Pages

Pages

Kamis, 13 Februari 2014

INDONESIA MENGUNAKAN ALASAN BENDERA BINTANG KEJORA UNTUK MENANGKAP ORANG PAPUA.

YOGYA. TIMIPOTU NEWS. Mari kita saksikan sama-sama atas tindakan-tindakan negara yang tidak profesional terhadap masyarakat Papua. Salah satu hal yang aneh dan lucu adalah, Indonesia melarang keras orang Papua tidak boleh mengunakan bendera Bintang Kejora. Padahal, bendara Bintang Kejora adalah lambang Daerah Papua yang sudah diakui oleh Preseiden Gus Dur.

Gus Dur mengatakan dengan tegas dan jelas bahwa, masyarakat Indonesia itu majemuk dan tentu mempunyai ragam budaya dan latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Oleh karenanya, negara musti diakui lambang daerah yang ada di masing-masing wilayah dalam NKRI.

Gus Dur, yang saat menjabat presiden mengabulkan permintaan masyarakat Irian Jaya (waktu itu) untuk menggunakan sebutan Papua, justru menuding polisi tidak berpikir mendalam ketika melarang pengibaran bendera "Bintang Kejora". Ketika polisi melarang, tidak dipikir mendalam. Sepak bola saja punya bendera sendiri. Kita tak perlu ngotot sesuatu yang tak benar," katanya.

Menurut Gus Dur, kalau pengibaran bendera itu dianggap separatis, maka ujung-ujungnya adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menurut dia sudah tidak ada lagi.


Orang Papua Korban atas Lambang Daerahnya

Banyak orang Papua sudah hilang jejak di hutan, ada yang dibuang dalam sungai, ada yang dibakar, ada pula yang di iris-iris. Sementara sebagai besar orang ada dalam rumah tahanan negara Indonesia. Ada yang hidup selama 15 tahun di penjara bahkan ada yang seumur hidup dalam jeratnya NKRI.

Yang perluh diketahui adalah, orang Papua korban dalam NKRI bukan karena orang Papua tidak suka, tidak senang, dan tidak gembira hidup dalam NKRI tetapi karena sistem dan tindakan yang tidak menghargai budaya Papua itulah yang pada akhirnya berjatuhan korban.

Demi bendera Bintang Kejora, kami orang Papua tidak akan berhenti berjuang sampai berkibar di alam angkasa Papua. Sebab, itulah satu-satunya harapan untuk mengangkat harkat dan martabat, harga diri dan jati diri, serta demi mempertahankan budaya Papua yang sesungguhnya. Itulah prinsip dasar Orang Papua sebelum dunia kiamat.

Kali ini, negara kembali bersenyum karena ada orang Papua yang masuk dalam rumah tahanannya. Negara menjemput para tahanan yang diklaim sebagai separatis itu masuk di sel Indonesia dengan penuh gembira-ria.

Seperti yang telah diberitakan media Antara News 1 Mei 2013, selain Bucthar, Karma, Selpius, Viktor, dan puluhan lain yang ada di tahanan Papua, kali ini negara menangkap dan dihukum bebrapa orang Papua yang menaikan lambang daerah Papua “Bintang Kejora”.

Pengadilan distrik Biak, Papua dihukum Oktavianus Warnares, terdakwa dalam separatis "Morning Star" kasus pengibaran bendera Bintang Kejora di Biak Timur, Papua pada tanggal 1 Mei 2013, tiga tahun penjara

Ketua Hakim Iblis Sembiring menyatakan, saat membaca putusan bahwa terdakwa secara sah bersalah karena telah melanggar Pasal 106 juncto Pasal 110 KUHP juncto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 serta Pasal 55 KUHP.

Setelah mendengar putusan, terdakwa diapit oleh pengacara Gustaf Kawer dan Olga Hamadi menjelaskan bahwa ia akan berpikir tentang apakah atau tidak untuk mengajukan banding.

sementara itu, Jaksa Leni Silaban mencatat bahwa dia akan mengajukan banding atas vonis.

Sebelumnya Markus Sawian terdakwa pada kasus yang sama, telah dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Sedangkan terdakwa pertama George Simyapen 26 tahun, Tergugat II Yosef Wamaer dua tahun dan Yosef Arwakom 1.8 tahun, di penjara.

Berkas terdakwa Johanis Boserem, sementara itu, telah dikembalikan ke jaksa karena terdakwa terbukti terganggu jiwanya.

Dalam pertimbangan mereka, para hakim menyatakan bahwa kegiatan mereka telah mengancam eksistensi Negara Kesatuan Indonesia.

Para hakim sementara telah memerintahkan pemberantasan barang bukti termasuk bendera Bintang Kejora, revolver, kostum militer, 39 peluru, bom buatan sendiri dan beberapa orang lain.

Para hakim menilai, pengibaran bendara Bintang Kejora sebagai lambang Negara Papua itu menganggu kesatuan NKRI sehingga tidak diperbolehkan untuk dikibarkan dalam NKRI.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah, kapan akan diakui “Bintang Kejora” sebagai lambang Daerah Papua? Berapa banyak orang yang akan korban demi Bintang Kejora? Dan berapa porsen dosa akan di panen oleh negara karena “bintang Kejora”.? Atau, apakah negara mampu menanggung dosa-dosa politik yang selama ini panen di bumi Papua terhadap alam Papua dan manusia Papua?. Jawabannya ada di Surga. (Bidaipouga)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar