Demontrasi PEPERA ulang |
Ketika saya membaca catatan pingiran majalah Tempo, karya Goenawan Mohamad, itu menjadi inspirasi untuk menulis catatan ini.
Pulau
Papua sejak di aneksasi kedalam sebuah yang di bilang atau disebut
dengan NKRI hingga kini bukan hanya sebuah daerah yang diranjang duka
nestapa, tapi juga sejumlah pertanyaan. Pertanyaan itu semuanya
berkaitan dengan apa sebenarnya “INDONESIA” -ya, apa sebenarnya
“INDONESIA” yang hendak dipertahankan dengan Papua didalamnya.
Kata
para jenderal dan politikus yang berkuasa di negeri ini, keutuhan
wilayah itu harus dibelah. Tapi apa arti “wilayah” sebuah negeri ? Apa
pula “keutuhan” itu ? Kita acap lupa ” wilayah ” adalah sebuah tempat
dalam ilmu bumi, yang terbentang diantara sekian garis lintang dan
sekian garis bujur. Ia sebuah ruang. Dalam sejarahnya yang panjang
manusia membela ruang itu sebagai membela milik sendiri, tapi dalam hal
“INDONESIA”, apa artinya “milik” ?
“Milik”
pada akhirnya berarti kekuasaan, dan kekuasaan itu bergerak dalam
sejarah. Seandainya Raffles, orang Inggris itu, terus berkuasa di Jawa
dan tak menyerahkan pulau itu kepada Belanda pada tahun 1816, mungkin
Singapura yang kemudian di dirikannya akan jadi bagian dari sebuah
wilayah yang kini disebut “INDONESIA”, oleh karena itu tak heran ketika
ketika itu Soekarno meneriakkan kalimat “Gayang Malaysia”. Politik dan
Ekonomi keduanya itu merupakan dua titik dalam satu mata uang yang tak
dapat di pisahkan- namun kedua-duanya bukan sesuatu yang sakral- yang
membuat dan mentapkan peta bumi seperti sebuah “NKRI” dengan Papua
didalamnya. Benarkah “Wilayah” begitu berarti hingga hal-hal yang lain
boleh dikorbankan ? benarkah begitu penting ” Keutuhan ” ?
“Keutuhan”-
kata inipun tak pasti benar dari mana datangnya. Yang jelas, ia
mencakup pengertian yang lebih luas ketimbang sekadar ketentuan tapal
batas. “‘Keutuhan ” Bukan sekedar persoalan teritorial. Ia juga bisa
berarti sumber alam dan keseimbangan ekologi, termasuk hutan tropis yang
hijau dan biodiversitas yang hidup, juga para penghuni, kehudupan
sosial dan kearifan lokal budaya mereka. Apa artinya “Keutuhan” yang
dipertahankan bila hutan papua di curi habis-habisan oleh HPH pemilik
modal tanpa menyisahkan sedikitpun ( Ilegal Loging)? , hasil Tambang di
eksploitasi habis-habisan sementar rakyat pemilik hulayat melarat,
rakyat papua di intimidasi, diperkosa hak-haknya, di siksa dan dibunuh,
apa artinya ” Keutuhan ” bila ruang demokrasi bagi rakyat papua di
bungkam,?, terjadi pemekaran daerah dimana-mana yang berimlikasi pada
pengkotak-kotakan manusia papua yang dulunya utuh, apa artinya
“Keutuhan” bila rakyat papua menjadi minoritas diatas tanahnya sendiri
?, apa arti dari “keutuhan” bila rakyat papua akan musnah ( Genocida)
oleh pembunuan secara fisik dan psikis ? . Sunggu ironis ” Keutuhan” di
papua dibuat semakin jauh dan tak utuh lagi oleh yang namanya
“Indonesia”.
”
Keutuhan” itu dibentuk secara alami oleh alam, seperti pulau papua yang
“Utuh” di pagar oleh pagar alami, dibagian baratnya dipagari oleh
Indonesia yang papua tidak termasuk didalamnya, dibagian timur di pagari
oleh papua new guinea, dibagian utaranya dipagari oleh Filipina dan
samudra pasifik serta diselatan oleh Australia, itulah ” Keutuhan “.
keutuhan itu sendiri tak dapat dipaksa atau dibuat-buat untuk utuh demi
kepentingan tertentu. Lebih parah lagi kini diseluruh wilayah papua
terpampang tulisan” NKRI” HARGA MATI, jelas-jelas kita akan sadar dan
mengerti bahwa hal itu merupakan bentuk pemaksaan, dengan kata lain
merampas keutuhan bangsa lain dan memaksa bangsa lain untuk menjadi
utuh didalam sesuatu yang disebuat ” NKRI” , apakah benar itu yang di
sebut dengan “keutuhan” atau sebuah paksaan untuk ” Utuh” dalam
kepalsuan demi kepentingan -kepentinga tertentu yang bersembunyi dibalik
yang namanya ” keutuhan” yang pada hakikatnya bukan keutuhan.
Keutuhan
yang sesunggunya adalah ketika Rakyat Papua dan Bangsa-Bangsa lain
termasuk yang disebut dengan “INDONESIA” itu, hidup dengan penuh syukur
dengan hasil alamnya masing-masing untuk mengolah, memelihara dan
memanfaatkannya untuk keperluannya tanpa iri hati dan perasaan ingin
menjajah dan merampas milik bangsa lain, itulah ” Keutuhan “
Tapi
mungkin juga yang hendak di pertahankan adalah sebuah “INDONESIA”
sebagai ingatan yang berharga. Sejak peristiwa PEPERA tahun 1969 dimana
Papua secara resmi menyatakan bergabung dengan yang namanya sebuah
“NKRI” yang nyata-nyata cacat hukum dan ditunggangi oleh kepentingan
Amerika,cs, tentang hasil alam Papua yang di sumbangkan atau dirampas
untuk membangun Negara miskin yang namanya “Indonesia”,. Memang benar
alam Papua itu sangat mengiurkan sehingga selalu di ingat oleh
pelahap-pelahap itu sampai-sampai tak bisah untuk dilepaskan.
Titik
Klimaks “keutuhan” Papua Barat secara absolut terjadi pada, 1 Desember
1961, sejak itu Papua merupakan sebuah Negara “Utuh”, bukan seperti
yang namanya sebuah “INDONESIA” yang merampas “Keutuhan” Papua Barat
supaya disebut sebagai sebuah “NKRI” yang penuh dengan rekayasa untuk”
utuh”
Kenangan
Kemerdekaan Bangsa Papua Barat sangat intim. Ia sebagai identitas dan
harga diri Rakyat Papua, hal itu telah tertanam didalam sanubari setiap
generasi Papua secara berkesinambungan dan terus-menerus,
turun-temurun,. “Keutuhan” itu telah menjadi roh untuk melawan, untuk
mengusir Bangsa penjajah Indonesia yang datang bagaikan malaikat terang
atau serigala berwajah domba.
Di
Negeri yang dinamakan “INDONESIA” , Negara adalah sebuah paradoks, Ia
represif dan sekaligus rentan, cerewet dan sekaligus ceroboh.
Maka, sebuah ” INDONESIA” yang manakah yang hendak kita pertahankan ?
Saya
termasuk mereka yang akan menjawab; sebuah “INDONESIA” yang tanpa Papua
ada di dalamnya dan begitupun dengan sebuah yang dinamakan NKRI (
Singkatan yang kakuh dari ” NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA’), yang memaksa
Papua untuk berada didalamnya. Saya akan menangis bila Papua terlepas
dari REPUBLIK. Tapi saya juga akan menangis bila Papua dibungkam oleh
mereka yang datang atas nama REPUBLIK. “INDONESIA” yang utuh adalah
Inndonesia yang punya cita-cita yang berharga untuk utuh tanpa Papua
didalamnnya itulah ” Keutuhan” Indonesia yang fundamental dan hakiki.
Apa sebenarnya sebuah “INDONESIA” yang hendak di pertahankan ?
Jawabannya
akan menentukan hidup rakyat Indonesia kelak. Sebuah “INDONESIA” yang
masih bercita-cita atau sebuah ” INDONESIA” yang tanpa cita-cita ?
Sebuah “INDONESIA” yang pandai bernegosiasi atau sebuah “INDONESIA” yang
bagaikan preman yang memakai kekerasan untuk menarik keuntungan dari
Papua ? Sebuah “INDONESIA” yang percaya dan menghargai hak-hak Bangsa
lain untuk “Utuh” atau sebuah “INDONESIA” yang patut dibanggakan atau
sebuah “INDONESIA” yang bahka oleh bangsanya sendiri berhenti diacuhkan ?
Berangsur-angsur
semua kejahatan sebuah yang disebut ” NKRI” terhadap Rakyat Papua
Barat yang melintas sebuah garis batas, berakhir menjadi cerita hantu .
Hantu itu bernama ” NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA”- SESUATU YANG
SEBENARNYA BUKAN 100 PERSEN “NEGARA”, bukan pula” KESATUAN”, SESUATU
ANTARA ADA DAN TAK ADA TAK MENENTU.
Papua
Barat yang “Utuh” adalah Papua Barat yang merdeka dan berdaulat di
luar dari sebuah yang di sebut dengan “INDONESIA”, begitupun Indonesia
yang “Utuh” adalah Indonesia yang tanpa Papua Barat didalamnya.
SEMOGA DEMIKIAN.
Salam Pembebasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar