Pages

Pages

Minggu, 26 Januari 2014

AKSES KE PAPUA DAN PELANGGARAN HAM DIANGKAT DALAM SIDANG PARLEMEN UNI EROPA

Ketua AJI Jayapura saat menyampaikan situasi kebebasan Pers di Papua di hadapan sub komisi HAM parlemen Uni Eropa (Dok. EU)

Jayapura, 23/1 (Jubi) – Hari ini (23/1) subkomite hak asasi manusia dari parlemen Uni Eropa di Brussels mengadakan sidang dengar pendapat tentang situasi hak asasi manusia di Papua Barat , Indonesia, pukul 11.15 – 12.45 waktu setempat.

Selama pertemuan satu jam, ketua sidang memberikan gambaran laporan hak asasi manusia yang telah mereka terima dalam persiapan untuk pertemuan tersebut. Ketua sidang mengatakan sekelompok besar LSM HAM nasional dan internasional telah mengirimkan surat kepada anggota subkomite HAM Parlemen Uni Eropa.

Victor Mambor dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Jayapura, menyampaikan daftar kasus intimidasi dan kekerasan terhadap wartawan di Papua selama lima tahun terakhir dan menyerukan kepada Uni Eropa untuk menjamin perlindungan kepada wartawa dan kebebasan pers di Papua.

“Masih ada standar ganda yang diterapkan di Papua dan Indonesia terhadap kebebasan pers dan penerapan Undang-Undang Pokok Pers, No. 40 Tahun 1999.” kata Mambor.

Dalam hearing ini, Mambor menjelaskan AJI telah mendokumentasikan 22 kasus ancaman dan kekerasan terhadap jurnalis di Papua pada tahun 2013.

“Kami menyampaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Papua selama lima tahun terakhir, akses jurnalis asing ke Papua dan standar ganda UU Pokok Pers yang diterapkan di Papua terhadap media lokal,” tambah Mambor).

Anggota Parlemen Eropa menekankan bahwa situasi di Papua Barat telah terlalu lama diabaikan dalam diskusi dan menyerukan sebuah keterlibatan lebih dekat.

Menurut Victor Mambor, sidang dengar pendapat ini digagas oleh Leonidas Donsky, anggota Parlemen Uni Eropa dari Finlandia. Donsky merasa perlu mendapatkan informasi terkini tentang situasi HAM di Papua, sebelum Uni Eropa menyetujui kerjasama baru dengan Indonesia. Ana Maria Gomes, anggota Parlemen Uni Eropa dari Portugal, lanjut Mambor, juga mengatakan awal pekan ini, urusan luar negeri komite parlemen Uni Eropa akan mengadopsi laporan tentang situasi HAM di Papua yang dilaporkan sebelum hearing, untuk menyiapkan kemitraan dan kerjasama kesepakatan antara Indonesia dan Uni Eropa. Anggota Parlemen Eropa Anamaria Gomes menekankan bahwa perjanjian ini harus menjadi kerangka kerja bagi parlemen untuk melihat lebih jauh ke dalam kondisi di Papua Barat.

Norman Voss, organisasi Hak Asasi Manusia dan Perdamaian untuk Papua, sebuah koalisi internasional dari organisasi berbasis agama dan masyarakat sipil (ICP), menyerukan pembebasan semua tahanan politik di Papua dan mengingatkan kunjungan luar biasa dalam mekanisme HAM PBB ke Papua.

“Papua harus dibuka dan norma-norma hak asasi manusia internasional diterapkan pada orang Papua. Perubahan yang damai dan berkelanjutan tidak bisa diharapkan dalam iklim ketakutan dan represi dari perbedaan pendapat politik . ”

Pada bulan Juni 2013, Komite Hak Asasi Manusia hak-hak sipil dan politik PBB di Jenewa telah mendesak Indonesia untuk mencabut pembatasan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat di Papua.

Zely Ariane dari Solidaritas Nasional Papua di Jakarta menjelaskan bahwa, “pemerintah Indonesia harus mengakui bahwa keadaan hak asasi manusia di Papua serius.”

Dia menyerukan kepada Uni Eropa untuk menekan pemerintah Indonesia agar melanjutkan komitmen mereka untuk melakukan dialog dengan orang Papua. (Jubi/Eveert Joumilena)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar