Thobias Bagubau (Jubi/Mawel) |
Sentani, 3/10 – Ketua
Lembaga Adat Suku Wolani Mee dan Moni (LMA SWAMEMO), Thobias Bagubau,
menuding PT. Madinah Quarta Air (MQA) menipu warga Degeuwo, Kabupaten
Nabire, Papua, selaku pemilik penambangan emas di kawasan tersebut.
PT. MQT menipu pemilik hak ulayat dengan cara memanfaatkan
keterbatasan pengetahuan warga. “Bosnya PT. MQA adalah Haji Ari yang
diserahkan kepada adiknya Haji Acong kemudian kepada PT. West Wits
Mining dari Australia dengan tipu muslihat,” kata Thobias ke tabloidjubi.com,
di Sentani, Kabupaten Jayapura, Kamis (3/10). Lanjut Thobias,
perusahaan tersebut berjanji akan melakukan pembayaran ganti rugi kepada
pemilik hak ulayat sebebsar Rp. 200 juta per orang bagi pemilik hak
ulayat. Janji itu membuat pemilik tanah melepas tanahnya.
Selain itu, kata dia, PT MQA menipu lagi PT. West Wits Mining sebagai
pemilik saham. “PT. MQA membuat surat pelepasan dari masyarakat adat,
lembaga pemilik hak ulayat, secara palsu dan menyakinkan PT. West Wits
Mining dalam pertemuan di Jakarta, belum lama ini. Kemudian PT. West
Wits Mining menyerahkan uang operasi,” ujarnya. Perusahaan ini sudah
beroperasi di lokasi 99, 45 dan 81 di kampung Detoday, Distrik
Bogobayda, Kabupaten Paniai, dan sepajang sungai Degeuwo.
Thobias menjelaskan, awalnya, Haji Ari menipu dengan menyerahkan
sebagian lokasi kepada adiknya, Haji Acong. “Ari dan adiknya haji Acong dorang dua (mereka)
beli lokasi lalu bagi hasil. Haji Acong bayar membayar lahan seharga
Rp. 1 miliar dan besin 30 drum kepada haji Ari. Mereka berdua sepakat
untuk mengelola lahan bersama kemudian hasilnya dibagi,” kata Thobias.
Bagi hasil tersebut diterima dari PT. West Wits Minig. “Haji Acong
50 persen dan Haji Ari 50 persen. Hasil pasaran pengelolaan emas tidak
diperuntukkan bagi masyarakat pemilik tanah. Mereka belum buat
perjanjian bagi hasil dengan masyarakat. Selain itu, melibatkan lembaga
adat, Swamemo, DAP, dan Pemerintah Daerah,” ujarnya.
Thobias menduga, penipuan berlangsung mulus tanpa masalah karena
dibeking aparat kepolisian. “Dugaan saya, kemungkinan polisi juga di
bayar untuk menghadapi masyarakat yang mengamuk,” tuturnya. Bertolak
dari itu, imbuh dia, masyarakat pemilik lahan, LMA SWAMEMO dan Dewan
Adat Paniai (DAP) sepakat menolak West Wist Mining.
“Kami tidak ingin mengulang pengalaman Freeport di Timika. Penolakan
ini atas dasar hukum berdasarkan UU Dasar RI, UU Otonomi Khusus, Surat
Kepala Daerah dan Gubernur Papua tentang penutupan Areal pertambangan
Emas Ilegal,” tuturnya lagi.
PT.MQA tidak bisa bertahan dengan surat dari mantan Bupati Paniai,
Naftali Yogi, dengan Nomor 31 tahun 2010 tetang perizinan pertambangan
dan perpanjanagan dengan Nomor 47 tahun 2011. “Surat itu tidak berlaku
lagi,” tegas Thobis. Surat tersebut tidak berdasar karena pemerintah
daerah setempat mengeluarkannya secara sepihak, tanpa kordinasi dengan
masyarakat adat.
Beranjak dari itu, kata Thobias, pihaknya bersama masyarakat adat
akan melakukan aksi penolakan. “Kami rencana akan tahan helikopter yang
dari Nabire ke Degeuwo sejak tanggal 5 oktober. Penahanan ini
direncanakan berlangsung selama satu bulan,” ujarnya.
Selain penahanan helikopter, pihaknya juga akan menuntut Kapolres
Pania menghadirkan Haji Acong dan Haji Ari dan pemimpin 28 perusahaan
emas Degeuwo. “Kami melakukan pemalangan demi hukum, keadilan dan
kebenaran. Kita harus duduk dan bicara. Pelangaran HAM, pengrusakan
lingkungan sangat parah disana,” ucapnya.
Dia menambahkan, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten Paniai,
Kabupaten Nabire, Kabupaten Intan Jaya, ProvinsiPapua, DPRP, kedubes
Autralia tekait kepemilikan Saham PT. West Wits Mining, dapat mengatasi
persoalan ini. “Demi hukum, kami minta pemerintah turun tangan. Saya
akan jadi jaminan. Polisi mau tahan dan bunuh saya, silahkan. Saya
tidak akan mundur satu langkah pun. Saya akan berada di depan saat
demonstrasi nanti demi tanah adat Degeuwo,” tegasnya.
“Kami mendukung aksi karena terjadi penipuan yang sangat luar biasa,”
kata Natalia Kobogau, tokoh perempuan Degeuwo. Menurut Natalia,
pihaknya pernah menahan helikopter sejak Sabtu, 28 September 2013. “Kami
pernah lakukan aksi penahanan helikopter sejak Sabtu, 28 Septermber
2013. Meski demikian, tapi kami belum berhasil bertemu bos PT. MQA,”
katanya.
Hingga berita ini terbit, belum ada konfirmasi dengan Haji Ari dan
Haji Acong yang dituding melakukan penipuan pembelian tanah. Pemerintah
Daerah setempat juga belum dikonfirmasi. (Jubi/Mawel)
Sumber : http://tabloidjubi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar