Demonstrasi mahasiswa Papua di Solo. Foto: www.soloblitz.co.id |
Solo, -- Demonstrasi mahasiswa Papua Jawa
Tengah yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) siang tadi,
Kamis (19/12/13) di bundaran Gladag, pusat Kota Solo mendapatkan
demonstrasi tandingan dari ratusan orang yang mengatasnamakan Gerakan
Masyarakat Peduli Rakyat Indonesia (Gempar).
Salah satu mahasiswa Papua di Solo yang dihubungi majalahselangkah.com malam ini mengatakan, "Kami mahasiswa Papua dalam koordinasi AMP mulai jalan dari Solo Grand Mall ke Gladak. Saat itu, kami dengar ada demo menentang kami, tapi kami jalan saja karena ini hak demokrasi kami. Kami harus bicara," kata mahasiswa Papua yang tidak ingin namanya disebutkan itu.
Kata dia, mahasiswa yang aksi siang itu puluhan orang. Ketika ditanya soal atribut Papua Merdeka, kata dia, "Ya pasti kami bawa spanduk dan ada yang pakai pakaian adat kami. Kalau tidak ada spanduk itu bukan demo. Kami bawa spanduk berisi tuntutan kami. Kalau soal pakaian adat, kami tidak larang bangsa lain untuk pakai pakaian adat mereka."
Ia menjelaskan, "Kami lihat ada banyak orang di dekat patung Slamet Riyadi. Katanya mereka mau gagalkan aksi kami. Tapi, kami jalan saja. Tidak ada bentrok atau apa. Kami bukan cari bentrok. Kami hanya ingin menyampaikan aspirasi kami. Ya, polisi kawal kami dan kami pulang, aman," tuturnya.
Mahasiswa yang tidak ingin namanya disebutkan itu mengungkapkan kekhawatiran atas keamanannya atas mahasiswa Papua saat kuliah di Jawa.
"Kami inikan jelas, mudah dikenal. Kami ini berbeda dengan orang Melayu di Jawa dan kami ini Melanesia dan keriting dan hitam. Jadi, kami khawatir untuk keamanan dalam kuliah anak-anak di sini. Tetapi, kami harap semua bentuk protes disampaikan secara terbuka karena ini Negara demokrasi," tuturnya.
Ketika ditanya soal tuntutan mahasiswa Papua, kata dia, aksi digelar dalam rangka mengenang peristiwa Trikora 19 Desember 1961 di Yogyakarta. "Kami melihat, Trikora adalah awal penderitaan rakyat Papua. Maka, kami meminta kepada Indonesia untuk berikan kebebasan dan hak menentukan nasip sendiri bagi rakyat Papua," tuturnya.
Kata dia, "Kami mau, berikan kebebasan kami untuk menentukan nasip kami. Kami juga minta tarik semua TNI dan Polri organik dan nonorganik dari Papua sebagai syarat damai. Kami juga serukan untuk tutup Freeport Indonesia karena ia telah korbankan rakyat Papua."
Ketua AMP Solo, Jeffry Wenda dikutip soloblitz.co.id mengatakan, "Ini negara demokrasi, kalau ada yang tidak setuju dengan aksi kami itu sah-sah saja."
Kelompok yang menentang aksi itu menyatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi juga seluruh tanah Papua Barat harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan.
Dikutip di media itu, tuntutan kedua adalah mereka meminta aparat keamanan bertindak tegas terhadap aksi-aksi yang mengarah ke makar tersebut. Sedangkan poin ketiga, mereka mengajak masyarakat Solo untuk tidak terpancing dengan gerakan-gerakan yang mengajak makar. Belum diketahui apa yang akan dilakukan kedua kelompok massa ketika saling berhadapan.
Diketahui, Gerakan Masyarakat Peduli Rakyat Indonesia juga meminta aparat keamanan bertindak tegas terhadap aksi-aksi yang mengarah ke separatisme. Juga mengajak masyarakat Solo untuk tidak terpancing. (MS/Yermias Degei)
Salah satu mahasiswa Papua di Solo yang dihubungi majalahselangkah.com malam ini mengatakan, "Kami mahasiswa Papua dalam koordinasi AMP mulai jalan dari Solo Grand Mall ke Gladak. Saat itu, kami dengar ada demo menentang kami, tapi kami jalan saja karena ini hak demokrasi kami. Kami harus bicara," kata mahasiswa Papua yang tidak ingin namanya disebutkan itu.
Kata dia, mahasiswa yang aksi siang itu puluhan orang. Ketika ditanya soal atribut Papua Merdeka, kata dia, "Ya pasti kami bawa spanduk dan ada yang pakai pakaian adat kami. Kalau tidak ada spanduk itu bukan demo. Kami bawa spanduk berisi tuntutan kami. Kalau soal pakaian adat, kami tidak larang bangsa lain untuk pakai pakaian adat mereka."
Ia menjelaskan, "Kami lihat ada banyak orang di dekat patung Slamet Riyadi. Katanya mereka mau gagalkan aksi kami. Tapi, kami jalan saja. Tidak ada bentrok atau apa. Kami bukan cari bentrok. Kami hanya ingin menyampaikan aspirasi kami. Ya, polisi kawal kami dan kami pulang, aman," tuturnya.
Mahasiswa yang tidak ingin namanya disebutkan itu mengungkapkan kekhawatiran atas keamanannya atas mahasiswa Papua saat kuliah di Jawa.
"Kami inikan jelas, mudah dikenal. Kami ini berbeda dengan orang Melayu di Jawa dan kami ini Melanesia dan keriting dan hitam. Jadi, kami khawatir untuk keamanan dalam kuliah anak-anak di sini. Tetapi, kami harap semua bentuk protes disampaikan secara terbuka karena ini Negara demokrasi," tuturnya.
Ketika ditanya soal tuntutan mahasiswa Papua, kata dia, aksi digelar dalam rangka mengenang peristiwa Trikora 19 Desember 1961 di Yogyakarta. "Kami melihat, Trikora adalah awal penderitaan rakyat Papua. Maka, kami meminta kepada Indonesia untuk berikan kebebasan dan hak menentukan nasip sendiri bagi rakyat Papua," tuturnya.
Kata dia, "Kami mau, berikan kebebasan kami untuk menentukan nasip kami. Kami juga minta tarik semua TNI dan Polri organik dan nonorganik dari Papua sebagai syarat damai. Kami juga serukan untuk tutup Freeport Indonesia karena ia telah korbankan rakyat Papua."
Ketua AMP Solo, Jeffry Wenda dikutip soloblitz.co.id mengatakan, "Ini negara demokrasi, kalau ada yang tidak setuju dengan aksi kami itu sah-sah saja."
Kelompok yang menentang aksi itu menyatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi juga seluruh tanah Papua Barat harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan.
Dikutip di media itu, tuntutan kedua adalah mereka meminta aparat keamanan bertindak tegas terhadap aksi-aksi yang mengarah ke makar tersebut. Sedangkan poin ketiga, mereka mengajak masyarakat Solo untuk tidak terpancing dengan gerakan-gerakan yang mengajak makar. Belum diketahui apa yang akan dilakukan kedua kelompok massa ketika saling berhadapan.
Diketahui, Gerakan Masyarakat Peduli Rakyat Indonesia juga meminta aparat keamanan bertindak tegas terhadap aksi-aksi yang mengarah ke separatisme. Juga mengajak masyarakat Solo untuk tidak terpancing. (MS/Yermias Degei)
Sumber : www.majalahselangkah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar