Marinus Yaung |
JAYAPURA - Pengamat
Politik dan Pemerintahan Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung,
mengatakan pemerintah RI tidak perlu panik terhadap isi pidato dari
Perdana Menteri (PM) Vanuatu New Guniea, Moana Karkas Kalosil,yang
disampaikan dalam sidang umum PBB di New York, USA, pukul 10.15 waktu
setempat, Minggu (29/9).
“Sejak SK Pepera tahun 1969, maka ini kali kedua Papua dibawa dalam sidang resmi PBB oleh PM Vanuatu. Beliau menepati janjinya sewaktu terpilih sebagai PM didalam agenda 100 hari kerjanya. Saya mengutip sebagaimana apa yang disampaikan beliau di forum resmi dihadapan sidang umum PBB. Dikatakan, sekarang ini kita berkumpul disini membahas masalah Suriah, tetapi persoalan yang sama juga terjadi untuk di Papua terkait pelanggaran HAM,” ujarnya saat ditemui wartawan di Abepura, Senin (30/9).
Ia berharap agar PBB tidak mengabaikan persoalan Papua, serta meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan ketika mengurus Act of Rechoice tahun 1969 di tanah Papua. Meski demikian, iapun berharap kepada Pemerintahan SBY agar tidak menganggap remeh isu yang dikumandangkan oleh PM Vanuatu dalam pidato di sidang umum PBB.
“Ini cukup mengagetkan, tapi pemerintah tidak perlu panik dengan situasi ini dan tidak perlu mengambil kebijakan yang reaktif atas apa yang disampaikan dalam forum PBB. Karena ini hanya sebuah pemikiran yang dismpaikan dan belum tentu dijadikan sebagai agenda resmi di PBB karena untuk masuk sebuah isu resmi dibutuhkan 2/3 dukungan dari anggota PBB untuk isu itu dijadikan agenda dalam sidang umum,”paparnya.
Sehingga, pemerintah SBY dinilainya tidak perlu menggencarkan lobi-lobi di tingkat internasional untuk meredam hal tersebut tetapi harus konsisten dalam membangun Papua berdasar aspirasi dan keinginan yang dirasakan orang Papua saat ini.
“Presiden SBY saat ini tidak perlu terlalu percaya dengan bisikan para pembantunya , terutama Menteri-menteri yang dipercayakan mengurus Papua dan selama ini melaporkan bahwa Papua aman-aman saja. Sudah waktunya SBY tidak lagi mendengarkan perkataan semacam itu, dan yang kedua pemerintah tidak lagi perlu mempercayai elit politik lokal untuk janji dan ucapan bahwa Papua akan tetap menjadi bagian dari NKRI. Yang perlu SBY percayai adalah suara rakyat Papua hari ini, karena inilah yang harus didengar dan rakyat minta dialog,”katanya.
Dialog ini menurut Yaung, ditujukan untuk mewujudkan perdamaian di tanah Papua. Dialog tidak ditujukan untuk minta merdeka, karena perdamaian di Papua dan kemerdekaan adalah dua konteks yang berbeda.
“Jakarta jangan mencurigai bahwa tujuan dialog ini untuk meminta merdeka, tetapi tujuan dari dialog ini ujungnya kita minta supaya ada dukungan pusat terhadap proses perdamaian di Papua. Merdeka tapi kalau tidak damai juga percuma, yang kita butuhkan adalah kedamaian. Dengan adanya peristiwa ini saya mau Pemerintah pusat benar-benar serius memperhatikan dialog ini. Karena kalau sampai pemerintah SBY tidak mengindahkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) orang Papua yang meminta dialog, maka jangan salahkan situasi politik Papua akan terus dikumandangkan di dunia internasional,”tukasnya. (art/art/l03)
Sumber : http://bintangpapua.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar