Pages

Pages

Senin, 10 Februari 2014

AKIBAT PROGRAM MIFEE, ORANG MARIND KEHILANGAN SUMBER PANGAN

Para Pengurus Dewan Adat Wilayah 
V H-Anim foto bersama. (Jubi/Ans)
Merauke, 9/2 (Jubi) – Ketua Dewan Adat Wilayah V Ha-Anim, JP Kamarka menegaskan, dengan adanya Program MIFEE dari pemerintah pusat dalam beberapa tahun terakhir, telah membawa konflik horisontal dalam komunitas orang Marind seperti masalah batas tanah marga.
 
“Dengan program MIFEE ini, orang Marind telah kehilangan sumber pangan lokal seperti sagu, ikan, kura-kura, kus-kus, kasuari serta kangguru,” kata Kamarka dalam keterangan persnya kepada sejumlah wartawan Sabtu (8/2). Saat memberikan keterangan, dirinya didampingi oleh Joh Wob (sekretaris) serta Ketua Formasi Ssumawoma, Leonardus Moiwend.

Selain itu, katanya, orang Marind telah kehilangan atribut budaya dan seni tradisional seperti lagu-lagu adat yang mengatur tentang hak kepemilikan tanah, identitas marga, kayu kendara, daun mandawu-mandawu serta daun tikar (yeiywa).  Juga kehilangan hutan sebagai tempat mencari makan.

Persoalan lain yang dibeberkan yakni kebijakan pemerintah pusat dengan program transmigrasi. Dimana, telah menghilangkan bahasa senam di Kampung Salor serta mengubah nama tempat Noari menjadi Muram Sari, Kuper dan Kuprik. Serta beberapa tempat sakral orang Marind dihilangkan akibat program tersebut.

Sementara itu, John Wob mendesak kepada Pemerintah Indonesia agar segera mengembalikan kedaulatan hak-hak adat orang asli Papua terutama masyarakat adat Marind. Selain itu, pemerintah membatalkan proyek MIFEE yang menghadirkan 46 perusahan untuk melakukan kegiatan investasi di Kabupaten Merauke.

“Kami dari dewan adat akan memperjuangkan pemulihan hak-hak orang asli Papua dalam hal ini masyarakat Marind dengan bersurat kepada PBB untuk masyarakat adat, Komisi PBB untuk pemberantasan diskriminasi serta rasial dan perlindungan hak ekonomi, sosial dan budaya,” tegasnya. (Jubi/Frans L Kobun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar