Para Pengurus Dewan Adat Wilayah V H-Anim foto bersama. (Jubi/Ans) |
Merauke, 9/2 (Jubi) – Ketua Dewan Adat Wilayah V Ha-Anim, JP
Kamarka menegaskan, dengan adanya Program MIFEE dari pemerintah pusat
dalam beberapa tahun terakhir, telah membawa konflik horisontal dalam
komunitas orang Marind seperti masalah batas tanah marga.
“Dengan program MIFEE ini, orang Marind telah kehilangan sumber
pangan lokal seperti sagu, ikan, kura-kura, kus-kus, kasuari serta
kangguru,” kata Kamarka dalam keterangan persnya kepada sejumlah
wartawan Sabtu (8/2). Saat memberikan keterangan, dirinya didampingi
oleh Joh Wob (sekretaris) serta Ketua Formasi Ssumawoma, Leonardus
Moiwend.
Selain itu, katanya, orang Marind telah kehilangan atribut budaya dan
seni tradisional seperti lagu-lagu adat yang mengatur tentang hak
kepemilikan tanah, identitas marga, kayu kendara, daun mandawu-mandawu
serta daun tikar (yeiywa). Juga kehilangan hutan sebagai tempat mencari
makan.
Persoalan lain yang dibeberkan yakni kebijakan pemerintah pusat
dengan program transmigrasi. Dimana, telah menghilangkan bahasa senam di
Kampung Salor serta mengubah nama tempat Noari menjadi Muram Sari,
Kuper dan Kuprik. Serta beberapa tempat sakral orang Marind dihilangkan
akibat program tersebut.
Sementara itu, John Wob mendesak kepada Pemerintah Indonesia agar
segera mengembalikan kedaulatan hak-hak adat orang asli Papua terutama
masyarakat adat Marind. Selain itu, pemerintah membatalkan proyek MIFEE
yang menghadirkan 46 perusahan untuk melakukan kegiatan investasi di
Kabupaten Merauke.
“Kami dari dewan adat akan memperjuangkan pemulihan hak-hak orang
asli Papua dalam hal ini masyarakat Marind dengan bersurat kepada PBB
untuk masyarakat adat, Komisi PBB untuk pemberantasan diskriminasi serta
rasial dan perlindungan hak ekonomi, sosial dan budaya,” tegasnya. (Jubi/Frans L Kobun)
Sumber : www.tabloidjubi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar