Aksi duka Aliansi Mahasisiwa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta. Foto: Ado |
Yogyakarta, -- Kekerasan dan penembakan terhadap masyarakat
sipil di Papua masih saja berlanjut. Terakhir kekerasan yang berujung hilangnya
nyawa salah satu pelajar, Alpius Mote (18) di kabupaten Deiyai, Papua pada
tanggal 23 September 2013.
Menanggapi
hal
itu, Aliansi Mahasisiwa Papua (AMP) di beberapa kota di Indonesia turun
jalan melakukan aksi protes dan duka. Aksi duka ini digelar untuk
menuntut Pemerintah Indonesia
mempertanggungjawabkan kejahatan kemanusia di Papua.
Aliansi
Mahasisiwa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta menggelar aksi di depan Asrama
Mahasiswa, Senin, (21/10/2013) siang tadi. Aksi protes damai diikuti mahasiswa
Papua di Yogyakarta. Massa aksi mengenakan pakaian hitam sebagai bentuk duka
atas kekerasan di Papua.
Koodinator
lapangan (Korlap) aksi di Yogyakarta, Aris Yeimo dan Aby Douw yang berkali-kali
menyampaikan bahwa kejahatan terhadap kemanusian di Papua sudah terjadi sejak
Papua dianeksasi ke dalam kedaulatan Indonesia pada 1 Mei 1963. Kekerasan
tersebut masih berlanjut hingga sekarang.
"Pemerintah
Indonesia melalui kaki tangannya membunuh kami secara tidak manusiawi. Kekerasan
demi kekerasan terjadi hingga terjadi pelanggaran HAM berat. Tetapi semua
kejadian penembakan, pembunuhan dan lain-lain dari militer Indonesia tidak
pernah ungkap pelakunya. Mereka malah memelihara kkerasan demi kekerasan itu
terjakdi di Papua, mereka sedang menghabisi kami bangsa Papua," tutur Aris.
Juru
Bicara aksi, Donatus Mote mengatakan, pelanggaran
HAM sudah terjadi sejak 1 Mei 1963 hingga sekarang, terakhir terjadi kasus
pelanggaran HAM di Waghete.
Kata
Mote, melihat pelanggaran HAM yang terus terjadi maka dalam aksi yang
berlangsung di depan Asrama Mahasiswa Papua Yogyakarta itu, AMP secara tegas
mendesak dan menuntut kepada pemerintah Indonesia untu menarik militer dan
polisi organik maupun non-organik dari seluruh tanah Papua.
Kadua,
kata dia, mancopot jabatan kapolda Papua Kapolres Deiyai, dan Paniai karena
tidak memberikan rasa aman kepada warga masyarakat.
Ketiga,
mereka minta manarik brigeder Mobil
(Brimob) dari kabupaten Deiyai, Paniai dan seluruh kapupaten di Papua, dan keempat, mereka minta pecat dan hukum pelaku
penembakan pelajar di Ditrik Wagete, Deiyai Papua.
"Jika pemerintah Indonesia tidak bisa
bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Papua maka solusi demokratis bagi
rakyat papua adalah menentukan nasib sendiri," katanya sela-sela berlangsungnya
aksi.
Kordinator
umum aksi, Maikel Bukega menjelaskan beberapa peristiwa di Kabupaten Deiyai belum lama ini.
Kata
dia, pada tanggal 1 Juni 2013 terjadi
pembunuhan terhadap Yemi Pakage (16 Tahun) oleh Brigader Mobil (Brimob).
Kamudian terjadi penganiayaan dan penyiksaan pada 26 Juni 2013 Pontianus Madai
(31 tahun) oleh 3 anggota Brimob berseragam lengkap serta 2 lainnya berpakaian
preman.
Alpius
Mote (18 tahun) seorang pelajar yang terkena timah panas di bawah tulang rusuk
kanan yang berujung meninggal dunia.
Ia ketika itu sedang pulang ke rumah. Korban
lainnya adalah Fransiskus Dogopia (27 tahun) anggota Satpol PP, mengalami luka
tembak di punggung belakang, Aleks Mote (29 tahun) petani mengalami luka tembak
di kaki. (Ado.dt/MS)
Sumber : http://majalahselangkah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar