Oleh: Arkilaus Baho
Tahun 2013 telah usai, kini kita memasuki tahun 2014. Perjalanan tahun 2013
sudah diketahui. sementara 2014, masih misteri. Walaupun, beberapa arah
kebijakan masih tetap tidak berubah. Polemik Papua tak jauh beda dengan seluruh
Indonesia. Masalah kedaulatan, suatu persoalan kekinian kita semua.
Khusus untuk Papua, penanganannya masih sebatas lanjutan agenda lama yang
diperbaharui. Salah satu dari rangkaian, dinasti internasionalisasi masalah
Papua, kehadiran AS dan sekutunya ke Papua, melibatkan kebijakan luar negeri
yang akhirnya menistakan masalah akut bagi Tanah Papua. Para bandit ini
mengelurkan berbagai regulasi seperti kontrak karya freeport, proses pepera,
operasi militer (DOM) dan otonomi khusus.
2013 masih ada penerapan otsus, operasi militer, persoalan seputar
freeport. Penetrasi sekutu AS ke Papua belum mampu menyelesaikan masalah.
Adanya korban sipil, tumpang tindih birokrasi, pertanggungjawaban negara
terkait hegemoni tambang. Otsus Papua menjadikan negri ini sebagai ladang
eksploitasi, kran bagi pembukaan akses pertambangan asing yang meningkat.
Sementara operasi militer, melebarkan benih kebencian terhadap Indoneisa.
Apa Kabar Papua 2013
Sudah banyak diulas pada artikel disini. Noam Chomsky menyebut genosida
Papua Karena Skandal Negara Barat. Negara-negara barat mengamini penindasan
karena ingin keruk alam Papua, Kata Noam Chomsky, Dalam sebuah wawancara yang
muncul di YouTube, dengan judul, Noam Chomsky On West Papua Indepencence.
Profesor emeritus Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat,
itu menyebut genosida sedang terjadi di Papua.
“Bagaimana kita kemudian mengabaikan ratusan ribu orang Papua Barat yang
telah secara brutal dipukuli dan dibunuh? Lanjut Kalosil, orang-orang Papua
Barat berharap kepada PBB sebagai harapan tertinggi. Jelas dari banyak catatan
sejarah bahwa orang Melanesia Papua Barat adalah kambing hitam politik perang
dingin dan dikorbankan untuk memuaskan nafsu makan untuk sumber daya alam yang
memiliki negara ini, kata Mr Kalosil. Hari ini mereka masih menjadi korban
ketidaktahuan PBB.
Rakyat Papua Barat masih terikat oleh kehendak dari imperialisme dan
kolonialisme, sehingga kita tidak bisa terus menyangkal hak-hak mereka,
sehingga saya sebut pada upaya kita bersama untuk mendukung perjuangan
mereka-Prime Minister Vanuatu.
Sidang tahunan Perserikatan Bangsa Bangsa, 28 September 2013, ketika
perdana menteri Vanuatu, Moana Karkas Kalosil, mengajak debat forum Majelis
Tinggi PBB. Hari ini, Vanuatu meminta PBB untuk menunjuk seorang Wakil Khusus
untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia di propinsi Papua
Indonesia, dan status politik mereka. Pidato dari salah satu negara di Pasifik
tersebut oleh Perdana Menteri telah menyatakan bahwa Papua Barat telah secara
konsisten membantah pengakuan PBB (terkait hasil PEPERA).
Marty Natalegawa menjawab pertanyaan Natalia Santi dari Tempo, dalam
wawancara terbatas di Jakarta, Jumat sore, 20 Desember 2013. “Kenyataannya,
perkembangan dalam beberapa tahun terakhir dari dimensi luar negeri jauh lebih
terkelola dibandingkan di masa lalu. Pihak yang meragukan tidak ada di tingkat
negara, kecuali satu, yaitu Vanuatu. Itu pun karena masalah politik domestik
mereka”.
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral seharusnya berani menekan
freeport, caranya, belajar dari para pekerja yang telah berhasil membawa
manajemen perusahaan duduk dan teken PKB. Apa penyebabnya? karena para pekerja
punya kemampuan hitung penghasilan freeport yang jauh melebihi standar gaji
mereka. Perusahaan pun lunak. Ditambah dengan gerakan penutupan tambang sebagai
wujud menyatakan sikap yang nyata.
Pada periode sekarang, negosiasi alot antara pemerintah Indonesia dengan
PT.Freeport Indonesia, belum mencapai kesepakatan. Freeport ingin penundaan
divestasi (smelter) hingga 5 tahun, sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia
mendesak kementerian ESDM selaku pemerintah agar patuh dengan UU N0.4 Tahun
2009.
Pertarungan keduanya (perusahaan dengan negara), dari sejarahnya terus
memicu konflik. Sewaktu kontrak karya ke-II hendak di teken, operasi militer
digencarkan didaerah freeport dengan tuduhan GPK. Sekarang, penembakan di areal
freeport kembali memuncak. Curiganya, gangguan keamanan berujung pada kelalaian
dua pihak. dapat anda simak isi artikel (pasal) 19 ayat 1 tentang Force
Majeure.
Lembaha HAM di Hongkong baru-baru ini mengeluarkan daftar pembantaian orang
Papua di seputar pegunungan tengah, masa dimana Freeport sudah teken kontrak
dengan Suharto. Tragedi Jila, Bama, Wamena dan seterusnya, oleh AHCR, operasi
tersebut dibantu oleh Negara Australia. AHRC bilang pemerintah Indonesia harus
minta maaf kepada Rakyat Papua.
Selanjutnya, 136 artikel tahun 2013, ada 22 artikel regional soal Papua. 17
artikel tentang hukum. bisnis dan industri, politik dan luar negeri, ada 15
artikel. Sejarah dan hankam ada tercatat 6 artikel. Sosok 11 artikel, catatan
harian 7 dan bola 10 artikel.
2014?
Dalam tanda tanya, namun masih seputar persoalan; otsus, freeport,
kekerasan militer, tuntutan kemerdekaan dan kampanye masalah Papua di luar
negeri. Akankan momentum 2013 yang dicatat diatas berulang lagi. Dimana salah
satu unit otsus, UP4B habis di tahun 2014, segudang usulannya soal Papua
seperti infranstruktur terus mendapat tantangan untuk diaplikasikan. Belum lagi
konpensasi smelter kepada freeport yang jatuh tempo 12 Januari 2014. Apakah
kubu pemerintah Indonesia akan melunak kepada permintaan perusahaan atau tetap
teguh dengan implementasu UU Minerba.
Urusan aspirasi penyelesaian masalah Papua tetap menjadi alat penyelesaian
masalah Papua yang tahun 2013 belum terwujud. Aplikasi Papua pada Forum
Melanesian Spearhead Groub, Permintaan Misi Khusus dari PBB ke Papua oleh
negara Vanuatu, mungkinkah akan bertambah negara pendukung Papua pada tahun
2014 ini? Segala upaya dukungan kepada Papua akan menjurus pada penyelesaian
masalah.
Selamat Tahun Baru 2014
Sumber: www.regional.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar