Pages

Pages

Selasa, 01 Oktober 2013

PBB Diminta Laksanakan Usulan PM Vanuatu Terkait Papua

Sejumlah mahasiswa di Jakarta demo meminta negara bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM di Papua (Foto: Ist)
PAPUAN, Manokwari — Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari mendesak Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (Sekjen PBB) untuk melaksanakan usulan Perdana Menteri Vanuatu, Moana Karkas Kalosil tentang perlunya investigasi HAM di Tanah Papua.

“Desakan ini diasarkan atas fakta sejarah pelanggaran HAM di Tanah Papua yang jelas-jelas telah mengakibatkan jatuhnya korban di pihak rakyat Papua dalam jumlah ratusan ribu sejak Mei 1963, Juli – Agustus 1969, 1970-an hingga dewasa ini,” ujar Direktur Eksekutif LP3BH, Yan CH Warinussy, dalam siaran pers yang dikirim kepada redaksi suarapapua.com, Selasa (1/11/2013).

Dikatakan, korban pelanggaran HAM tersebut meliputi korban mati, perkosaan, penganiayaan secara fisik, penahanan dan penyiksaan di luar proses hukum serta penghilangan secara paksa dan pembunuhan kilat (summary execution).
Tindakan-tindakan yang melanggar peri kemanusiaan dan prinsip-prinsip hak asasi manusia tersebut, sambung Warinussy, diduga keras melibatkan sejumlah kesatuan komando pasukan TNI dan juga POLRI dalam sejumlah kegiatan operasi militer dan keamanan antara kurun waktu 1963 hingga saat ini di berbagai tempat di seluruh wilayah Pulau Papua.

Walaupun Pemerintah Indonesia telah memiliki Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan Hak Asasi Manusia.

Bahkan Papua dan juga Papua Barat telah diberi Undang Undang Nomor 21 Tahun 1969 tentang Otonomi Khusus yang juga mensyaratkan perbaikan dan promosi HAM, akan tetapi, lanjut Warinussy, implementasi riilnya tidak pernah berjalan.

“Hal mana disebabkan karena negara tidak memiliki kemauan politik (political will) yang bisa mendorong implementasi aturan perundangan tersebut,” tegas Warinussy.

Sementara di pihak lain, Tanah Papua tetap dipandang sebagai daerah konflik, tapi tanpa alasan yang jelas, meskipun sebenarnya yang terlibat dalam konflik tersebut adalah institusi-institusi negara yang memiliki kepentingan sangat kuat dalam upaya menguasai aspek pengelolaan sumber daya alam yang sangat melimpah di Tanah ini.

Sementara, lanjut Warinussy, penguasa buminya sendiri karena itu menjadi sasaran kekerasan aparat negara, walaupun mereka memilki pranata hukum tradisonal untuk melindungi tanah, hutan, lingkungan bahkan kekayaan alamnya sendiri yang senantiasa dipandang sebagai faktor penghambat yang mesti diatasi, bila perlu dengan menggunakan anasir kekerasan hingga melanggar hak asasi mereka sekalipun.

“Dengan demikian maka kedatangan Wakil Khusus PBB untuk invetigasi HAM di Tanah Papua yang dikenal sebagai West Papua menjadi sesuatu yang sangat urgen, relevan dan mendesak saat ini,” tutup Warinussy.

OKTOVIANUS POGAU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar