
Madai mengungkapkan, berdasarkan hasil kajian ilmiah DPC AMPTPI kota
Jayapura pada tanggal 23 november 2013 lalu di audotorium Universitas
Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) para pemateri menyimpulkan bahwa
implementasi atas demokrasi, politik dan HAM, tiga indikator besar ini
tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan diatas tanah Papua,
dengan beberapa indikasi yang sudah merosot bagi hak hidup orang Papua
diatas tanahnya sediri yaitu rasa aman, mandiri dan sejahtera.
“Kami lihat, aparat keamanan TNI/Polri bertindak sangat represif
sehingga meninggalkan luka-luka dan bahkan melanggar hak asasi manusia.
Bertolak dari situasi politik dan hak asasi manusia sebagaimana yang
diungkapkan diatas, hendrikus mengatakan tentunya dengan keberadaan
otonomi khusus (OTSUS), Otonomi Plus, UP4B, pemekaran kabupaten kota dan
pemekaran Provinsi di tanah Papua serta berbagai operasi militer di
tanah Papua yang selama ini terjadi bukanlah jalan yang tepat untuk
menyelesaikan akar persoalan di tanah Papua saat ini,” imbuhnya.
Sementara itu Markus Haluk, Sekjen AMPTPI mengatakan dari dua belas
kasus pelanggaran HAM berat di Papua hanya satu yang sudah terungkap
yaitu kasuh Wamena yang terjadi tahun 1977.
“Kalau kita mau lihat itu ada 12 kasus pelanggaran HAM besar di tanah
Papua namun yang sudah terungkap hanya satu yaitu kasus yang terjadi di
wamena tahun 1977 dan sebelas kasus besar lainya belum terungkap sampai
saat ini,” tutur markus.
Sumber : www.suarapapua.com