HAMPIR
tidak dapat ditemukan bahwa pihak Indonesia (anggota DPR RI, DPD RI,
dan institusi lainnya) melakukan otokritik terhadap metode penyelesaian
pemerintah Indonesia di dalam konflik Papua.
Keterlibatan
Internasional dipandang semata-mata sebagai gangguan terhadap kedaulatan
Indonesia, tetapi tidak dipahami bahwa dukungan Internasional adalah
merupakan produk kegagalan Indonesia menangani masalah Papua sesuai
dengan norma-norma Internasional yang mengedepankan perlindungan dan
penghargaan pada Hak-Hak Asasi Manusia (HAM), Demokrasi, Keadilan, dan
Perdamaian.
Pemerintah tidak pernah berani secara eksplisit
menerima kenyataan bahwa masalah yang utama di Papua adalah
ketidakmampuannya dan ketidakmauannya untuk menghentikan cara-cara
represif dan kekerasan politik di Papua.
Karena itu, seperti
apa yang diungkapkan oleh profesor Peter King, ahli Papua dan pendukung
gerakan Papua Merdeka dalam suatu kesempatan peluncuran bukunya West
Papua and Indonesia since Suharto – Independence, Autonomy or Chaos?
Menyatakan, adanya dukungan Internasional yang meningkat terhadap
masalah Papua. Terdapat aktivitas signifikan di AS dan di belahan benua
Eropa, terutama di Inggris.
Pernyataan ini, Peter King ungkapkan pada tahun 2004 silam, kini faktanya, hadir kantor OPM di Inggris!
--------------------------------
Saya tetap berkeyakinan kuat bahwa pemerintah pusat di Jakarta tidak
pernah tulus untuk membangun Papua. Alasannya, tengok saja sejumlah
regulasi dan kebijakan yang mengalir ke Papua tak satupun yang
dilaksanakan secara serius, konsisten, dan dipantau secara baik.
--------------------------------
Jika kita membaca buku Pemetaan Peran & Kepentingan Para Aktor
Dalam Konflik di Papua oleh Adriana Elisabeth dkk dari Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan juga buku karya Bapak Anthonius
Ayorbaba, SH, M.Si berjudul THE PAPUA WAY: Dinamika Konflik Laten &
Refleksi 10 Tahun Otsus Papua.
Maka, pendapat saya, dengan
melihat implementasi kebijakan pembangunan lewat semangat UU Otonomi
Khusus (Otsus) Papua selama ini yang belum berjalan baik, lalu
dihadirkan Pemekaran dengan regulasi lain, bentuk dua lembaga kultur,
Majelis Rakyat Papua (MRP) lagi, entah bagaimana bentuk Unit Percepatan
Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B). Apa sebelumnya tidak cepatkah
pembangunan, jadi harus ada Percepatan Pembangunan di tanah Papua! Eh,
entah apalagi, Presiden janjikan OTSUS PLUS yang drafnya sedang disusun;
entah besok OTSUS apa lagi yach!
Moga tak terjadi ‘opini’
saya ini bahwa: kebijakan yang dibuat belakangan ini justru sarat
kepentingan yang berpotensi lahirkan konflik berikutnya. Jatuhnya korban
rakyat sipil lagi! Maka, kita rakyat di tanah Papua juga mesti cerdas,
baca situasi ini, bisa jadi rakyat Papua lagi di buat “senang sedikit”
lalu tertidur lagi saat SDA (Sumber Daya Alam) Papua “dikeruk” baik
dengan cara dilebelkan regulasi legal, maupun dirampok secara rakus
lagi.
--------------------------------
“Kalau tanya satu persatu orang Papua pasti minta Merdeka, bukan Otsus
dan Pemekaran, bahkan Otsus plus. Faktanya demikian! Itu juga kaitan
erat dengan realitas pembangunan selama ini! Sebuah ironi daerah Papua
kaya sumber daya alam (SDA), penduduknya sedikit, kok angka kemiskinan
di Papua dan Papua Barat tertinggi di Negara Republik Indonesia ini.
Saya pesimis khusus untuk persoalan pembangunan di Papua, untuk
kesejahteraan pribumi Papua dalam ‘bingkai’ Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Bahkan punya keyakinan lain, sampai 25 tahun Otsus berakhir
kondisinya masih tetap seperti ini.”
---------------TUHAN, Kami Tetap Bersyukur Pada-Mu -----------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar