Ilustrasi Uang Indonesia |
Jakarta - Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)
Lusius Karus mengemukakan dunia politik saat ini tidak menjadi pilihan
utama kaum muda karena zaman sekarang memang tidak lagi percaya pada
kekuatan politik murni sebagai penentu. Nasionalisme atau kebangsaan itu
tidak lagi menjadi jargon yang terpateri dalam benak anak muda masa
kini.
“Kebangsaan merupakan sebuah imaginasi yang dahulu sukses menjadi
pemicu generasi muda meraih kemerdekaan. Sekarang kata “bangsa” tak lagi
terdengar dari mulut para pemimpin semenjak terakhir Soeharto
digulingkan,” kata Lusius di Jakarta, Rabu (30/10), seperti dilansir
suarapembaruan.com.
Ia menjelaskan sebagai gantinya, kaum muda sekarang ini cenderung
memberhalakan perintah baru zaman globalisasi yaitu kapitalisme. Uang
dan materi menjadi segalanya.
Ketika uang menjadi panglima dan nasionalisme tak lagi mengalir dalam
nadi kaum muda maka tak ada lagi perekat yang menghidupi imajinasi
berbangsa pada diri kaum muda.
Semua bergerak bagai robot dengan target menumpuk harta apapun
caranya. Politik dilihat sebagai salah satu cara bagi kaum muda untuk
mendapatkan harta itu. Maka kaum muda yang terlibat korupsi tak nampak
berwajah sesal ketika divonis korup oleh publik dan penegak hukum.
Meski demikian, dia menegaskan tidak banyak kaum muda yang tertarik
dengan politik seperti itu. Walau sama-sama dikuasai
globalisasi-kapitalistik, pemuda kebanyakan tetap memegang prinsip
bisnis pasar yang fair atau halal dalam mencari uang. Materi walau
mutlak bagi kaum muda, tapi tak lalu menjadi alasan untuk bebas mencuri.
Ini tentu berbeda dengan cara koruptor muda dalam menumpuk harta yang
dilakukan dengan melanggar prinsip kejujuran.
“Contoh buruk politisi muda yang ingin kaya dengan memanfaatkan
politik melahirkan antipati dari kaum muda. Memang antipati itu
lagi-lagi bukan karena jiwa kebangsaan yang menyala pada diri anak muda,
tetapi melulu karena prinsip kapitalisme global yang menghargai
fairnity,” ujarnya.
“Jadi jika hanya sedikit kaum muda yang tertarik masuk dunia politik,
itu hanya karena pancaran politik itu tidak lagi bernilai lebih untuk
bonum comunae. Ketika politik hanya menjadi lahan pekerjaan demi
mendapatkan duit dan terkadang menghalalkan segala cara, kaum muda
memilih untuk menjadi pebisnis biasa tanpa harus ribut-ribut di ruang
publik,” tambahnya.
Sumber : www.indonesia.ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar