Wamena (11/12) — Ketua Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua
(PGBP) Pendeta Socratez Sofyan Yoman mengatakan, tingginya intensitas
kekerasan dan stigmatisasi terhadap Orang Asli Papua (OAP) di Papua
karena adanya kepentingan ekonomi dan politik sehingga negara
menggunakan kekuatan kemanan.
“Karena ada kepentingan ekonomi dan politik di Papua sehingga Negara
menggunakan kekuatan keamanan di Papua dengan stigma-stigma separatis,”
kata Pendeta Socratez kepada wartawan di Wamena, Papua, Selasa (11/12)
siang.
Menurut dia, kekerasan hendaknya tidak dilihat secara parsial, tetapi
secara utuh. Karena itu, lanjut dia, sebaiknya pemerintah pusat harus
merefleksi diri, bukan malah ‘berpura-pura’. Dia menuturkan, pelaku
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tidak pernah dihukum.
“Negara ciptakan konflik di mana-mana, menaruh bom dimana-mana,
supaya Brimob (Brigade Mobil) dan Densus (Detasemen Khusus) dapat uang.
Belakangan ada temukan bom di mana-mana. Itu bukan dilakukan orang asli
Papua,” lanjut Pendeta Socratez
Kekerasan di Papua, lanjut dia, diciptakan oleh orang-orang tertentu
untuk mendaptkan posisi dan uang. Karena kata dia, selama ini perjuangan
orang Papua adalah perjuangan damai, dialog.
“Perjuangan ini dikriminalisasi aparat keamanan. Karena itu, gereja
menegaskan, rekayasa-rekayasa aparat kemanan harus dihentikan.,” tegas
dia.
Socratez meeragukan segala macam kekerasan yang terjadi di Papua. Di
kantor DPRD Kabupaten Jayawijaya 8 September 2012 ditemukan terror bom
dan Pos Lantas Jayawijaya ditemukan 18 September 2012.
“Bagaimana mungkin OAP mengacaukan tanah leluhurnya sendiri? Itu
tidak masuk akal bagi kami. Banyak kekeliruan, banyak yang bikin
kekacauan di Papua,” kata Socratez.(Jubi/Timo Marten)
Sumber : www.jubi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar