Sejumlah mahasiswa di Jakarta demo meminta negara bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM di Papua (Foto: Ist) |
PAPUAN, Manokwari — Lembaga Penelitian,
Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari mendesak
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (Sekjen PBB) untuk
melaksanakan usulan Perdana Menteri Vanuatu, Moana Karkas Kalosil
tentang perlunya investigasi HAM di Tanah Papua.
“Desakan ini diasarkan atas fakta sejarah pelanggaran HAM di Tanah
Papua yang jelas-jelas telah mengakibatkan jatuhnya korban di pihak
rakyat Papua dalam jumlah ratusan ribu sejak Mei 1963, Juli – Agustus
1969, 1970-an hingga dewasa ini,” ujar Direktur Eksekutif LP3BH, Yan CH
Warinussy, dalam siaran pers yang dikirim kepada redaksi suarapapua.com, Selasa (1/11/2013).
Dikatakan, korban pelanggaran HAM tersebut meliputi korban mati,
perkosaan, penganiayaan secara fisik, penahanan dan penyiksaan di luar
proses hukum serta penghilangan secara paksa dan pembunuhan kilat (summary execution).
Tindakan-tindakan yang melanggar peri kemanusiaan dan prinsip-prinsip
hak asasi manusia tersebut, sambung Warinussy, diduga keras melibatkan
sejumlah kesatuan komando pasukan TNI dan juga POLRI dalam sejumlah
kegiatan operasi militer dan keamanan antara kurun waktu 1963 hingga
saat ini di berbagai tempat di seluruh wilayah Pulau Papua.
Walaupun Pemerintah Indonesia telah memiliki Undang Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Peradilan Hak Asasi Manusia.
Bahkan Papua dan juga Papua Barat telah diberi Undang Undang Nomor 21
Tahun 1969 tentang Otonomi Khusus yang juga mensyaratkan perbaikan dan
promosi HAM, akan tetapi, lanjut Warinussy, implementasi riilnya tidak
pernah berjalan.
“Hal mana disebabkan karena negara tidak memiliki kemauan politik
(political will) yang bisa mendorong implementasi aturan perundangan
tersebut,” tegas Warinussy.
Sementara di pihak lain, Tanah Papua tetap dipandang sebagai daerah
konflik, tapi tanpa alasan yang jelas, meskipun sebenarnya yang terlibat
dalam konflik tersebut adalah institusi-institusi negara yang memiliki
kepentingan sangat kuat dalam upaya menguasai aspek pengelolaan sumber
daya alam yang sangat melimpah di Tanah ini.
Sementara, lanjut Warinussy, penguasa buminya sendiri karena itu
menjadi sasaran kekerasan aparat negara, walaupun mereka memilki pranata
hukum tradisonal untuk melindungi tanah, hutan, lingkungan bahkan
kekayaan alamnya sendiri yang senantiasa dipandang sebagai faktor
penghambat yang mesti diatasi, bila perlu dengan menggunakan anasir
kekerasan hingga melanggar hak asasi mereka sekalipun.
“Dengan demikian maka kedatangan Wakil Khusus PBB untuk invetigasi
HAM di Tanah Papua yang dikenal sebagai West Papua menjadi sesuatu yang
sangat urgen, relevan dan mendesak saat ini,” tutup Warinussy.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : http://suarapapua.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar