Ketua AJI Victor Mambor Jayapura dan Zely Ariane saat menyampaikan situasi kebebasan Pers di Papua di hadapan sub komisi HAM parlemen Uni Eropa (Dok. EU) |
Sekelompok aktivis telah berbicara tentang situasi hak asasi manusia
(HAM) di Provinsi Papua Barat dan Propinsi Papua di Sidang Sub-komite
HAM Parlemen Eropa.
Tiga aktivis, dua diantaranya adalah warga Indonesia, menjadi
pembicara tamu di sidang komite itu yang diadakan dari Rabu hingga Kamis
di Brussels, Belgia.
Para aktivis itu adalah Zely Ariane dari National Papua Solidarity (Napas) berbasis di Jakarta, Victor Mambor dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) cabang Jayapura dan Norman Voss dari Internasional Coalition for Papua (ICP) yang berbasis di Jerman.
Pihak pemerintah Indonesia diwakili oleh Duta Besar Indonesia untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa Arif Havas Oegroseno.
Dalam forum itu, rekaman video bisa dilihat di situs
europarl.europa.eu dimana para aktivis menyuarakan keprihatinan mereka
mengenai kasus-kasus HAM yang belum terselesaikan di Papua dan
terbatasnya akses wartawan asing dan LSM untuk wilayah paling timur
Indonesia itu.
“Masih ada standar ganda di Papua dan daerah lain di Indonesia
terkait kebebasan pers dan penerapan UU Pers,” kata Mambor di forum itu.
Dalam pernyataan tertulisnya kepada forum itu, yang dikirim untuk The Jakarta Post, ia mengatakan bahwa AJI telah mendokumentasikan 22 kasus ancaman dan kekerasan terhadap para jurnalis di Papua tahun 2013.
Sementara itu, Zely mengatakan kepada sidang itu bahwa “pemerintah Indonesia harus mengakui bahwa situasi HAM di Papua serius”.
Dia menyerukan kepada Uni Eropa untuk menekan pemerintah Indonesia untuk menegakkan komitmen mereka untuk dialog dengan Papua.
Norman menyerukan pembebasan semua tahanan politik di Papua dan kunjungan komite HAM PBB ke Papua sangat diperlukan.
“Papua harus terbuka dan norma-norma HAM internasional diterapkan
bagi Papua. Damai berkelanjutan tidak bisa diharapkan dalam iklim
ketakutan dan represi akibat perbedaan pendapat politik,” katanya.
“Kami datang (ke sidang) untuk menjelaskan versi kami tentang apa
yang sebenarnya terjadi di Papua dan meminta dukungan dari Parlemen Uni
Eropa membantu menegakkan keadilan dan perdamaian di Papua,” kata Zely
kepada The Jakarta Post setelah meninggalkan Brussels.
“Kami berharap bahwa presentasi kami akan mendorong Parlemen Uni
Eropa untuk mendukung seruan kepada pemerintah Indonesia, serta anggota
parlemen, untuk benar-benar melindungi dan menegakkan hak-hak orang
Papua, serta mewujudkan dialog damai di antara Pusat dan Papua,”
katanya.
Dalam berkas 16 halaman yang disampaikan oleh para aktivis pada
komite itu, aktivis juga mengkritik akses terbatas yang menghambat
diplomat asing yang mencoba untuk menilai situasi di Papua, seraya
mencontohkan kunjungan tertutup para menteri luar negeri dari Melanesian Spearhead Group (MSG) belum lama ini.
Sumber: The Jakarta Post
Tidak ada komentar:
Posting Komentar