Pages

Pages

Senin, 10 Februari 2014

PERUSAHAAN PEMBURU EMAS AMBIL HATI WARGA DENGAN BANGUN GEREJA

Thobias Bagubau (Jubi/Mawel)
Jayapura,9/2(Jubi)- Pemilik perusahaan yang mengambil emas di Sungai Degeuwo, distrik Bogobaida, kabupaten Paniai, provinsi Papua, dikabarkan terus melakukan berbagai cara untuk mengambil hati pemilik hak ulayat. Dari memberikan uang hingga membangun gereja.

“Perusahaan milik Haji Ari membangun gereja di Lokasi Baya Biru 1 gereja dan membangun 4 gereja di lokasi 99,”ungkap Thobias Bagubau, ketua Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Suku Walani MEe dan Moni (LPMA SWAMEMO), kepada tabloidjubi.com, di Sekretariat Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia, Waena, Kota Jayapura,Papua, Sabtu (8/2).

pihaknya mencatat sekitar 30an perusahaan yang berebut memburu emas murni, di sekitar wilayah Kabupaten Nabire dan Paniai, menurut Thobias, merekapun ikut membangun gereja di setiap lokasi tambang emas.

“Setiap lokasi pertambangan ada gereja. Gereja di 26 lokasi. Gereja itu perusahaan bangun dengan dua tujuan. Pertama, dibangun untuk pemilih hak ulayat. kedua, untuk karyawan perusahaan,”tutur Thobias

Sementara proses pelepasan hak ulayat untuk lokasi pembangunan gereja, sama sekali belum pernah diurus perusahaan. 

Menurutnya, perusahaan-perusahan itu merasa cukup membeli lokasi pertambangan emas, kemudian membuat bangunan lainnya yang praktis jadi milik perusahaan, termasuk gereja.

Lokasi pertambangan itu pun dibeli dengan harga sangat murah. Satu lokasi yang mengandung puluhan KG emas murni, misalnya, hanya dibeli dengan harga mulai satu hingga belasan juta saja. 

“Perusahaan biasanya bayar tidak sesuai permintaan masyarakat. Mereka minta ratusan juta, perusahaan bisa bayar 5 jutaaan saja,”ungkapnya.
Pemilik hak ulayat tidak bisa menuntut haknya yang belum dibayarkan. Kalau menuntut, perusahaan tidak segan-segan menghadapi pemilik hak ulayat dengan menggunakan kekuatan keamanan. 

” Kami hitung- hitung, pelanggaran HAM yang terjadi akibat operasi perusahaan ilegal itu sudah 217 kasus,”ujarnya tanpa merincikan kasusnya.
Menurutnya, tidak ada satu kasus pun diselesaikan, pemerintah tidak pernah menanggapinya. 

“Sudah empat kali saya lapor kasus ini ke polisi, belum juga ada tanggapan sampai hari ini,”ujarnya.

Karena itu, pria yang ikut berjuang menuntut dikembalikannya hak milik masyarakat Degeuwo ini mengkritisi kinerja polisi di Papua. “Apakah polisi di Papua hanya urus masalah demo-demo, kriminal atau lingkungan saja?” Thobias bertanya.

Markus Haluk, Sekretaris Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia, yang pernah mengadvokasi kasus serupa, turut mempertanyakan kinerja pemerintah dalam menertibkan lokasi pertambangan emas bermasalah itu. ” Puluhan kasus sudah terjadi. Pemerintah diam begitu saja.”

Menurutnya, ini merupakan bentuk pembiaran pemerintah yang dilakukan dengan sadar demi kepentingan mereka. 

“Pemerintah atau oknum yang menamakan diri pemerintah juga kan butuh, mereka ambil untung dari pengorbanan rakyat,”Markus. (Jubi/Mawel).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar