Bendera Australia |
Sydney - Media Australia menulis soal aksi kekejaman
Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada masa maraknya gerakan Papua
merdeka tahun 1998 lalu. TNI dilaporkan membunuh dan memperkosa
anak-anak di Papua Barat, tepatnya di Biak.
Laporan ini disampaikan dalam hasil pengadilan 'Biak Massacre Citizen' yang dilakukan di Sydney University. Pengadilan ini didasarkan pada penyelidikan koroner atas kasus yang terjadi pada masa perjuangan Papua Merdeka pada tahun 1998 lalu. Juri persidangan, Keith Suter dan John Dowd, bersama dengan mantan Direktur Jaksa Publik New South Wales Nicholas Cowdery bertindak sebagai penasihat.
Hasil pengadilan ini menyebut adanya pembantaian warga sipil secara diam-diam di Biak pada masa itu. Hal yang selama ini, menurut pengadilan, selalu disangkal oleh pemerintah Indonesia. Demikian seperti dilansir news.com.au, Selasa (17/12/2013).
Disebutkan bahwa tentara Indonesia menembaki anak-anak berseragam sekolah, melakukan pemerkosaan, menyiksa warga sipil dan bahkan memutilasi mereka, sebelum akhirnya dua kapal Angkatan Laut RI membuang jasad-jasad korban ke laut.
Menurut temuan pengadilan tersebut, banyak jasad korban yang rusak, bahkan ada yang kehilangan tangan atau kepala. Jasad-jasad tak utuh tersebut terkena jaring nelayan setempat dan beberapa terbawa arus hingga ke tepi pantai. Pengadilan ini menyebut, belum ada seorangpun yang diadili terkait pembantaian ini.
Lebih detail, dijelaskan dalam sidang itu bahwa tragedi pembantaian terjadi pada 2 Juli 1998 pada subuh sekitar pukul 05.00. Diawali saat nominator Nobel Perdamaian dan juga tahanan politik Filep Karma mengibarkan bendera Papua Barat atau biasa disebut Bintang Kejora di sebuah menara air.
Sekelompok orang, sekitar 75 orang berkumpul di dekat bendera tersebut sambil bernyanyi dan menari serta meneriakkan slogan kemerdekaan mereka. Melihat hal ini, polisi dan tentara Indonesia mulai melepas gas air mata untuk memecah massa, namun tak berhasil. Next
Laporan ini disampaikan dalam hasil pengadilan 'Biak Massacre Citizen' yang dilakukan di Sydney University. Pengadilan ini didasarkan pada penyelidikan koroner atas kasus yang terjadi pada masa perjuangan Papua Merdeka pada tahun 1998 lalu. Juri persidangan, Keith Suter dan John Dowd, bersama dengan mantan Direktur Jaksa Publik New South Wales Nicholas Cowdery bertindak sebagai penasihat.
Hasil pengadilan ini menyebut adanya pembantaian warga sipil secara diam-diam di Biak pada masa itu. Hal yang selama ini, menurut pengadilan, selalu disangkal oleh pemerintah Indonesia. Demikian seperti dilansir news.com.au, Selasa (17/12/2013).
Disebutkan bahwa tentara Indonesia menembaki anak-anak berseragam sekolah, melakukan pemerkosaan, menyiksa warga sipil dan bahkan memutilasi mereka, sebelum akhirnya dua kapal Angkatan Laut RI membuang jasad-jasad korban ke laut.
Menurut temuan pengadilan tersebut, banyak jasad korban yang rusak, bahkan ada yang kehilangan tangan atau kepala. Jasad-jasad tak utuh tersebut terkena jaring nelayan setempat dan beberapa terbawa arus hingga ke tepi pantai. Pengadilan ini menyebut, belum ada seorangpun yang diadili terkait pembantaian ini.
Lebih detail, dijelaskan dalam sidang itu bahwa tragedi pembantaian terjadi pada 2 Juli 1998 pada subuh sekitar pukul 05.00. Diawali saat nominator Nobel Perdamaian dan juga tahanan politik Filep Karma mengibarkan bendera Papua Barat atau biasa disebut Bintang Kejora di sebuah menara air.
Sekelompok orang, sekitar 75 orang berkumpul di dekat bendera tersebut sambil bernyanyi dan menari serta meneriakkan slogan kemerdekaan mereka. Melihat hal ini, polisi dan tentara Indonesia mulai melepas gas air mata untuk memecah massa, namun tak berhasil. Next
Sumber : www.news.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar