KNPB: Referendum Jangan Jadi Alat Bargaining Otsus Plus
Logo KNPB
JAYAPURA
– Pernyataan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe, S.I.P., M.H., yang
mengisyaratkan jika Pemerintah Pusat tidak menyetujui Draft UU Otsus
Plus, maka itu sama saja rakyat Papua meminta referendum sebagaimana
hasil rekomendasi Majelis Rakyat Papua (MRP), ditanggapi serius Ketua I
KNPB, Agus Kosay.
Ia menyatakan, jika seorang Gubernur dan MRP mempunyai
power tidak perlu memboncengi isu yang lain, seperti isu referendum
sebagai nilai tawar (bargaining) ke Pemerintah Indonesia.
Kemudian, yang
menjadi penyesalan pihaknya adalah kenapa sejak draft Otsus dan Otsus
Plus disusun tidak melibatkan semua komponen rakyat Papua Barat, dan
diputuskan bersama rakyat Papua Barat. “Kalau ada, kasih tahu,
disepakati dalam forum apa dan sejak kapan disampaikan ke Pemerintah
Provinsi Papua untuk dijadikan acuan Otsus Plus itu,” ungkapnya kepada
Bintang Papua di Ekspo Waena, Kamis, (16/1).
Menurutnya, Otsus pada
jaman Mantan Ketua Presidium Dewan Adat Papua, Theys Hiyo Eluay
diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada rakyat Papua sebagai nilai tawar
atas tuntutan kemerdekaan rakyat Papua, namun, kemudian Otsus dinilai
gagal dan kemudian ditolak oleh rakyat Papua dan dikembalikan ke
Pemerintah Pusat.
Sehingga disini dipertanyakan kenapa harus ada Otsus
Plus, yang mana referendum dijadikan alat untuk bargaining ke Pemerintah
Pusat. “Kami minta kepada Pemerintah Pusat, untuk jangan sertamerta
menerima tawaran yang disampaikan oleh Gubernur Lukas Enembe. Kami KNPB
atas nama rakyat Papua Barat meminta kepada para pejabat di Provinsi
Papua bahwa jika minta sesuatu ke Jakarta, jangan lagi memboncengi
dengan isu Papua Merdeka/referendum,” tegasnya. Pasalnya, referendum
bukan tempat/lahan untuk mencari makan dan minum serta untuk mencari
jabatan.
Karena referendum itu sama saja dengan perjuangan Papua Merdeka
untuk memisahkan diri dari Negera Indonesia, melalui forum resmi
internasional. Ini yang harus diketahui oleh gubernur dan MRP bersama
jajarannya. Berikutnya, pernyataan Gubernur Lukas Enembe yang mengajak
rakyat Papua untuk melupakan sejarah massa lalu.
Ini juga sangat
disayangkan KNPB atas sikap Gubernur Lukas Enembe didepan anggota
delegasi MSG. Persoalannya bahwa sejarah mencatat, kasus pembunuhan,
pembatantaian, pemerkosaan dan berbagai cara kebiadaban yang terjadi di
atas tanah Papua ini, sehingga rakyat Papua itu binantang, jadi massa
lalu harus dilupakan? Menurutnya, perjuangan yang selama ini
diperjuangkan KNPB bersama rakyat Papua bukan untuk meminta
kesejahteraan, pembangunan ekonomi. Sama sekali itu tidak!.
Karena
rakyat Papua sudah bersekolah dan pintar, sehingga sudah mengerti siapa
itu Indonesia, maka rakyat Papua berjuangan untuk ideologi Bangsa Papua
Barat untuk penentuan nasib sendiri, sesuai dengan keputusan KTT MSG.
Bahkan diseluruh dunia membicarakan bagaimana penentuan nasib sendiri
itu bisa terlaksana melalui mekanisme internasional. “Saya pesan kepada
rakyat Papua untuk jangan terprofokasi dengan isu-isu yang dibangun oleh
Pemerintah NKRI yang ada di Tanah Papua Barat dan kaki tangannya.
Jangan kita rakyat Papua pesimis dengan kedatangan MSG, tetapi harus
tetap optimis memperjuangkan apa yang menjadi keinginan rakyat Papua
sampai penentuan nasib sendiri,”tukasnya. Ditempat yang sama, Anggota
KNPB, Dani Yohanes, menandaskan, Gubernur, MRP dan Pangdam harus membaca
dan merenungkan dan juga sampaikan kepada Kapolda Papua bahwa didalam
Kitab Yesaya, 8:10, menyatakan, buatlah rancangan tetapi gagal juga,
buatlah rencana tapi tidak akan terlaksana juga, sebab Allah menyertai
kami. Artinya, Allah menyertai rakyat Papua, dengan demikian kebenaran
itu akan tetap terjadi. Berikutnya, para pejabat di atas Tanah Papua,
seperti gubernur, bupati/wali kota, anggota dewan, anggota MRP dan
lainnya mendapatkan jabatan, dan juga pemekaran berlangsung itu karena
akibat dari perjuangan rakyat Papua berteriak merdeka. Jadi hendaklah
menghargai rakyat Papua, TPN/OPM dan aktifis Papua Merdeka. Ketua MRP
Timotius Murib ketika dikonfirmasi terpisah mengutarakan, pihaknya telah
memasukan masalah krusial yakni Pasal 299 dalam Draf UU Otsus Plus yang
menetapkan bahwa pemerintah wajib menerima semua pasal yang ada dalam
regulasi tersebut.
Ditambahkan Timotius Murib, Draf Otsus Plus
digulirkan Pemprov Papua untuk menggantikan UU Otsus No. 21 Tahun 2001,
karena dianggap kurang memberikan kewenangan bagi Provinsi Papua dan
Papua Barat untuk mengatur pemerintahan dan keuangannya. “Pasal 299
wajib dimasukan dalam RUU tersebut karena menjadi pengawas bagi
pemerintah untuk serius melaksanakan Otsus di Papua,” ujar Timotius
Murib. Karena itu, tandas Timotius Murib, pihaknya mengharapkan
pemerintah pusat menerima Draf UU Otsus Plus yang telah disiapkan
Pemprov Papua melalui pertimbangan MRP. Pasalnya, Draf UU Otsus terdapat
Pasal 299, apabila Otsus Plus tak berhasil dilaksanakan, maka rakyat
Papua berhak mengajukan referendum.
“Apabila pemerintah mengurangi atau
menghilangkan pasal 299 yang tercantum dalam Draf UU Otsus Plus,
pihaknya akan mengadakan sidang paripurna istimewa untuk melaksanakan
referendum bagi warga Papua sekaligus memisahkan diri dari NKRI,” tegas
Timotis Murib. Sementara itu, Ketua Umum DPP Barisan Merah Putih Papua
Ramses Ohee menuturkan, pihaknya menolak sikap Gubernur Papua Lukas
Enembe, S.I.P., M.H., yang menyatakan apabila Draf UU Otsus Plus ditolak
berarti referendum di Papua. Sebab bisa saja draf Otsus plus itu belum
semuanya disetujui pusat.
“Jika Draf UU Otsus Plus ternyata sebagiannya
belum disetujui Presiden SBY, maka seharusnya terjadi musyawarah dan
mufakat lagi antara legislatif, eksekutif dari Papua bersama pemerintah
pusat merumuskan kembali Draf UU Otsus Plus untuk masa depan rakyat
Papua,” tandas Ramses Ohee. (nls/mdc/don/l03)JAYAPURA – Pernyataan
Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe, S.I.P., M.H., yang mengisyaratkan
jika Pemerintah Pusat tidak menyetujui Draft UU Otsus Plus, maka itu
sama saja rakyat Papua meminta referendum sebagaimana hasil rekomendasi
Majelis Rakyat Papua (MRP), ditanggapi serius Ketua I KNPB, Agus Kosay.
Ia menyatakan, jika seorang Gubernur dan MRP mempunyai power tidak perlu
memboncengi isu yang lain, seperti isu referendum sebagai nilai tawar
(bargaining) ke Pemerintah Indonesia.
Kemudian, yang menjadi penyesalan
pihaknya adalah kenapa sejak draft Otsus dan Otsus Plus disusun tidak
melibatkan semua komponen rakyat Papua Barat, dan diputuskan bersama
rakyat Papua Barat. “Kalau ada, kasih tahu, disepakati dalam forum apa
dan sejak kapan disampaikan ke Pemerintah Provinsi Papua untuk dijadikan
acuan Otsus Plus itu,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Ekspo Waena,
Kamis, (16/1). Menurutnya, Otsus pada jaman Mantan Ketua Presidium Dewan
Adat Papua, Theys Hiyo Eluay diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada
rakyat Papua sebagai nilai tawar atas tuntutan kemerdekaan rakyat Papua,
namun, kemudian Otsus dinilai gagal dan kemudian ditolak oleh rakyat
Papua dan dikembalikan ke Pemerintah Pusat.
Sehingga disini
dipertanyakan kenapa harus ada Otsus Plus, yang mana referendum
dijadikan alat untuk bargaining ke Pemerintah Pusat. “Kami minta kepada
Pemerintah Pusat, untuk jangan sertamerta menerima tawaran yang
disampaikan oleh Gubernur Lukas Enembe. Kami KNPB atas nama rakyat Papua
Barat meminta kepada para pejabat di Provinsi Papua bahwa jika minta
sesuatu ke Jakarta, jangan lagi memboncengi dengan isu Papua
Merdeka/referendum,” tegasnya.
Pasalnya, referendum bukan tempat/lahan
untuk mencari makan dan minum serta untuk mencari jabatan. Karena
referendum itu sama saja dengan perjuangan Papua Merdeka untuk
memisahkan diri dari Negera Indonesia, melalui forum resmi
internasional. Ini yang harus diketahui oleh gubernur dan MRP bersama
jajarannya. Berikutnya, pernyataan Gubernur Lukas Enembe yang mengajak
rakyat Papua untuk melupakan sejarah massa lalu. Ini juga sangat
disayangkan KNPB atas sikap Gubernur Lukas Enembe didepan anggota
delegasi MSG.
Persoalannya bahwa sejarah mencatat, kasus pembunuhan,
pembatantaian, pemerkosaan dan berbagai cara kebiadaban yang terjadi di
atas tanah Papua ini, sehingga rakyat Papua itu binantang, jadi massa
lalu harus dilupakan? Menurutnya, perjuangan yang selama ini
diperjuangkan KNPB bersama rakyat Papua bukan untuk meminta
kesejahteraan, pembangunan ekonomi. Sama sekali itu tidak!. Karena
rakyat Papua sudah bersekolah dan pintar, sehingga sudah mengerti siapa
itu Indonesia, maka rakyat Papua berjuangan untuk ideologi Bangsa Papua
Barat untuk penentuan nasib sendiri, sesuai dengan keputusan KTT MSG.
Bahkan diseluruh dunia membicarakan bagaimana penentuan nasib sendiri
itu bisa terlaksana melalui mekanisme internasional. “Saya pesan kepada
rakyat Papua untuk jangan terprofokasi dengan isu-isu yang dibangun oleh
Pemerintah NKRI yang ada di Tanah Papua Barat dan kaki tangannya.
Jangan kita rakyat Papua pesimis dengan kedatangan MSG, tetapi harus
tetap optimis memperjuangkan apa yang menjadi keinginan rakyat Papua
sampai penentuan nasib sendiri,” tukasnya. Ditempat yang sama, Anggota
KNPB, Dani Yohanes, menandaskan, Gubernur, MRP dan Pangdam harus membaca
dan merenungkan dan juga sampaikan kepada Kapolda Papua bahwa didalam
Kitab Yesaya, 8:10, menyatakan, buatlah rancangan tetapi gagal juga,
buatlah rencana tapi tidak akan terlaksana juga, sebab Allah menyertai
kami. Artinya, Allah menyertai rakyat Papua, dengan demikian kebenaran
itu akan tetap terjadi.
Berikutnya, para pejabat di atas Tanah Papua,
seperti gubernur, bupati/wali kota, anggota dewan, anggota MRP dan
lainnya mendapatkan jabatan, dan juga pemekaran berlangsung itu karena
akibat dari perjuangan rakyat Papua berteriak merdeka. Jadi hendaklah
menghargai rakyat Papua, TPN/OPM dan aktifis Papua Merdeka.
Ketua MRP
Timotius Murib ketika dikonfirmasi terpisah mengutarakan, pihaknya telah
memasukan masalah krusial yakni Pasal 299 dalam Draf UU Otsus Plus yang
menetapkan bahwa pemerintah wajib menerima semua pasal yang ada dalam
regulasi tersebut.
Ditambahkan Timotius Murib, Draf Otsus Plus
digulirkan Pemprov Papua untuk menggantikan UU Otsus No. 21 Tahun 2001,
karena dianggap kurang memberikan kewenangan bagi Provinsi Papua dan
Papua Barat untuk mengatur pemerintahan dan keuangannya. “Pasal 299
wajib dimasukan dalam RUU tersebut karena menjadi pengawas bagi
pemerintah untuk serius melaksanakan Otsus di Papua,” ujar Timotius
Murib. Karena itu, tandas Timotius Murib, pihaknya mengharapkan
pemerintah pusat menerima Draf UU Otsus Plus yang telah disiapkan
Pemprov Papua melalui pertimbangan MRP. Pasalnya, Draf UU Otsus terdapat
Pasal 299, apabila Otsus Plus tak berhasil dilaksanakan, maka rakyat
Papua berhak mengajukan referendum.
“Apabila pemerintah mengurangi atau
menghilangkan pasal 299 yang tercantum dalam Draf UU Otsus Plus,
pihaknya akan mengadakan sidang paripurna istimewa untuk melaksanakan
referendum bagi warga Papua sekaligus memisahkan diri dari NKRI,” tegas
Timotis Murib. Sementara itu, Ketua Umum DPP Barisan Merah Putih Papua
Ramses Ohee menuturkan, pihaknya menolak sikap Gubernur Papua Lukas
Enembe, S.I.P., M.H., yang menyatakan apabila Draf UU Otsus Plus ditolak
berarti referendum di Papua.
Sebab bisa saja draf Otsus plus itu belum
semuanya disetujui pusat. “Jika Draf UU Otsus Plus ternyata sebagiannya
belum disetujui Presiden SBY, maka seharusnya terjadi musyawarah dan
mufakat lagi antara legislatif, eksekutif dari Papua bersama pemerintah
pusat merumuskan kembali Draf UU Otsus Plus untuk masa depan rakyat
Papua,”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar