Oleh : Mikael Kudiai
Sebelum saya jelaskan secara rinci mengenai apa itu arti natal sendiri,
dan bagaimana natal bagi orang Papua, juga bagaimana yang sekarang
sedang terjadi di Papua menjelang kelahiran Sang Juru Selamat Pembawa
Damai bagi Umat Manusia. Lebih Khusus orang Papua.
Disini yang ingin saya soroti adalah, bagaimana natal yang dirasahkan bagi orang Papua, yang setiap hari setiap saat selalu terjadi sesuatu yang tidak kita Orang Papua inginkan. Apa lagi sekarang adalah masa-masa kita menantikan datangnya sang Juru Selamat. Sebelum kita mengetahu lebih lanjut, perlu kta ketahui apa itu Arti Natal sendiri, dilanjutkan Damai Natal bagi orang Papua, dan damai Natal bagi orang Papua
Apa itu Natal?
Natal (dari bahasa Portugis yang berarti "kelahiran") adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember. Beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari.
Dalam tradisi barat, peringatan Natal juga mengandung aspek non-agamawi. Beberapa tradisi Natal yang berasal dari Barat antara lain adalah pohon Natal, kartu Natal, bertukar hadiah antara teman dan anggota keluarga serta kisah tentang Santa Klaus atau Sinterklas
Kata "Natal" berasal dari ungkapan bahasa Latin Dies Natalis (Hari Lahir). Dahulu juga dipakai istilah Melayu-Arab Maulid atau Milad. Pada negara-negara yang berbahasa Arab, hari raya ini disebut dengan Idul Milad. Dalam bahasa Inggris perayaan Natal disebut Christmas, dari istilah Inggris kuno Cristes Maesse (1038) atau Cristes-messe (1131), yang berarti Misa Kristus. Christmas biasa pula ditulis 'mas, suatu penyingkatan yang cocok dengan tradisi Kristen, karena huruf X dalam bahasa Yunani merupakan singkatan dari Kristus atau dalam bahasa Yunani Chi-Rho.
Dalam Alkitab bahasa Indonesia sendiri tidak dijumpai kata "Natal", yang ada hanya kelahiran Yesus. Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember. Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5.
Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung 6:10). Baca. http://id.wikipedia.org/wiki/Natal
Natal Bagi Orang Papua
Natal bagi umat Kristiani di seluruh dunia adalah suatu momen dimana kita diajak untuk memeriahkan pesta kelahiran Sang Juru Selamat kita yang datang ke dunia demi Menebus dosa-dosa kita. Kita sebagai umat kristiani diajak untuk menghayati dan menekuni hari natal: pesta kelahiran Yesus Kristus yang hidup.
Yang mendasari saya menulis tulisan ini adalah, saya ingin memberikan isi hari orang Papua dari makna Natal bagi orang Papua pada umumnya. Perlu kita ketahui lebih jauh, Papua merupakan pulau dimana merupakan sumber dari segalahnya, mulai dari kekerasan, penindasan, pemerkosaan yang dialami orang papua. Juga merupakan penghasil kekayaan alam terbesar di dunia.
Natal merupakan penghayatan kita terhadap Sang Juru Selamat yang lahir bagi kita. Kerinduan terhadap hari natal yang sesungguhnya, pesta kelahiran Sang Juru Selamat, belum sama sekali di rasahkan bagi orang Papua pada umumnya.
Suatu kerinduan yang besar untuk menekuni dan meneladani hari Lahirnya dang Juru selamat yang hidup mengajak kita untuk menekuni ajaran Yesus Kristus yang hidup.
Suasana, lampu-lampu berkelap kelip di sepanjang jalan, suara lonceng natal terdengar dimana-mana, lagu selamat hari natal, terdengar di seluruh penjuru Dunia. Pesta meriah, menyambut sang juru selamat.
Tetapi apa yang terjadi pada kalangan para perjuangan Papua Merdeka, Para Aktivis-Aktivis yang setiap hari yang benar-benar merasahkan penderitaan orang Papua, Natal belum sama sekali dirasahkan pada para pelopor-pelopor pergerakan para Orang Papua.
Para Tapol Papua yang di penjara beetahun-tahun, para aktivis-aktivis yang di DPO oleh para polda Papua, masyarakat sipil yang selalu menjadi korban, para pejuang di pegunungan Papua, yang berjuang demi banyak orang, sama sekali belum merasahkan benar makna natal itu sendiri di bulan yang suci ini.
Beberapa pelanggaran POLRI dan Pemerintah Papua yang terjadi pada saat-saast umat Kristiani menyambut kedatangan sang Juru Selamat di Papua, yang membuat rakyat Papua tidak tenang, dan tidak benar-benar menghayati dan menekuni arti Natal bagi orang Papua.
Pertama, Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, padahal menjelang natal bagi umat Dunia. Masih saja terjadi pembunuhan terhadap para Aktivis Papua Merdeka. Danny Kogoya, salah satu aktivis Papua Merdeka yang sergap karena diduga terlibat dalam penembakan di Jayapura dan kakinya ditembak saat ia berupaya melarikan diri dari belakang hotel. Ketika itu, Danny dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Kotaraja untuk mendapatkan perawatan intensif.
Selanjutnya, Danny ditahan di sel Polresta Jayapura dan dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura. Dany Kogoya sempat mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Klas I A Jayapura, atas dugaan penembakan. Namun, ia akhirnya bebas demi hukum.
Setelah bebas, ia pergi ke Kamp Victoria. Kamp itu berlokasi dekat dengan perbatasan Papua Niugini dan Indonesia. Saat ia berada di Markas Victoria, salah satu aparat pemerintahan kampung di wilayah perbatasan dikabarkan menyerahkan foto Danny kepada aparat polisi di Jayapura. Danny diancam akan ditangkap lagi. Akhirnya, ia melarikan diri ke Papua Niugini.
Perjalanan ini membuat luka pada kaki bekas amputasi infeksi dan melakukan perawatan di hutan Papua Nugini. Saat melakukan perawatan itu, dikutip ABC, ia mengajak para tokoh OPM yang berada di luar negeri berkumpul di Markas Victoria untuk melanjutkan perjuangan melepaskan diri dari Indonesia. "Kaki ini dipotong karena OPM, pribadi saya minta merdeka. Papua harus keluar (merdeka) dari Indonesia," kata Danny Kogoya dikutip ABC. Baca. Tokoh OPM, Danny Kogoya Meninggal Dunia
Masa-masa kedatangan Sang Penebus Dosa, tetapi perlakuan Polda Papua dan TNI yang dengan cara-cara terselubung menciptakan situasi tidak kondusif yang membuat kehidupan orang Papua selalu terancam di segala lini.
Penembakan selalu terjadi dimana-mana, pemunuhan menjelang Natal, masih terus terjadi pembunuhan terhadap orang Papua, sungguh sedih ketika orang bertanya, di Papua kalau Natal keadaannya bagaimana.
Natal bagi umat Kristiani merupakan pegangan yang kuat, pemaknaan terhatap sang penebus dosa manusia. Kita orang Papua belum merasakan makna yang sebenarnya di bulan yang suci ini.
Segala bentuk Genosida terus terjadi di Bumi Papua, mulai dari pemerkosaan terhadap warga sipil, pembunuhan, menjadi nafas hidup sehari-hari oleh bangsa Papua.
Pembunuhan terhadap Alm. Danny Kogoya merupakan pelanggaran yang terjadi pada saat-saat penyambutan Natal bagi orang Papua. Damai itu belum terasa bagi orang Papua. Sungguh sadis!
Kedua, juga seperti yang terjadi di pegunungan Puncak Jaya, Papua. Salah satu permainan Pemerintah Puncak Jaya.
"Ini cara kuno jika katakan demikian, karena Lukas Enembe sebelum menjabat sebagai Gubernur, pernah juga mengatakan seperti Henok Ibo katakan, tetapi kenyataannya mana? sangat disayangkan kalau ada yang mimpi anggota aktif Tentara Pemebebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyerah," tegas Goliath Tabuni pimpinan besar TPNPB-OPM.
Lanjut Goliath, "Henok Ibo rekrut Masyarakat jadi anggota Satpol PP jangan bilang anggota Goliath Tabuni. Karena tidak semua masayarakat di Puncak Jaya itu anggota TPNPB-OPM, ada masyarakat dan ada juga anggota TPNPB-OPM, sama seperti masyarakat Indonesia di Jawa, Sumatera Bali dll juga tidak semua TNI/POLRI ada masyarakat dan militer."
Dijelaskan, Informasi akan 100 anggota TPNPB-OPM menyerah tersebut sudah cek kebenarannya, namun, belum ada satu pun anggota yang menyerah sehingga atas pernyataan itu, TPNPB-OPM kembali mengancam akan membunuh orang nomor satu di Puncak Jaya ini.
"Informasi itu tidak benar saya sudah chek semua tetapi tidak ada yang menyerah, anggota semua lengkap ada di Markas dan Pos masing-masing. Henok itu dia minta uang kepada pemerintah pusat dengan cara begitu, tipu-tipu anggota Goliath Menyerah itu, kalau kami kedapatan orang itu akan kami tembak, itu harus semua orang tau. Kami tidak akan menyerah kami tetap berjuang sampai Papua Merdeka itu prinsip kami," tegas salah satu anggota Gen. Goliath Tabuni. Baca. TPNPB-OPM Ancam Tembak Bupati Puncak Jaya
Menjelang perayaan Natal umat manusia, Pemerintah Puncak Jaya sendiri mempermainkan para masyarakat sipil dengan kata 199 orang anggota TPNPB-OPM menyerah segala. Dalam kondisi yang aman, pemerintah menciptakan situasi yang mentrauma rakyat sekitar.
Damai yang dirindukan para rakyat Papua khususnya masyarakat Puncak Jaya menjadi salah satu aktor, runtuhnya damai di Papua akibat kelakuan pemeritah Papua.
Konflik antara TPNPB-OPM terhadap Pemerintah Puncak Jaya pada saat menjelang Natal, menimbulkan suatu itu atau trauma yang mendalam didalam menyambut kelahiran Sang Juru Selamat.
Natal yang di rindukan masyarakat Puncak Jaya menjadi suatu trauma konflik akibat permainan Pemeritah Puncak Jaya. Sungguh Sadis menjelang Natal 2013 bagi rakyat Papua pada umumnya.
Damai Natal Bagi Orang Papua
Pada umumnya Rakyat Papua, Suku Bangsa Melanesia sangat merindukan damai yang sesungguhnya seperti bangsa-bangsa yang merasahkan Natal dengan keadaan tenang, aman, dan tentram.
Andaikan orang Papua sudah seperti Indonesia sendiri, dan bangsa-bangsa barat di luar, betapa bahagia kehidupa ini. "Damai" seperti yang menjadi Tema besar Natal umat Kristiani di seluruh Dunia mengajak kita untuk benar-benar merasahkan damai natal yang sesungguhnya bagi orang Papua pada umumnya.
Beberapa kotbah pada perayaan Natal di Tanah Papua yang mengajak kita untuk tetap kuat menjalani hidup ini dengan damai yang dan suka cita damai Natal untuk orang Papua.
Pertama, Seperti yang di sampaikan oleh ketua klasis KINGMI Kota Jayapura, Pdt. Marthen Mauri, S.Th dalam sambutannya pada ibadah perayaan Natal bersama Jemaat Zebaoth, Buper, Waena, Jayapura, Kamis (12-12-2013) malam.
Menurutnya, damai Natal yang telah hadir di tengah-tengah umat manusia itu, sangat perlu untuk diimplementasikan dalam kehidupan tiap pribadi, keluarga dan hidup berjemaat. "Damai Natal harus implementasikan dalam tiap pribadi masing-masiing, keluarga dan hidup berjemaat," tutur Mauri di hadapan jemaat Zebaoth.Lebih lanjut, pendeta Mauri meminta kepada semua umat Kingmi di klasis kota Jayapura untuk merenungkan tema umum secara mendalam yang telah dikeluarkan oleh pimpinan gereja Kingmi di tanah Papua yang berbunyi Merayakan Natal, menghadirkan generasi pembawa damai. Baca: Umat Tuhan Diminta Rayakan Natal dengan Damai
Orang Papua pada umumnya sangatlah merindukan damai Natal yang sesungguhnya bagi Orang Papua sendiri. Kerinduan yang sangat mendalan berbalik dengan kenyataan yang terjadi sekarang di Papua.
Damai sangat mendalam membuat suatu kerinduan yang besar bagi Suku Bangsa rumpun Melanesia, khususnya bangsa Papua. TNI, POLRI, BIN, DENSUS 88, Pemerintah NKRI penggagasnya, merupakan salah satu aktor yang membuat suasana Natal Di Papua semakin kacau balok.
Sebagai generasi pembawa Damai yang besar, kita diajak untuk tetap kuat dialam menjalani hidup di bumi Papua yang serbah konflik dengan berbagai macam hal.
Kedua, seperti yang dikatakan Kleofas Krey, ketua mahasiswa pascasarjana Papua di Bogor dalam sambutannya pada Natal Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua (IMAPA) Bogor di gedung Pantekosta, Jalan Riau Tanah Pasundan Bogor, Sabtu (14/12/2013) malam.
"Kita cinta Papua, maka kita harus belajar keras. Selain, kita harus memupuk kebersamaan dengan kegiatan Natal bersama di Bogor seperti ini. Karenanya, hanya dengan cinta Papua melalui belajar keraslah, kita akan menjadi tuan- tuan di atas tanah kita sendiri," ungkap Kleofas.
Seperti yang sudah di tegaskan diatas, kita diajak sebagai pemuda-pemuda masa depan papua, salah satu cara kita menumbuhkan rasa damai natal yang sesungguhnya dan menumbuhkan rasa nasionalisme di natal ini adalah dengan belajar dengan giat.
Orang Papua sangatlah merindukan adanya damai natal bagi sesama kita umat manusia. Kunci yang bisah melawan semua yang terjadi di Papua adalah dengan berlajar dengan giat dan berjuang menuntut hak-hak kita sebagai pelajar-dan mahasiswa Papua muda. Baca: Kleofas Krey Cintai Papua dengan Belajar
Ketiga, seperti pesan Frater Marko Okto Pekey, Pr, ketika pimpin ibadat singkat dalam perayaan Natal Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nabire, Paniai, Dogiyai dan Deiyai (IPMANAPANDODE) kota Yogyakarta dan Solo, Minggu malam (22/12/13) dari asrama Dogiyai Yogyakarta.
Menurutnya, kekerasan akan menghasilkan rantai kematian, rantai balas dendam, rantai amarah dan konflik.
"Menghindari kekerasan itu sejalur dengan semangat iman dalam perayaan Natal tahun 2013 ini, dimana kita memaknai natal sebagai lahirnya Tuhan Yesus, Sang Raja Damai. Dia membawa damai. Dan kita, sebagai pengikut-pengikut Yesus, mesti mampu membawa damai, membagikan damai kepada sesama kita, dengan menjadi pembawa damai," ajak Pekey dalam kotbahnya.
Menurut Pekey, kekerasan hanya akan memunculkan kekerasan yang lainnya. Kekerasan juga, kata Pekey, identik dengan hukum rimba: siapa kuat dia menang. Padahal, kata Pekey, tidak selalu yang kuat adalah yang benar. Hanya melalui jalan damai, misalnya saja, Dialog, jalan keluar yang rasional, yang terbaik, bisa diperoleh.
"Kekerasan hanya identik dengan siapa kuat dia menang. Yang lemah pasti kalah, dan memendam dendam di hati, sambil mempersiapkan diri membalas dendam. Akhirnya, ketika dendam dibalas, dia balik menguasai, dan yang jadi obyek pembalasan merasa kalah, menyusun kekuatan untuk balik membalas dendam," kata Pekey lagi. Baca : Marko Pekey: Mari Hindari Kekerasan Jadi Pembawa Damai Tuhan
Damai adalah benar-benar damai, tidak ada kekerasan, hidup bebas dari belenggu kekerasan.
Rakyat Papua pada umumnnya sangat merinduhkan adanya kekebasan (FREE) secarah menyeluru. Catatan penting buat kita semua, persatuan, kesatuan, di segala lini sangatlah di butuhkan.
Bukan dengan begitu damai Natal yang kita nanti-nantikan bisah kita rasahkan.
Orang Papua, Suku Bangsa rumpun Melanesia, dari tahun 1961 sampai saat ini merupakan sakyat yang tidak terlepas dari semua belenggu kekerasan yang seperti saya jelaskan di atas.
Kerinduan terhadap damai Kelahiran Bayi Yesus yang lahir di dunia menjadi momen yang penting untuk kita umat Manusia, lebih khusus rakyat Papua pada umumnya.
Akhir kata dari saya, persatuan dan kesatuan akan menyatukan kita semua. Dengan damai Natal kita diajak untuk bersama-sama mempertuangkan keadilan bagi rakyat Papua
Damai Natal Menyertai Kita.
Penulis adalah Mikael Kudiai Mahasiswa Papua, Kuliah di Yogyakarta.
Disini yang ingin saya soroti adalah, bagaimana natal yang dirasahkan bagi orang Papua, yang setiap hari setiap saat selalu terjadi sesuatu yang tidak kita Orang Papua inginkan. Apa lagi sekarang adalah masa-masa kita menantikan datangnya sang Juru Selamat. Sebelum kita mengetahu lebih lanjut, perlu kta ketahui apa itu Arti Natal sendiri, dilanjutkan Damai Natal bagi orang Papua, dan damai Natal bagi orang Papua
Apa itu Natal?
Natal (dari bahasa Portugis yang berarti "kelahiran") adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember. Beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari.
Dalam tradisi barat, peringatan Natal juga mengandung aspek non-agamawi. Beberapa tradisi Natal yang berasal dari Barat antara lain adalah pohon Natal, kartu Natal, bertukar hadiah antara teman dan anggota keluarga serta kisah tentang Santa Klaus atau Sinterklas
Kata "Natal" berasal dari ungkapan bahasa Latin Dies Natalis (Hari Lahir). Dahulu juga dipakai istilah Melayu-Arab Maulid atau Milad. Pada negara-negara yang berbahasa Arab, hari raya ini disebut dengan Idul Milad. Dalam bahasa Inggris perayaan Natal disebut Christmas, dari istilah Inggris kuno Cristes Maesse (1038) atau Cristes-messe (1131), yang berarti Misa Kristus. Christmas biasa pula ditulis 'mas, suatu penyingkatan yang cocok dengan tradisi Kristen, karena huruf X dalam bahasa Yunani merupakan singkatan dari Kristus atau dalam bahasa Yunani Chi-Rho.
Dalam Alkitab bahasa Indonesia sendiri tidak dijumpai kata "Natal", yang ada hanya kelahiran Yesus. Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember. Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5.
Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung 6:10). Baca. http://id.wikipedia.org/wiki/Natal
Natal Bagi Orang Papua
Natal bagi umat Kristiani di seluruh dunia adalah suatu momen dimana kita diajak untuk memeriahkan pesta kelahiran Sang Juru Selamat kita yang datang ke dunia demi Menebus dosa-dosa kita. Kita sebagai umat kristiani diajak untuk menghayati dan menekuni hari natal: pesta kelahiran Yesus Kristus yang hidup.
Yang mendasari saya menulis tulisan ini adalah, saya ingin memberikan isi hari orang Papua dari makna Natal bagi orang Papua pada umumnya. Perlu kita ketahui lebih jauh, Papua merupakan pulau dimana merupakan sumber dari segalahnya, mulai dari kekerasan, penindasan, pemerkosaan yang dialami orang papua. Juga merupakan penghasil kekayaan alam terbesar di dunia.
Natal merupakan penghayatan kita terhadap Sang Juru Selamat yang lahir bagi kita. Kerinduan terhadap hari natal yang sesungguhnya, pesta kelahiran Sang Juru Selamat, belum sama sekali di rasahkan bagi orang Papua pada umumnya.
Suatu kerinduan yang besar untuk menekuni dan meneladani hari Lahirnya dang Juru selamat yang hidup mengajak kita untuk menekuni ajaran Yesus Kristus yang hidup.
Suasana, lampu-lampu berkelap kelip di sepanjang jalan, suara lonceng natal terdengar dimana-mana, lagu selamat hari natal, terdengar di seluruh penjuru Dunia. Pesta meriah, menyambut sang juru selamat.
Tetapi apa yang terjadi pada kalangan para perjuangan Papua Merdeka, Para Aktivis-Aktivis yang setiap hari yang benar-benar merasahkan penderitaan orang Papua, Natal belum sama sekali dirasahkan pada para pelopor-pelopor pergerakan para Orang Papua.
Para Tapol Papua yang di penjara beetahun-tahun, para aktivis-aktivis yang di DPO oleh para polda Papua, masyarakat sipil yang selalu menjadi korban, para pejuang di pegunungan Papua, yang berjuang demi banyak orang, sama sekali belum merasahkan benar makna natal itu sendiri di bulan yang suci ini.
Beberapa pelanggaran POLRI dan Pemerintah Papua yang terjadi pada saat-saast umat Kristiani menyambut kedatangan sang Juru Selamat di Papua, yang membuat rakyat Papua tidak tenang, dan tidak benar-benar menghayati dan menekuni arti Natal bagi orang Papua.
Pertama, Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, padahal menjelang natal bagi umat Dunia. Masih saja terjadi pembunuhan terhadap para Aktivis Papua Merdeka. Danny Kogoya, salah satu aktivis Papua Merdeka yang sergap karena diduga terlibat dalam penembakan di Jayapura dan kakinya ditembak saat ia berupaya melarikan diri dari belakang hotel. Ketika itu, Danny dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Kotaraja untuk mendapatkan perawatan intensif.
Selanjutnya, Danny ditahan di sel Polresta Jayapura dan dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura. Dany Kogoya sempat mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Klas I A Jayapura, atas dugaan penembakan. Namun, ia akhirnya bebas demi hukum.
Setelah bebas, ia pergi ke Kamp Victoria. Kamp itu berlokasi dekat dengan perbatasan Papua Niugini dan Indonesia. Saat ia berada di Markas Victoria, salah satu aparat pemerintahan kampung di wilayah perbatasan dikabarkan menyerahkan foto Danny kepada aparat polisi di Jayapura. Danny diancam akan ditangkap lagi. Akhirnya, ia melarikan diri ke Papua Niugini.
Perjalanan ini membuat luka pada kaki bekas amputasi infeksi dan melakukan perawatan di hutan Papua Nugini. Saat melakukan perawatan itu, dikutip ABC, ia mengajak para tokoh OPM yang berada di luar negeri berkumpul di Markas Victoria untuk melanjutkan perjuangan melepaskan diri dari Indonesia. "Kaki ini dipotong karena OPM, pribadi saya minta merdeka. Papua harus keluar (merdeka) dari Indonesia," kata Danny Kogoya dikutip ABC. Baca. Tokoh OPM, Danny Kogoya Meninggal Dunia
Masa-masa kedatangan Sang Penebus Dosa, tetapi perlakuan Polda Papua dan TNI yang dengan cara-cara terselubung menciptakan situasi tidak kondusif yang membuat kehidupan orang Papua selalu terancam di segala lini.
Penembakan selalu terjadi dimana-mana, pemunuhan menjelang Natal, masih terus terjadi pembunuhan terhadap orang Papua, sungguh sedih ketika orang bertanya, di Papua kalau Natal keadaannya bagaimana.
Natal bagi umat Kristiani merupakan pegangan yang kuat, pemaknaan terhatap sang penebus dosa manusia. Kita orang Papua belum merasakan makna yang sebenarnya di bulan yang suci ini.
Segala bentuk Genosida terus terjadi di Bumi Papua, mulai dari pemerkosaan terhadap warga sipil, pembunuhan, menjadi nafas hidup sehari-hari oleh bangsa Papua.
Pembunuhan terhadap Alm. Danny Kogoya merupakan pelanggaran yang terjadi pada saat-saat penyambutan Natal bagi orang Papua. Damai itu belum terasa bagi orang Papua. Sungguh sadis!
Kedua, juga seperti yang terjadi di pegunungan Puncak Jaya, Papua. Salah satu permainan Pemerintah Puncak Jaya.
"Ini cara kuno jika katakan demikian, karena Lukas Enembe sebelum menjabat sebagai Gubernur, pernah juga mengatakan seperti Henok Ibo katakan, tetapi kenyataannya mana? sangat disayangkan kalau ada yang mimpi anggota aktif Tentara Pemebebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyerah," tegas Goliath Tabuni pimpinan besar TPNPB-OPM.
Lanjut Goliath, "Henok Ibo rekrut Masyarakat jadi anggota Satpol PP jangan bilang anggota Goliath Tabuni. Karena tidak semua masayarakat di Puncak Jaya itu anggota TPNPB-OPM, ada masyarakat dan ada juga anggota TPNPB-OPM, sama seperti masyarakat Indonesia di Jawa, Sumatera Bali dll juga tidak semua TNI/POLRI ada masyarakat dan militer."
Dijelaskan, Informasi akan 100 anggota TPNPB-OPM menyerah tersebut sudah cek kebenarannya, namun, belum ada satu pun anggota yang menyerah sehingga atas pernyataan itu, TPNPB-OPM kembali mengancam akan membunuh orang nomor satu di Puncak Jaya ini.
"Informasi itu tidak benar saya sudah chek semua tetapi tidak ada yang menyerah, anggota semua lengkap ada di Markas dan Pos masing-masing. Henok itu dia minta uang kepada pemerintah pusat dengan cara begitu, tipu-tipu anggota Goliath Menyerah itu, kalau kami kedapatan orang itu akan kami tembak, itu harus semua orang tau. Kami tidak akan menyerah kami tetap berjuang sampai Papua Merdeka itu prinsip kami," tegas salah satu anggota Gen. Goliath Tabuni. Baca. TPNPB-OPM Ancam Tembak Bupati Puncak Jaya
Menjelang perayaan Natal umat manusia, Pemerintah Puncak Jaya sendiri mempermainkan para masyarakat sipil dengan kata 199 orang anggota TPNPB-OPM menyerah segala. Dalam kondisi yang aman, pemerintah menciptakan situasi yang mentrauma rakyat sekitar.
Damai yang dirindukan para rakyat Papua khususnya masyarakat Puncak Jaya menjadi salah satu aktor, runtuhnya damai di Papua akibat kelakuan pemeritah Papua.
Konflik antara TPNPB-OPM terhadap Pemerintah Puncak Jaya pada saat menjelang Natal, menimbulkan suatu itu atau trauma yang mendalam didalam menyambut kelahiran Sang Juru Selamat.
Natal yang di rindukan masyarakat Puncak Jaya menjadi suatu trauma konflik akibat permainan Pemeritah Puncak Jaya. Sungguh Sadis menjelang Natal 2013 bagi rakyat Papua pada umumnya.
Damai Natal Bagi Orang Papua
Pada umumnya Rakyat Papua, Suku Bangsa Melanesia sangat merindukan damai yang sesungguhnya seperti bangsa-bangsa yang merasahkan Natal dengan keadaan tenang, aman, dan tentram.
Andaikan orang Papua sudah seperti Indonesia sendiri, dan bangsa-bangsa barat di luar, betapa bahagia kehidupa ini. "Damai" seperti yang menjadi Tema besar Natal umat Kristiani di seluruh Dunia mengajak kita untuk benar-benar merasahkan damai natal yang sesungguhnya bagi orang Papua pada umumnya.
Beberapa kotbah pada perayaan Natal di Tanah Papua yang mengajak kita untuk tetap kuat menjalani hidup ini dengan damai yang dan suka cita damai Natal untuk orang Papua.
Pertama, Seperti yang di sampaikan oleh ketua klasis KINGMI Kota Jayapura, Pdt. Marthen Mauri, S.Th dalam sambutannya pada ibadah perayaan Natal bersama Jemaat Zebaoth, Buper, Waena, Jayapura, Kamis (12-12-2013) malam.
Menurutnya, damai Natal yang telah hadir di tengah-tengah umat manusia itu, sangat perlu untuk diimplementasikan dalam kehidupan tiap pribadi, keluarga dan hidup berjemaat. "Damai Natal harus implementasikan dalam tiap pribadi masing-masiing, keluarga dan hidup berjemaat," tutur Mauri di hadapan jemaat Zebaoth.Lebih lanjut, pendeta Mauri meminta kepada semua umat Kingmi di klasis kota Jayapura untuk merenungkan tema umum secara mendalam yang telah dikeluarkan oleh pimpinan gereja Kingmi di tanah Papua yang berbunyi Merayakan Natal, menghadirkan generasi pembawa damai. Baca: Umat Tuhan Diminta Rayakan Natal dengan Damai
Orang Papua pada umumnya sangatlah merindukan damai Natal yang sesungguhnya bagi Orang Papua sendiri. Kerinduan yang sangat mendalan berbalik dengan kenyataan yang terjadi sekarang di Papua.
Damai sangat mendalam membuat suatu kerinduan yang besar bagi Suku Bangsa rumpun Melanesia, khususnya bangsa Papua. TNI, POLRI, BIN, DENSUS 88, Pemerintah NKRI penggagasnya, merupakan salah satu aktor yang membuat suasana Natal Di Papua semakin kacau balok.
Sebagai generasi pembawa Damai yang besar, kita diajak untuk tetap kuat dialam menjalani hidup di bumi Papua yang serbah konflik dengan berbagai macam hal.
Kedua, seperti yang dikatakan Kleofas Krey, ketua mahasiswa pascasarjana Papua di Bogor dalam sambutannya pada Natal Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua (IMAPA) Bogor di gedung Pantekosta, Jalan Riau Tanah Pasundan Bogor, Sabtu (14/12/2013) malam.
"Kita cinta Papua, maka kita harus belajar keras. Selain, kita harus memupuk kebersamaan dengan kegiatan Natal bersama di Bogor seperti ini. Karenanya, hanya dengan cinta Papua melalui belajar keraslah, kita akan menjadi tuan- tuan di atas tanah kita sendiri," ungkap Kleofas.
Seperti yang sudah di tegaskan diatas, kita diajak sebagai pemuda-pemuda masa depan papua, salah satu cara kita menumbuhkan rasa damai natal yang sesungguhnya dan menumbuhkan rasa nasionalisme di natal ini adalah dengan belajar dengan giat.
Orang Papua sangatlah merindukan adanya damai natal bagi sesama kita umat manusia. Kunci yang bisah melawan semua yang terjadi di Papua adalah dengan berlajar dengan giat dan berjuang menuntut hak-hak kita sebagai pelajar-dan mahasiswa Papua muda. Baca: Kleofas Krey Cintai Papua dengan Belajar
Ketiga, seperti pesan Frater Marko Okto Pekey, Pr, ketika pimpin ibadat singkat dalam perayaan Natal Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nabire, Paniai, Dogiyai dan Deiyai (IPMANAPANDODE) kota Yogyakarta dan Solo, Minggu malam (22/12/13) dari asrama Dogiyai Yogyakarta.
Menurutnya, kekerasan akan menghasilkan rantai kematian, rantai balas dendam, rantai amarah dan konflik.
"Menghindari kekerasan itu sejalur dengan semangat iman dalam perayaan Natal tahun 2013 ini, dimana kita memaknai natal sebagai lahirnya Tuhan Yesus, Sang Raja Damai. Dia membawa damai. Dan kita, sebagai pengikut-pengikut Yesus, mesti mampu membawa damai, membagikan damai kepada sesama kita, dengan menjadi pembawa damai," ajak Pekey dalam kotbahnya.
Menurut Pekey, kekerasan hanya akan memunculkan kekerasan yang lainnya. Kekerasan juga, kata Pekey, identik dengan hukum rimba: siapa kuat dia menang. Padahal, kata Pekey, tidak selalu yang kuat adalah yang benar. Hanya melalui jalan damai, misalnya saja, Dialog, jalan keluar yang rasional, yang terbaik, bisa diperoleh.
"Kekerasan hanya identik dengan siapa kuat dia menang. Yang lemah pasti kalah, dan memendam dendam di hati, sambil mempersiapkan diri membalas dendam. Akhirnya, ketika dendam dibalas, dia balik menguasai, dan yang jadi obyek pembalasan merasa kalah, menyusun kekuatan untuk balik membalas dendam," kata Pekey lagi. Baca : Marko Pekey: Mari Hindari Kekerasan Jadi Pembawa Damai Tuhan
Damai adalah benar-benar damai, tidak ada kekerasan, hidup bebas dari belenggu kekerasan.
Rakyat Papua pada umumnnya sangat merinduhkan adanya kekebasan (FREE) secarah menyeluru. Catatan penting buat kita semua, persatuan, kesatuan, di segala lini sangatlah di butuhkan.
Bukan dengan begitu damai Natal yang kita nanti-nantikan bisah kita rasahkan.
Orang Papua, Suku Bangsa rumpun Melanesia, dari tahun 1961 sampai saat ini merupakan sakyat yang tidak terlepas dari semua belenggu kekerasan yang seperti saya jelaskan di atas.
Kerinduan terhadap damai Kelahiran Bayi Yesus yang lahir di dunia menjadi momen yang penting untuk kita umat Manusia, lebih khusus rakyat Papua pada umumnya.
Akhir kata dari saya, persatuan dan kesatuan akan menyatukan kita semua. Dengan damai Natal kita diajak untuk bersama-sama mempertuangkan keadilan bagi rakyat Papua
Damai Natal Menyertai Kita.
Penulis adalah Mikael Kudiai Mahasiswa Papua, Kuliah di Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar