Daniel Marthen Duwit (foto. FB) |
Oleh : Daniel Marthen Duwi #
Pasti banyak orang bertanya seperti ini, mengapa
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memberikan status
Otonomi Khusus bagi Tanah Papua dan Orang Asli Papua sebagai bagian dari
warga negara Indonesia sejak tahun 2001 hingga sekarang ini ?
-----------------------
BERIKUT
pandapat Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/
Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM “John Humphrey Freedom
Award” Tahun 2005 dari Canada terkait dengan pernyataan Mengapa NKRI
Beri Otsus bagi Orang Asli Papua ? yang baginya dipandang dari sisi
hukum adalah karena alasan sejarah dan politik.
-----------------------
Alasan
sejarah disebabkan karena sejak tanggal 10 September 1969 Pemerintah
NKRI sudah memberikan status otonom bagi Provinsi Irian Barat waktu itu
dengan 9 (Sembilan) Kabupaten, yaitu : Jayapura, Biak Numfor, Manokwari,
Sorong, Fakfak, Yapen Waropen, Paniai, Jayawijaya dan Merauke.
Pembentukan
Provinsi Otonom Irian Barat bersama kesembilan Kabupaten Otonomnya
waktu itu didasarkan pada Undang Undang Nomor 12 tahun 1969 yang
sekaligus mengesahkan keberlangsungan Tindakan Pilihan Bebas (Act of
Free Choice) yang oleh pemerintah Indonesia disebut sebagai Penentuan
Pendapat Rakyat (PEPERA) yang hingga kini menuai kritik, protes dan
perbedaan pandangan politik antara pemerintaqh dan rakyat Papua (Orang
Asli Papua).
Selanjutnya
alasan politik adalah sebagaimana nampak dari dinamika politik di Tanah
Papua sejak tahun 1961 hingga tahun 1999, dimana bagi rakyat Papua pada
tanggal 1 Desember 1961 itu telah berdiri Negara Papua Merdeka. Tapi
kemudian Pemerintah NKRI dipandang telah menginvasi Papua melalui
Trikora yang dikumandangkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19
Desember 1961 di Yogyakarta.
Hal
ini kemudian terus bergulir dalam guratan catatan sejarah hingga tahun
1999 dalam penyelenggaraan Musyawarah Besar (Mubes) Papua dan Kongres
Papua II bulan 29 Mei-4 Juni 2000 di Jayapura. Pada Kongres Papua II
secara tegas Rakyat Papua mengkukuhkan keinginan politiknya untuk
berjuang secara damai menuju Papua Merdeka.
Itulah
sesungguhnya latar belakang politik yang menyebabkan Pemerintah
Indonesia akhirnya menawarkan Kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) kepada
Rakyat Papua dan Tanahnya sebagai respon dan solusi atas tuntutan
aspirasi politik yang demikian kuat saat itu. Tawaran kebijakan Otonomi
Khusus (Otsus) tersebut juga rupanya mendapat dukungan signifikan dari
negara-negara sahabat Indonesia seperti Amerika Serikat, Australia,
Jepang, Uni Eropah dan Negara-negara Anggota ASEAN waktu itu.
Jadi
sesungguhnya pemberian status Otsus bagi Tanah Papua adalah tidak
merupakan sebuah akibat dari adanya permintaan dan keinginan rakyat
Papua, tapi merupakan tawaran dan solusi politik yang bisa dikatakan
bersifat sepihak dan tidak berdasarkan adanya suatu kesepakatan diantara
Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua (Orang Asli Papua).
Oleh
sebab itulah, dalam perjalanannya selama berlaku dalam hampir 13 tahun
ini, Otsus itu senantiasa dikatakan oleh rakyat Papua sebagai gagal dan
tidak bisa menjawab keinginan rakyat Papua secara total, sehingga
berkali-kali mereka menyerukan agar Otsus sebaiknya dikembalikan ke
Jakarta dan segera dibuka Dialog Damai antara Pemerintah Indonesia
dengan rakyat Papua dan difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral.
Pertanyaan
saat ini ialah apakah tuntutan rakyat Papua untuk menggelar dialog
Damai itu benar dan dapat diterima secara hukum ? Jawabannya menurut
saya dari sisi hukum adalah sangat benar dan berdasar hukum, karena
keinginan rakyat dengan pandangan bahwa Otsus gagal, itu menyiratkan
bahwa rakyat menginginkan perubahan atas kebijakan Otsus di dalam Undang
Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang nampak kurang memiliki ruang untuk
memanifestasikan keinginan politik rakyat Papua selama ini.
Berkenaan
dengan itu, di dalam pasal 77 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 telah
digariskan tentang bentuk dan mekanisme perubahan Undang Undang Otsus
Papua yang harus diawali dengan adanya pelaksanaan evaluasi sebagai
dimaksud dalam pasal 78 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tersebut.
Berdasarkan
evaluasi itulah akan dapat dijumpai jawaban riil atas keinginan rakyat
Papua untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap Undang Undang Nomor
21 tahun 2001 tersebut yang tersirat dalam 24 Bab dan 79 pasalnya
tersebut.
Pertanyaan
tentang apakah yang menjadi mandat atau perintah dari Undang Undang
Otsus Papua dalam setiap bab? Apa yang menjadi latar belakang
ditetapkannya mandat atau perintah tersebut? Bagaimana pelaksanaannya
selama ini? Serta Apa yang harus dilakukan ke depan ?
Inilah
pertanyaan-pertanyaan penuntun yang penting bagi rakyat Papua dan
Pemerintah Indonesia dalam melakukan evaluasi lebih dahulu atas
pelaksanaan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.
Evaluasi
tersebut harus dilakukan lebih awal sebelum menjawab keinginan dari
rakyat untuk melakukan perubahan secara hukum dan politik sebagaimana
diatur dalam aturan perundangan yang berlaku dengan metode dan cara yang
dapat diterima secara ilmiah dan sah menurut hukum.
Dengan
demikian dapat diperoleh jawaban penting atas pertanyaan saya mengenai
Mengapa Pemerintah NKRI memberikan Status Otonomi Khusus Bagi Tanah
Papua dan Rakyat Papua ? Apakah hal itu sudah merupakan keinginan dan
harapan rakyat Papua ? Ataukah hanya merupakan keinginan elit politik
pusat dan daerah saja !?
[DANIEL/Pin BB:28089477]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar