Logo AMP |
“Hak Menentukan Nasib Sendiri Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua”
Berbagai konflik yang menelan ratusan
ribu nyawa orang Papua sejak Trikora dikumandankan oleh Ir Seokarno pada
19 Desemebr 1961 di Yogyakarta hingga saat ini tidak terlepas dari
Status Politik Papua yang tidak jelas dan tidak terselesaikan sesuai
Instruksi Roma Agreement tahun 1962 setelah New York Agreement, dimana
Pemerintah Indonesia diberi tugas untuk mempersiapkan Papua selama 25
tahun dan kemudian dikembalikan kepada PBB untuk melaluka Act of free
Choice atau self determination for West Papua. Dan dan pelaksanaan
PEPERA yang Cacat Hukum dan tak bermoral.
Rezim militer Orde Baru Soeharto
menjadikan Papua sebagai daerah operasi militer (DOM) sejak 1977-1998,
terutama Angkatan Darat (AD) hingga era reformasi ini terlihat tidak
berubah. Kesan seperti itu sangat terasa karena instansi militer dan
para petinggi militer di Kodam dan jajarannya mendominasi rana politik
dan jalannya pemerintahan di Papua. Cengkraman Militer atas Papua kian
kuat karena adanya dwifungsi ABRI dan dijadikannya Papua sebagai Daerah
Operasi Militer (DOM) tersembunyi pasca reformasi.
Dengan semangat
berdwifungsi, obsesi utama semua pimpinan militer Indonesia, khususnya
di jajaran Kodam dan Polda Papua alah menghancurkan TPN-OPM. Obsesi
penghancuran TNP-OPM itu juga dimotivasi oleh kepentingan ekonomi dan
politik. Secara politik petinggi Militer, seperti Pangdam, Danrem, dan
Dandim. Secara ekonomi, semua perusahaan besar di Papua dikategorikan
sebagai objek vital nasional. Artinya perusahaan-perusahaan itu berada
di bawah naungan militer untuk keamanannya. Untuk itu,
perusahaan-perusahaan harus menyetor sejumlah uang.
Kekejaman militer (TNI-Polri)
Indonesia terus berlanjut hingga saat ini, pembunuhan terhadap Theis
Eluay, Mako Tabuni, Huber Mabel serta kasus Biak Berdarah, Abepura
berdarah, Wamena Berdarah dan kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan
tidak tuntas diselesaikan oleh Indonesia.
Di awal tahun ini, Peristiwa
penembakan, penyisiran dan penangkapan kembali terjadi di Puncak Jaya,
Papua yang berawal dari perampasan delapan pucuk senjata milik polisi
pada 4 Januari 2014 oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua
Barat(TPN-PB). Aksi balasan dan pengejaran yang dilakukan oleh TNI dan
Polri menewaskan 1 orang anggota TPN-PB atas nama Endenak Telenggen, 1
Orang anggota TNI atas nama Pratu Sugianto . penyisiran berlanjut, 1
Pelajar SMA atas nama Tenius Telenggen ditangkap dan penyadapan Gereja
saat warga sedang Ibadah hari minggu 27 Januari lalu.
Akibat dari
penyisiran Militer di Distrik Kulirik, Puncak Jaya, warga Kulirik
Menggungsi ke hutan hingga saat ini memasuki pertengahan minggu
keempat. Peristiwa yang sama terjadi di Sasawan, Kepulauan Yapen, Papua,
Sabtu (1/2) pagi yang menewaskan 1 orang anggota TPN-PB dan 10 orang
lainnya ditahan polisi. akibat penyisiran dan dominasi Militer di
distrik Sasawan, warga mengungsi. Hingga saat ini warga masih ketakutan
dan akitivitas tidak normal.
Secara ekonomi, Eksploitasi oleh perusahaan ilegal dimana-mana di seluruh Papua, di
sepanjang Sungai Degeuwo di Kabupaten Paniai, Penambangan illegal sudah
berlangsung selama 14 tahun yang merugikan masyakrat adat maupun
pemerintah Kabupaten Paniai , Nabire, dan Provinsi Papua. Masih banyak
perusahaan illegal di Papua termasuk PT Freepot Indonesia dimana
penanda-tangan kontrak kerja dilakukan oleh Pemerintah Indoensia dengan
AS saat status Papua belum tergabung dalan NKRI.
Berdasarkan Aksi Militer yang
Korbankan Masyarakat Papua ( korban Nyawa, Fisik, Psikologis dan korban
Lingkungan) itu, Komite kota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Yogyakarta
menuntut kepada Pemerintah Indonesia untuk segerah:
1. .Hentikan
Penyisiran Brutal TNI-Polri Terhadap Warga Sipil Papua dan Tarik Militer
( TNI-Polri) Organik dan Nonorganik Dari Seluruh Tanah Papua.
2. Hentikan
Eksploitasi dan Tutup Seluruh Perusahaan Milik Kaum Imperialis dan
Kapitalis; Freeport, BP, LNG Tanggu, Corindo, Medco, Antam dll
3. Berikan Kebebasan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Barat Sebagai Solusi Demokratis
Demikian pernyataan sikap ini kami
buat sebagai bentuk perlawanan atas penjajahan, penindasan dan
penghisapan oleh Indonesia dan tuannya Imperialisme atas rakyat Papua.
Rabu 12 Februari 2014
Komite Kota Aliansi Mahasiswa Papua ( AMP) Yogyakarta,
Telius Yikwa
Sekretarsi AMP Yogyakarta
Sumber : AMP KK Jogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar