Pages

Pages

Minggu, 19 Januari 2014

TV Belanda Filmkan Operasi Prabowo di Papua

Liputan6 .Kisah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto menarik minat stasiun televisi nasional Belanda. Sebuah film dokumenter pun dibuat untuk menampilka kisah penyanderaan dan pembebasan 2 warga negara Belanda, Martha Klein dan Mark van der Wal di Mapenduma, Papua, oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 1996 silam.

Film itu ditampilkan dengan judul Gegijzeld in Indonesie. Dalam film diceritakan, kala itu 2 warga Belanda yang tergabung dalam sebuah ekspedisi ‘Ekspedisi Lorenz’ disekap bersama 11 orang lainnya oleh OPM pimpinan Kelly Kwalik.

Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang kala itu dipimpin Prabowo, memberikan mandat dalam operasi pembebasan Sandra Mapeduma.

“Sebagai pimpinan TNI dengan pangkat tertinggi di lapangan waktu itu, Danjen Kopassus Prabowo Subianto adalah prajurit yang bertanggung jawab penuh atas ‘Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma’,” kata Koordinator Media Center Prabowo, Budi Purnomo Karjodihardjo dalam pesan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (11/1/2014).

“Walaupun dihadapkan dengan medan yang sangat sulit dan peta yang minim, Prabowo pada bulan Mei 1996 berhasil membuktikan ketangguhan Kopassus dalam menyelesaikan operasi sulit dan menjaga martabat bangsa Indonesia,” tutur Budi.

Film ini kemudian diunggah dengan judul yang sama ke dalam situs YouTube.
Advokasinya terhadap kasus penembakan di mile 62-63 Mimika, menurut Ferry Marisan empat orang aktifis Elsham, yakni John Rumbiak, Paula Makabori, Demmy Bebari dan Andy Tagihuma dikategorikan oleh Kejaksaan Agung Amerika Serikat, sebagai pendukung teroris melabelkan TPN/OPM sebagai salah satu kelompok teroris di dunia.‘’Elsham Papua juga dianggap sebagai agen-agen separatis politik di Indonesia. Elsham Papua digugat oleh Kodam XII/Trikora dalam kasus pencemaran nama baik,’’ ungkapnya dalam pres releasenya.

Sedangkan kegagalannya, menurut Ferry Marisan diantaranya adalah pada kasus pembunuhan atas Theys H Eluay, dimana keluarga Theys mengalihkan kuasa kepada lembaga lain serta sejumlah kasus yang mengarah pada pelanggaran HAM lainnya.

‘’Elsham Papua gagal mendorong penyelidikan lebih lanjut terhadap kasus pelanggaran HAM di Mapenduma, Bella, Alama, Nggeleslama dan Mbua,’’ ungkap Ferry Marisan.

Dan untuk penyelesaian secara komprehensif atas permasalahan di Papua dan Papua Barat, Elsham mengeluarkan tiga harapan kepada pemerintah Indonesia. Ketiga harapan tersebut antara lain pertama, Pemerintah Indonesia bertangungjawab menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua secara menyeluruh dan komprehensif, kedua Pemerintah Indinesia harus mengurangi jumlah pasukan ke Papua, dank e tiga, Pemerintah Indonesia secara arif dan bijaksana member ruang yang terbuka dan demokratis dalam rangka dialog penyelesaian konflik di Papua.

Saat ditanya tentang harapan untuk melakukan pengurangan jumlah pasukan TNI/Polri yang bertentangan dengan komentar Kepala Kampung Purleme Sem Telenggen yang mengungkapkan bahwa situasi di kampungnya selalu diresahkan oleh ulah kelompok bersenjata yang semakin liar mengganggu masyarakat setelah sejumlah pos TNI-Polri kosong hingga terakhir mengakibatkan dua karyawan PT Modern di Puncak Jaya tewas ditembak kelompok tersebut pada 13 April 2010, Ferry Marisan meragukan kemurnian keterangan kepala kampong tersebut.

‘’ Terkait dengan pernyataan kepala kampung itu bahwasannya kita harus melihat secara rasional. Apakah di lapangan itu keberadaan TNI itu membuat situasi akan aman atau justru memicu konflik di masyarakat. Karena banyak rakyat sipil yang merasa tidak aman karena kalau ke kebun harus minta ijin dari TNI, harus lapor. Pulang juga harus lapor itu yang membuat orang jadi tidak bebas untuk berbuat. Jadi itu sudh melangar hak-hak orang untuk kebebasan itu. Jadi bagi saya pernyataan kepala kampung itu harus dilihat bahwa apakah memang itu dia yang buat atau orang lain yang buat lalu dia baca. Itu yang harus kita lihat baik-baik,’’ terangnya.

Ketika ditanya hal kongkrit dalam upaya penyelesaian masalah papua secara komprehensif, Ferry marisan mengatakan bahwa kasus-kasus yang didalamnya terdapat pelanggaran ham harus didorong agar sampai pada vonis hakim pengadilan HAM. ‘’Misalnya kasus wamena dan wasior itu mesti didorong sampai tingkat pengadilan HAM,’’ ungkapnya.

Dikatakan juga bahwa yang sangat penting adalah bagaimana penanganan para korban perlanggaran HAM di Papua. ‘’Tapi yang juga tidak kalah penting bahwa para korban pelanggaran ham itu mesti mendapat perhatian dari pemerintah. Ganti rugi mungkin. Mereka mendapat perlakuan yang layak seperti orang-orang lain. Selama ini para korban pelanggaran HAM itu kan tidak mendapat tempat yang layak di mata pemerintah,’’ lanjutnya.

Sedangkan tentang dialog yang diinginkan Elsham, Ferry Marisan mengatakan bahwa pihaknya hanya menginginkan ada ruang bagi masyarakat Papua untuk bicara secara terbuka kepada pemerintah. ‘’Disini tidak bicara dialog Papua-Jakarta, tetapi musti ada ruang yang terbuka oleh pemerintah Jakarta untuk orang Papua dulu yang bicara. Jadi bukan berarti dialog yang sekarang dibicarakan antara Papua dengan Jakarta. Akan tetapi ada ruang yang terbuka oleh pemerintah Jakarta yang terbuka secara menyeluruh sesuai dengan yang terjadi di Papua, entah itu politik, sosial, ekonomi dan lain-lain.
 

1 komentar:

  1. Prabowo memang memiliki segudang prestasi, namun sayang tidak banyak orang yang tahu karena sudah terlalu parah fitnah-fitnah yang ditujukan pada tokoh bangsa Indonesia yang satu ini. Maju terus Pak Bowo, kalau sudah jadi presiden tolong buat Indonesia menjadi macan asia.

    BalasHapus