Pages

Pages

Kamis, 09 Januari 2014

Apa Kabar Papua: 2013-2014

 Oleh: Arkilaus Baho

Tahun 2013 telah usai, kini kita memasuki tahun 2014. Perjalanan tahun 2013 sudah diketahui. sementara 2014, masih misteri. Walaupun, beberapa arah kebijakan masih tetap tidak berubah. Polemik Papua tak jauh beda dengan seluruh Indonesia. Masalah kedaulatan, suatu persoalan kekinian kita semua. 

Khusus untuk Papua, penanganannya masih sebatas lanjutan agenda lama yang diperbaharui. Salah satu dari rangkaian, dinasti internasionalisasi masalah Papua, kehadiran AS dan sekutunya ke Papua, melibatkan kebijakan luar negeri yang akhirnya menistakan masalah akut bagi Tanah Papua. Para bandit ini mengelurkan berbagai regulasi seperti kontrak karya freeport, proses pepera, operasi militer (DOM) dan otonomi khusus.
 
2013 masih ada penerapan otsus, operasi militer, persoalan seputar freeport. Penetrasi sekutu AS ke Papua belum mampu menyelesaikan masalah. Adanya korban sipil, tumpang tindih birokrasi, pertanggungjawaban negara terkait hegemoni tambang. Otsus Papua menjadikan negri ini sebagai ladang eksploitasi, kran bagi pembukaan akses pertambangan asing yang meningkat. Sementara operasi militer, melebarkan benih kebencian terhadap Indoneisa. 

Apa Kabar Papua 2013
Sudah banyak diulas pada artikel disini. Noam Chomsky menyebut genosida Papua Karena Skandal Negara Barat. Negara-negara barat mengamini penindasan karena ingin keruk alam Papua, Kata Noam Chomsky, Dalam sebuah wawancara yang muncul di YouTube, dengan judul, Noam Chomsky On West Papua Indepencence. Profesor emeritus Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat, itu menyebut genosida sedang terjadi di Papua.

“Bagaimana kita kemudian mengabaikan ratusan ribu orang Papua Barat yang telah secara brutal dipukuli dan dibunuh? Lanjut Kalosil, orang-orang Papua Barat berharap kepada PBB sebagai harapan tertinggi. Jelas dari banyak catatan sejarah bahwa orang Melanesia Papua Barat adalah kambing hitam politik perang dingin dan dikorbankan untuk memuaskan nafsu makan untuk sumber daya alam yang memiliki negara ini, kata Mr Kalosil. Hari ini mereka masih menjadi korban ketidaktahuan PBB.
 
Rakyat Papua Barat masih terikat oleh kehendak dari imperialisme dan kolonialisme, sehingga kita tidak bisa terus menyangkal hak-hak mereka, sehingga saya sebut pada upaya kita bersama untuk mendukung perjuangan mereka-Prime Minister Vanuatu.

Sidang tahunan Perserikatan Bangsa Bangsa, 28 September 2013, ketika perdana menteri Vanuatu, Moana Karkas Kalosil, mengajak debat forum Majelis Tinggi PBB. Hari ini, Vanuatu meminta PBB untuk menunjuk seorang Wakil Khusus untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia di propinsi Papua Indonesia, dan status politik mereka. Pidato dari salah satu negara di Pasifik tersebut oleh Perdana Menteri telah menyatakan bahwa Papua Barat telah secara konsisten membantah pengakuan PBB (terkait hasil PEPERA).
 
Marty Natalegawa menjawab pertanyaan Natalia Santi dari Tempo, dalam wawancara terbatas di Jakarta, Jumat sore, 20 Desember 2013. “Kenyataannya, perkembangan dalam beberapa tahun terakhir dari dimensi luar negeri jauh lebih terkelola dibandingkan di masa lalu. Pihak yang meragukan tidak ada di tingkat negara, kecuali satu, yaitu Vanuatu. Itu pun karena masalah politik domestik mereka”.

Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral seharusnya berani menekan freeport, caranya, belajar dari para pekerja yang telah berhasil membawa manajemen perusahaan duduk dan teken PKB. Apa penyebabnya? karena para pekerja punya kemampuan hitung penghasilan freeport yang jauh melebihi standar gaji mereka. Perusahaan pun lunak. Ditambah dengan gerakan penutupan tambang sebagai wujud menyatakan sikap yang nyata.
 
Pada periode sekarang, negosiasi alot antara pemerintah Indonesia dengan PT.Freeport Indonesia, belum mencapai kesepakatan. Freeport ingin penundaan divestasi (smelter) hingga 5 tahun, sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia mendesak kementerian ESDM selaku pemerintah agar patuh dengan UU N0.4 Tahun 2009.

Pertarungan keduanya (perusahaan dengan negara), dari sejarahnya terus memicu konflik. Sewaktu kontrak karya ke-II hendak di teken, operasi militer digencarkan didaerah freeport dengan tuduhan GPK. Sekarang, penembakan di areal freeport kembali memuncak. Curiganya, gangguan keamanan berujung pada kelalaian dua pihak. dapat anda simak isi artikel (pasal) 19 ayat 1 tentang Force Majeure. 

Lembaha HAM di Hongkong baru-baru ini mengeluarkan daftar pembantaian orang Papua di seputar pegunungan tengah, masa dimana Freeport sudah teken kontrak dengan Suharto. Tragedi Jila, Bama, Wamena dan seterusnya, oleh AHCR, operasi tersebut dibantu oleh Negara Australia. AHRC bilang pemerintah Indonesia harus minta maaf kepada Rakyat Papua.

Selanjutnya, 136 artikel tahun 2013, ada 22 artikel regional soal Papua. 17 artikel tentang hukum. bisnis dan industri, politik dan luar negeri, ada 15 artikel. Sejarah dan hankam ada tercatat 6 artikel. Sosok 11 artikel, catatan harian 7 dan bola 10 artikel.

2014?
Dalam tanda tanya, namun masih seputar persoalan; otsus, freeport, kekerasan militer, tuntutan kemerdekaan dan kampanye masalah Papua di luar negeri. Akankan momentum 2013 yang dicatat diatas berulang lagi. Dimana salah satu unit otsus, UP4B habis di tahun 2014, segudang usulannya soal Papua seperti infranstruktur terus mendapat tantangan untuk diaplikasikan. Belum lagi konpensasi smelter kepada freeport yang jatuh tempo 12 Januari 2014. Apakah kubu pemerintah Indonesia akan melunak kepada permintaan perusahaan atau tetap teguh dengan implementasu UU Minerba. 

Urusan aspirasi penyelesaian masalah Papua tetap menjadi alat penyelesaian masalah Papua yang tahun 2013 belum terwujud. Aplikasi Papua pada Forum Melanesian Spearhead Groub, Permintaan Misi Khusus dari PBB ke Papua oleh negara Vanuatu, mungkinkah akan bertambah negara pendukung Papua pada tahun 2014 ini? Segala upaya dukungan kepada Papua akan menjurus pada penyelesaian masalah.

Selamat Tahun Baru 2014

Sumber: www.regional.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar