Pages

Pages

Kamis, 03 Oktober 2013

LMA SWAMEMO TUDING PT. MQA TIPU WARGA DEGEUWO

Thobias Bagubau (Jubi/Mawel)
Sentani, 3/10 Ketua Lembaga Adat Suku Wolani Mee dan Moni (LMA SWAMEMO), Thobias Bagubau, menuding PT. Madinah Quarta Air (MQA) menipu warga Degeuwo, Kabupaten Nabire, Papua, selaku pemilik penambangan emas di kawasan tersebut. 

PT. MQT menipu pemilik hak ulayat dengan cara memanfaatkan keterbatasan pengetahuan warga. “Bosnya PT. MQA adalah Haji Ari yang diserahkan kepada adiknya Haji Acong kemudian kepada PT. West Wits Mining dari Australia dengan tipu muslihat,” kata Thobias ke  tabloidjubi.com, di Sentani, Kabupaten Jayapura, Kamis (3/10).  Lanjut Thobias, perusahaan tersebut berjanji akan melakukan pembayaran ganti rugi kepada pemilik hak ulayat sebebsar Rp. 200 juta per orang bagi pemilik hak ulayat. Janji itu membuat pemilik tanah melepas tanahnya.

Selain itu, kata dia, PT MQA menipu lagi PT. West Wits Mining sebagai pemilik saham. “PT. MQA membuat surat pelepasan dari masyarakat adat, lembaga pemilik hak ulayat, secara palsu dan menyakinkan PT. West Wits Mining dalam pertemuan di Jakarta, belum lama ini. Kemudian PT. West Wits Mining menyerahkan uang operasi,” ujarnya.  Perusahaan ini sudah beroperasi di lokasi 99, 45 dan 81 di kampung Detoday, Distrik Bogobayda, Kabupaten Paniai, dan sepajang sungai Degeuwo.

Thobias menjelaskan, awalnya, Haji Ari menipu dengan menyerahkan sebagian lokasi kepada adiknya, Haji Acong. “Ari dan adiknya haji Acong dorang dua (mereka) beli lokasi lalu bagi hasil. Haji Acong bayar membayar lahan seharga Rp. 1 miliar dan besin 30 drum kepada haji Ari. Mereka berdua sepakat untuk mengelola lahan bersama kemudian hasilnya dibagi,” kata Thobias.

Bagi hasil tersebut diterima  dari PT. West Wits Minig. “Haji Acong 50 persen dan Haji Ari 50 persen. Hasil pasaran pengelolaan emas tidak diperuntukkan bagi masyarakat pemilik tanah. Mereka belum buat perjanjian bagi hasil dengan masyarakat. Selain itu, melibatkan lembaga adat, Swamemo, DAP, dan Pemerintah Daerah,” ujarnya.

Thobias menduga, penipuan berlangsung mulus tanpa masalah karena dibeking aparat kepolisian. “Dugaan saya, kemungkinan polisi juga di bayar untuk menghadapi masyarakat yang mengamuk,” tuturnya. Bertolak dari itu, imbuh dia, masyarakat pemilik lahan, LMA SWAMEMO dan Dewan Adat Paniai (DAP) sepakat menolak West Wist Mining.

“Kami tidak ingin mengulang pengalaman Freeport di Timika. Penolakan ini atas dasar hukum berdasarkan UU Dasar RI, UU Otonomi Khusus, Surat Kepala Daerah dan Gubernur Papua tentang penutupan Areal pertambangan Emas Ilegal,” tuturnya lagi.

PT.MQA tidak bisa bertahan dengan surat dari mantan Bupati Paniai, Naftali Yogi, dengan Nomor  31 tahun 2010 tetang perizinan pertambangan dan perpanjanagan dengan Nomor 47 tahun 2011. “Surat itu tidak berlaku lagi,” tegas Thobis. Surat tersebut tidak berdasar  karena pemerintah daerah setempat mengeluarkannya  secara sepihak, tanpa kordinasi dengan masyarakat adat.

Beranjak dari itu, kata Thobias, pihaknya bersama masyarakat adat akan melakukan aksi penolakan. “Kami rencana akan tahan helikopter yang dari Nabire ke Degeuwo sejak tanggal 5 oktober. Penahanan ini direncanakan berlangsung selama satu bulan,” ujarnya.

Selain penahanan helikopter, pihaknya juga akan menuntut Kapolres Pania  menghadirkan Haji Acong dan Haji Ari dan pemimpin 28 perusahaan emas Degeuwo. “Kami melakukan pemalangan demi hukum, keadilan dan kebenaran. Kita harus duduk dan bicara. Pelangaran HAM, pengrusakan lingkungan sangat parah disana,” ucapnya.

Dia menambahkan, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten Paniai, Kabupaten  Nabire, Kabupaten Intan Jaya, ProvinsiPapua, DPRP, kedubes Autralia tekait kepemilikan Saham PT. West Wits Mining, dapat mengatasi persoalan ini. “Demi hukum, kami minta pemerintah turun tangan. Saya akan jadi jaminan. Polisi mau tahan  dan bunuh saya, silahkan. Saya tidak akan mundur satu langkah pun. Saya akan berada di depan saat demonstrasi nanti demi tanah adat Degeuwo,” tegasnya.

“Kami mendukung aksi karena terjadi penipuan yang sangat luar biasa,” kata Natalia Kobogau, tokoh perempuan Degeuwo. Menurut Natalia, pihaknya pernah menahan helikopter sejak Sabtu, 28 September 2013. “Kami pernah lakukan aksi penahanan helikopter sejak Sabtu, 28 Septermber 2013. Meski demikian, tapi kami belum berhasil bertemu bos PT. MQA,” katanya.

Hingga berita ini terbit, belum ada konfirmasi dengan Haji Ari dan Haji Acong yang dituding melakukan penipuan pembelian tanah. Pemerintah Daerah setempat juga belum dikonfirmasi. (Jubi/Mawel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar