Pages

Pages

Senin, 24 Februari 2014

Mengapa NKRI Beri Otsus bagi Orang Asli Papua ?

Daniel Marthen Duwit (foto. FB)
Oleh : Daniel Marthen Duwi #

Pasti banyak orang bertanya seperti ini, mengapa Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memberikan status Otonomi Khusus bagi Tanah Papua dan Orang Asli Papua sebagai bagian dari warga negara Indonesia sejak tahun 2001 hingga sekarang ini ?

-----------------------

BERIKUT pandapat Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/ Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” Tahun 2005 dari Canada terkait dengan pernyataan Mengapa NKRI Beri Otsus bagi Orang Asli Papua ? yang baginya dipandang dari sisi hukum adalah karena alasan sejarah dan politik.
                                     
-----------------------

Alasan sejarah disebabkan karena sejak tanggal 10 September 1969 Pemerintah NKRI sudah memberikan status otonom bagi Provinsi Irian Barat waktu itu dengan 9 (Sembilan) Kabupaten, yaitu : Jayapura, Biak Numfor, Manokwari, Sorong, Fakfak, Yapen Waropen, Paniai, Jayawijaya dan Merauke.

Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat bersama kesembilan Kabupaten Otonomnya waktu itu didasarkan pada Undang Undang Nomor 12 tahun 1969 yang sekaligus mengesahkan keberlangsungan Tindakan Pilihan Bebas (Act of Free Choice) yang oleh pemerintah Indonesia disebut sebagai Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang hingga kini menuai kritik, protes dan perbedaan pandangan politik antara pemerintaqh dan rakyat Papua (Orang Asli Papua).

Selanjutnya alasan politik adalah sebagaimana nampak dari dinamika politik di Tanah Papua sejak tahun 1961 hingga tahun 1999, dimana bagi rakyat Papua pada tanggal 1 Desember 1961 itu telah berdiri Negara Papua Merdeka. Tapi kemudian Pemerintah NKRI dipandang telah menginvasi Papua melalui Trikora yang dikumandangkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta.

Hal ini kemudian terus bergulir dalam guratan catatan sejarah hingga tahun 1999 dalam penyelenggaraan Musyawarah Besar (Mubes) Papua dan Kongres Papua II bulan 29 Mei-4 Juni 2000 di Jayapura. Pada Kongres Papua II secara tegas Rakyat Papua mengkukuhkan keinginan politiknya untuk berjuang secara damai menuju Papua Merdeka.

Itulah sesungguhnya latar belakang politik yang menyebabkan Pemerintah Indonesia akhirnya menawarkan Kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) kepada Rakyat Papua dan Tanahnya sebagai respon dan solusi atas tuntutan aspirasi politik yang demikian kuat saat itu. Tawaran kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) tersebut juga rupanya mendapat dukungan signifikan dari negara-negara sahabat Indonesia seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, Uni Eropah dan Negara-negara Anggota ASEAN waktu itu.

Jadi sesungguhnya pemberian status Otsus bagi Tanah Papua adalah tidak merupakan sebuah akibat dari adanya permintaan dan keinginan rakyat Papua, tapi merupakan tawaran dan solusi politik yang bisa dikatakan bersifat sepihak dan tidak berdasarkan adanya suatu kesepakatan diantara Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua (Orang Asli Papua).

Oleh sebab itulah, dalam perjalanannya selama berlaku dalam hampir 13 tahun ini, Otsus itu senantiasa dikatakan oleh rakyat Papua sebagai gagal dan tidak bisa menjawab keinginan rakyat Papua secara total, sehingga berkali-kali mereka menyerukan agar Otsus sebaiknya dikembalikan ke Jakarta dan segera dibuka Dialog Damai antara Pemerintah Indonesia dengan rakyat Papua dan difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral.

Pertanyaan saat ini ialah apakah tuntutan rakyat Papua untuk menggelar dialog Damai itu benar dan dapat diterima secara hukum ? Jawabannya menurut saya dari sisi hukum adalah sangat benar dan berdasar hukum, karena keinginan rakyat dengan pandangan bahwa Otsus gagal, itu menyiratkan bahwa rakyat menginginkan perubahan atas kebijakan Otsus di dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang nampak kurang memiliki ruang untuk memanifestasikan keinginan politik rakyat Papua selama ini.

Berkenaan dengan itu, di dalam pasal 77 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 telah digariskan tentang bentuk dan mekanisme perubahan Undang Undang Otsus Papua yang harus diawali dengan adanya pelaksanaan evaluasi sebagai dimaksud dalam pasal 78 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tersebut.

Berdasarkan evaluasi itulah akan dapat dijumpai jawaban riil atas keinginan rakyat Papua untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap Undang Undang Nomor 21 tahun 2001 tersebut yang tersirat dalam 24 Bab dan 79 pasalnya tersebut.

Pertanyaan tentang apakah yang menjadi mandat atau perintah dari Undang Undang Otsus Papua dalam setiap bab? Apa yang menjadi latar belakang ditetapkannya mandat atau perintah tersebut? Bagaimana pelaksanaannya selama ini? Serta Apa yang harus dilakukan ke depan ?

Inilah pertanyaan-pertanyaan penuntun yang penting bagi rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia dalam melakukan evaluasi lebih dahulu atas pelaksanaan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.

Evaluasi tersebut harus dilakukan lebih awal sebelum menjawab keinginan dari rakyat untuk melakukan perubahan secara hukum dan politik sebagaimana diatur dalam aturan perundangan yang berlaku dengan metode dan cara yang dapat diterima secara ilmiah dan sah menurut hukum.

Dengan demikian dapat diperoleh jawaban penting atas pertanyaan saya mengenai Mengapa Pemerintah NKRI memberikan Status Otonomi Khusus Bagi Tanah Papua dan Rakyat Papua ? Apakah hal itu sudah merupakan keinginan dan harapan rakyat Papua ? Ataukah hanya merupakan keinginan elit politik pusat dan daerah saja !? 

[DANIEL/Pin BB:28089477]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar