Masyarat Papua yang terlantar, karena Tanah adat diambil kaum Kapitalis. (Foto/ILS) |
*Oleh: Marthen Yeimo
Setiap
suku bangsa mempunyai tata aturan adat yang berlaku disuatu tempat dan itu
merupakan suatu kebisaan mereka. Tata aturan tersebut meliputi berbagai aspek
seperi; tanah hak ulayat yang meliputi hutan, hewan hutan dan segala sumber
daya alam yang terdapat didalamnya. Tanah Papua adalah tanah yang terdapat
berbagai sumber daya alam yang melimpah. Hal inilah membuat berbagai negara
didunia berlomba untuk menanamkan modal ditanah Papua, kita lihat china sebagai
negara yang memiliki modal yang cukup besar baik ditingkat asia maupun di
tingkat internasional. Sangat disayangkan tanah Pupua dijadikan objek bagi
kalangan pembisnis guna untuk mencari kepentingan dikantung mereka tanpa
melihat nasib dari masyarakat hukum adat setempat.
Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus di Provinsi Papua pun tak mampu
memberikan perlindungan terhadap hak-hak dari masyarakat hukum adat. Mengapa demikian
? karena kita lihat dalam undang-undang otonomi khusus pada bagian ketentuan
umum huruf (s) yakni: Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh
masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan
lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah,
hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kita lihat kalimat terakhir yang bunyinya “isinya harus
tunduk pada peraturan Undang-undang yang berlaku. Pasal bagian jelas bahwa hak
dari masyarakat hukum adat untuk menentukan sikap merekaterhadap tanah mereka
seakan tidak mendapat jaminan yang tegas dari undang-undang otonomi khusus di
Papua.
Seharus
undang-undang otsus perluh digodok ulang lagi sebab ada beberapa pasal yang lubang
dan tidak menjamin hak bagi orang Papua. Ditemukan lubang juga pada pasal 43
undang-undang otonomi khusus yang inti dari pasal ini bahwa memang hak ulayat
dilakukan tetapi harus tunduk juga pada undang-undang, kita lihat pada
undang-undang nomor 5 tahun 1960 juga membatasi kepemilikan hak ulayat tanah
adat, sebab itu diakui sepanjang tanah tersebut masi digunakan.
Saya
melihat bahwa disinilah masih terdapat pasal yang berlubang yang dapat
digunakan oleh negara guna kepentingan mereka dengan alasan kepentingan sebagai
sumber devisa bagi negara. Dengan hal demikian degara dapat melakukan segala
bentuk kegiatan usaha diatas tanah hak ulayat ditanah Papua tanpa melihat
syarat dan prosedur AMDAL yang baik. Semakin disayangkan lagi dengan adanya
berbagai bertuk usaha seperti pertambangan itu tentunya dampaknya akan diterima
oleh masyarakat adat setempat. Hutan yang dahulunya alami akan ikut rusak sebab
hal tersebut tadi mengenai AMDAL.
Walaupun
AMDAL telah memenuhi syarat tetapi siafat manusia itu selalu rakus dan
mempunyai rasa hidup edonisme. Apalagi kita tahu bahwa orang Indonesia selalu
hidup dengan tingkat Edonisme yang cukup tinggi yang hanya mengejar materi
saja. Tanpa melihat nasib dari pada rakyat Papua yang menderita diatas tanahnya
sendiri.
Penulis adalah mahasiswa papua, Kuliah di Tangerang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar