Klemens Sorbu (Jubi/Aprila) |
Jayapura, 24/2 (Jubi) – Klemens Sorbu, Pemuda Papua yang berasal
dari Numfor yang hendak sekolah pilot impiannya, harus menemui
kenyataan bahwa Otonomi Khusus (Plus) yang didengung-dengungkan
Pemerintah Provinsi Papua ternyata tidak berpihak pada dirinya.
Klemens Sorbu sudah mengikuti tes untuk melanjutkan pendidikan di
Dirgantara Pilot School Academy yang diikutinya melalui internet pada
Januari 2014 lalu. Tes pertama, yaitu tes akademik berhasil dilaluinya
dengan hasil memuaskan. Setelah dinyatakan lulus dalam tahapan ini,
Klemens mulai berpikir untuk mendapatkan bantuan biaya studi. Ia sadar
untuk studi ini, biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Dirinya harus
membayar senilai Rp 700 Juta dengan tiga kali tahapan pembayaran.
“Semua persyaratan juga sudah saya penuhi termasuk membayar uang pendaftaran senilai Rp 6 Juta,” tutur Klemens kepada tabloidjubi.com di Kotaraja, Jayapura, Minggu (23/2) malam.
Laki-laki Numfor kelahiran 14 Maret 1985 ini kemudian membuat
proposal permohonan bantuan studi kepada Bupati Kabupaten Jayapura pada 9
Januari 2014. Selang kurang lebih satu bulan, tepatnya pada Selasa, 11
Februari 2014, Klemens mendapat surat balasan atas permohonan bantuan
studi tersebut yang ditandatangani Sekda Kabupaten Jayapura, Yerry F.
Dien yang berisi tiga poin.
Pertama, alokasi dana bantuan dalam Anggara Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten Jayapura telah diperuntukan sesuai kegiatan yang
diprogramkan oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
termasuk program bantuan dana pendidikan.
Kedua, tidak tersedia dana guna membantu biaya pendidikan yang
bersangkutan. Ketiga, mengingat permohonan yang bersangkutan guna
peningkatan sumber daya Orang Asli Papua, sehingga permohonan dimaksud
diteruskan untuk mendapat pertimbangan dari Unit Percepatan Pembangunan
Papua dan Papua Barat (UP4B) yang sedianya telah memiliki
program-program seperti itu.
Pada hari yang sama, UP4B sedang melakukan Rapat Koordinasi di Hotel
Travelers Sentani, Jayapura menjadi momen yang tepat dengan situasi yang
dialami Klemens. Dengan ditemani tabloidjubi.com, Klemens pun berusaha
mendapatkan akses bertemu orang nomor satu di unit ini, yaitu Bambang
Dharmono.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba: Sekda Kabupaten Dogiyai, Ruben P. Marey
yang sedang berada di luar ruangan rapat bertemu dengan Klemens.
Selanjutnya, semua salinan berkas Klemens diserahkan Ruben kepada Ketua
UP4B, Bambang Dharmono.
Melalui beberapa pembicaraan, Klemens diarahkan untuk bertemu dengan
pihak BPSDM yang kebetulan hadir juga dalam Rapat Koordinasi yang
dilakukan UP4B ini. Ternyata, BPSDM juga tidak dapat membantu karena
Klemens dianggap tidak memenuhi syarat. Mereka menerima lulusan SMU
sedangkan Klemens lulusan S1 dari Universitas Ichsan Gorontalo, Fakultas
Teknik Informatika dengan IPK 3.37. Klemens bukan hanya lulus SMU
tetapi sudah menyelesaikan S1 dengan hasil yang memuaskan.
Tidak puas dengan jawaban ini, Klemens masih mencoba lagi meminta
bantuan Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen TNI Christian Zebua. Sabtu, 15
Februari 2014 Klemens menjumpai Pangdam XVII Cenderawasih di Lapangan
Resimen Induk Daerah Militer XVII Cenderawasih (Rindam), Sentani,
Jayapura. Dalam pertemuan tersebut, Pangdam berjanji akan
mengkoordinasikan hal tersebut kepada pihak UP4B.
Setelah mendapat janji Pangdam, Klemens tidak berdiam diri.
Selanjutnya Senin, 17 Februari 2014, Klemens mendatangi ruang kerja
Sekretaris Daerah Provinsi Papua, Herry Dosinaen di Kantor Gubernur
Papua untuk memberikan proposal bantuan biaya pendidikan yang
dibutuhkan.
Asam di gunung, garam di laut, akhirnya bertemu di belanga. Klemens
tidak hanya bertemu Sekda Papua tetapi juga bertemu langsung dengan
Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe. Pada kesempatan itu, Klemens
diminta menyerahkan proposal permohonan bantuan dana pendidikannya ke
staf gubernur.
Berbekal perintah langsung orang nomor satu di Papua ini, Klemens pun
menyerahkan proposalnya kepada staf Gubernur Papua bernama Yuli.
Selanjutnya Klemens diberi kertas disposisi dengan Nomor Agenda
Gubernur: 97. Komunikasi intens selanjutnya dilakukan melalui staf
gubernur dengan menggunakan telepon seluler maupun mendatangi langsung
Kantor Gubernur selama satu minggu selama hari kerja. Hal ini dilakukan
karena pada Minggu, 22 Februari, Klemens harus sudah berada di
Tasikmalaya untuk mengikuti tahapan tes selanjutnya.
Pada Selasa, 18 Februari 2014, Klemens menuju Kantor UP4B untuk
menindaklanjuti proposal permohonan bantuan pendidikannya yang telah
berada di tangan Ketua UP4B, Bambang Dharmono. “Kami hanya menawarkan
program kepada pemerintah saja selama ini. Kami tidak memberikan
beasiswa karena beasiswa sekolah penerbangan yang sudah berjalan adalah
kerja sama kami dengan Dinas Perhubungan,” kata Jul, Deputi III Bidang
Pengembangan Pelayanan Dasar dan Kesejahteraan Rakyat UP4B seperti
diberitakan tabloidjubi.com, Rabu (19/2).
Hari kerja minggu berjalan berakhir pada Jumat, 21 Februari 2014 dan
Klemens harus kecewa, Gubernur belum memberi jawaban pada permohonan
bantuan dana yang diajukannya. Waktu yang semakin sempit untuk
keberangkatan membuat Klemens mulai pesimis atas semua usaha yang telah
dilakukan selama dua minggu terakhir untuk dapat melanjutkan pendidikan
ke sekolah impiannya.
Melalui komunikasi dengan pihak Dirgantara Pilot School Academy,
dirinya diberi dispensasi waktu terkait kendala yang sedang dihadapinya
saat ini. Klemens masih tetap berharap pada kebaikan hati gubernur untuk
dapat mewujudkan impiannya.
“Apa yang saya alami saat ini tidak boleh dialami adik-adik yang
memiliki impian besar seperti saya. apalagi kalau didukung kemampuan
intelektual,” kata Klemens kepada tabloidjubi.com.
Hal yang dialami Klemens membuat miris hati siapa pun mengingat Papua
dengan status Otonomi Khusus yang memiliki kebijakan afirmatif seperti
yang didengung-dengungkan Pemerintah Provinsi Papua di berbagai media
masa, baik nasional maupun lokal Papua.
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara
bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi
dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan
peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu
perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak
penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling
mungkin memperoleh hasil yang diinginkan (wikipedia.com).
Afirmasi artinya (1) penetapan yang positif; penegasan; peneguhan;
(2) pernyataan atau pengakuan yang sungguh-sungguh (di bawah ancaman
hukum) oleh orang yang menolak melakukan sumpah; pengakuan
(kamusbahasaindonesia.org).
Melihat makna dari dua kata ini, apa yang menimpa Klemens Sorbu
seharusnya tidak terjadi karena salah satu dari empat sektor prioritas
Otsus adalah pendidikan. Apalagi sekolah pilot yang didambakan adalah
sektor-sektor yang masih jarang ditekuni putra daerah Papua.
Pertanyaan selanjutnya adalah, siapakah yang sebenarnya bertanggung
jawab atas situasi ini? Apakah Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus yang sedang berlaku saat ini di Papua mampu menjawab
kebutuhan dasar Orang Papua akan Sumber Daya Manusia yang handal dan
professional? Mari berefleksi bersama. (Jubi/Aprila)
Sumber : www.tabloidjubi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar