Pages

Pages

Rabu, 20 November 2013

Di Waropen, Siswa SMP Dianiaya Hingga Gangguan Otak

Ilustrasi Kekerasan Aparat Militer Indonesia
SUNGGUH ironis, polisi yang notabene sebagai pelindung, dan pengayom masyarakat, justru menganiaya warga. Parahnya, kali ini dilakukan pada anak dibawah umur yang diduga dilakukan oleh 4 anggota Polres Waropen terhadap Hans Wairey (12), siswa SMP Negeri 2 Urfas Distrik Ureifaisei.

Orang tua korban Clemens Wairey, S.Pd ketika mendatangi SULUH PAPUA, Senin (18/11), bercucuran air mata sembari menjelaskan kronologis insiden. Menurut Wairey, penganiayaan bermula dari peristiwa kasus pencurian uang kas jemaat GKI Sion Mambui oleh 3 anak dibawah umur, masing-masing berinisial S, H, R pada Rabu (13/11) lalu, dirumah ketua jemaat GKI Sion Mambui. Keesokan harinya, Kamis (14/11), 4 anggota Polres Waropen mendatangi rumah Clemens Wairey di Paradoi mengecek anaknya Hans untuk dibawa ke Polres guna dimintai keterangan terkait pencurian.

Namun, sontak 4 anggota Polres Waropen tiba-tiba saja langsung menganiaya Hans, di injak-injak hingga tak berdaya di halaman rumah di Paradoi. “Kasus pencurian ini terjadi hari Rabu, Kamis anak saya ditangkap dan dituduh ikut terlibat dalam pencurian uang kas jemaat GKI Sion Mambui, 4 anggota Polres lalu menganiaya dan menginjak-injak anak saya sampai hampir mati, dan sekarang anak saya terganggu ingatannya,” kata Clemens yang mengaku sedih melihat kondisi anaknya terbaring sakit.

Dikatakan, dirinya sudah berulang kali menanyakan keterlibatan anaknya dalam kasus pencurian uang kas jemaat di GKI Sion Mambui, namun anaknya mengaku tidak tahu. “Saya sampai sudah pasrah, biar sudah kalau polisi pukul, tetapi yang kami keluarga tuntut yakni kekerasan anak dibawah umur. Saya sudah minta visum dokter dan hasil sudah saya pegang, cuma sekarang anak saya ini tidak bisa sekolah karena benturan dan terganggu otaknya,” terangnya.

Menurut Clemens, tindakan 4 polisi itu telah menyalahi aturan. Mestinya anaknya diperiksa, bukan dianiaya. “Saya minta kapolres harus mempertanggungjawabkan kasus ini, karena ini tergolong penganiayaan terhadap anak dibawah umur,” imbuhnya.

Ditempat terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Waropen Penehas Hugo Tebay, STh mengecam insiden yang dilakukan oknum polisi. Menurut Ketua DPRD, hendaknya polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat tidak bertindak gegabah.

Dikatakan, meskipun ketiga anak itu melakukan kesalahan, tidak harus dipukul hingga babak belur. “Harusnya dibawa dan dibina dulu, tapi kalau sampai dipukul muka hancur begitu, itu tidak benar. Saya mengecam keras tindakan tersebut, saya juga minta agar Kapolres mengusut tuntas masalah ini,” tegas Ketua DPRD kepada SULUH PAPUA.

Menurut Hugo, orang tua korban akan mengadukan masalah tersebut kepada DPRD dan meminta perlindungan hukum. “Kapolres harus menindak tegas anggotanya, apa tidak ada prosedur yang benar untuk menyelidiki sebuah kasus di Polres Waropen sehingga anggota main pukul begitu?” tegasnya.

Kasus pencurian terjadi Rabu (13/11) lalu, dimana ketiga anak yang diduga mencuri dirumah ketua jemaat GKI Sion Mambui masing-masing berinisial S, H, R mengambil uang senilai Rp.86 juta. Saat ini pelaku berinisial S telah melarikan diri dan masih buron, sedangkan R mendekam di Polres Waropen. Sementara H kini tengah menderita sakit dirumah karena dianiaya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi yang diperoleh SULUH PAPUA dari pihak Polres Waropen maupun Polda Papua. Kapolres yang coba dihubungi tidak dapat tersambung begitu pula Polda Papua.

Sebelumnya, seorang siswa di Wamena, Jayawijaya, juga dihajar oknum polisi, Jumat lalu. Video pemukulan tersebut beredar sejak Sabtu (16/11) di situs Youtube (http://youtu.be/Hpt1u3kqrE8). Dalam video yang diunggah tersebut, tampak sejumlah oknum polisi menarik seorang siswa dan kemudian memukulnya menggunakan popor senjata. Dua orang polisi ikut pula menodongkan senjata mereka.

Kepala Bidang Humas Polda Papua AKBP. Sulistyo Pudjo Hartono menuturkan aksi tersebut bermula dari tawuran yang melibatkan 5 Sekolah Menengah Atas di Wamena. “Tim sudah dibentuk atas perintah Kapolda, tim ini akan melihat sejauh mana permasalahan latar belakang dan apakah tindakan sesuai prosedur atau tidak sesuai prosedur,” kata AKBP Sulistiyo Pudjo H. S.Ik, di Mapolda Papua, Senin.

Menurut dia, kronologis tawuran antarpelajar di Wamena Jumat siang dilatari informasi bahwa siswa di salah satu sekolah membuat lagu yang dianggap mengganggu, mencederai atau merendahkan kelompok siswa lain. Akibatnya siswa di sekolah lainnya marah. SMAN I diminta bertanggung jawab.

Ia melanjutkan, akibat kejadian tersebut, Wakapolres Jayawijaya dan Kabag Ops menyikapi dengan mengerahkan personil untuk memisahkan kedua pihak, diantaranya SMA Yapis, PGRI, SMK YPK yang hendak menyerbu ke SMAN 1. Saat dipisahkan, situasi berkembang menjadi tidak terkontrol, dimana siswa-siswa mempersenjatai diri dengan batu dan kayu.

Menurut Kabid Humas, selain menyerang pelajar SMAN 1, mereka juga menyerbu anggota polisi yang hendak memisahkan, bahkan melempari mobil Wakapolres. Beberapa personil bahkan harus dirawat di rumah sakit akibat terkena lemparan.

Menurut dia, tidak ada niat polisi untuk melakukan konfrontasi terhadap siswa, tetapi menghindari korban jiwa.

Terkait kabar dari media yang menayangkan pemukulan terhadap siswa oleh oknum polisi, pihaknya sudah memerintahkan Kabid Propam untuk mendalami peristiwa itu.

Pihak Kepolisian Papua lanjutnya, berharap adanya dukungan dari Pemda Kabupaten Jayawijaya. “Dukungan dari sekolah, tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat dan organisasi kepemudaan untuk meredam permasalahan ini. Karena kalau permasalahan ini berkelanjutan maka semuanya rugi. Dimana satu SMA mungkin hanya oknum yang membuat lagu-lagu yang merendahkan kelompok SMA lain, tetapi disikapi dengan cara tidak wajar,” lanjut Pudjo lagi. (K9/CR5/R4)

Sumber :  www.suluhpapua.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar