Ilustrasi Perlawanan |
Jayapura
22/10 (Jubi) – ‘Jangan Diam, Papua‘,
itulah salah satu lagu yang akan dirilis awal
November 2013 yang di garap group band asal Yogyakarta, Ilalang
Zaman. Didalam lirik lagu tersebut rakyat Papua akan bangkit melawan
penindasan selama ini yang dialami oleh mereka.
Dalam lagu “Jangan Diam, Papua” di alunkan syair-syair kebangkitan
masyarakat papua yang selama ini tertindas, untuk melawan para
petingi-petinggi dengan kekuatan jabatannya. “Ketidakpuasan pada
karya-karya seni secara umum, dan musik secara khusus, terutama di media
mainstream yang kebanyakan membahas Papua secara eksotis, namun
penindasan dan penderitaan manusianya karena eksploitasi alam dan
ekspansi industrialisasi Hilang,” kata Yab Sarpote,
pencipta lagu ‘Jangan Diam, Papua’ saat di hubungi tabloidjubi.com
melalui telepon selulernya, Selasa (22/10).
Masih kata Yab, sebagai dasar dirinya bersama dua rekannya membuat
lirik-lirik lagu dengan melihat dari segi Kemanusiaan yakni Solidaritas
terhadap manusia lain yang tertindas. “Saat merancang lagu ini (Jangan
Diam, Papua), kami harus meletakkan dulu bias nasionalisme (buta) yang
melekat dalam diri kami karena kami tumbuh dalam latar belakang
kebudayaan yang dikonstruksi oleh media mainstream di Indonesia.
Artinya, kami harus memandang perlawanan rakyat Papua terhadap
penindasan, eksploitasi, perampasan ruang hidup mereka sebagai hal yang
layak dilakukan demi membebaskan hidup mereka,” katanya.
Saat ditanya soal lirik lagu “Jangan Diam, Papua” Yab menuturkan
bahwa setiap karya pasti ada pro dan kontra, bahkan karya yang mengambil
posisi ‘aman’ sekalipun. “Prinsipnya ini solidaritas manusia antar
manusia. Saya tidak memihak bentuk negara manapun. Apakah Rakyat Papua
mau tetap bersama Indonesia, atau memilih merdeka, itu adalah sepenuhnya
hak Rakyat Papua.. Mengenai BINTANG KEJORA, aku melihatnya sebagai
simbol. Simbol ini bukan eksklusif milik OPM.. Ini adalah simbol
identitas Orang Papua yang lebih tua dibanding OPM. Ia juga mewakili
harapan akan masa depan yang lebih baik. Apa pun bentuk masyarakatnya di
masa mendatang. Toh, kalau mau kita ingat, Gusdur juga melihat Bintang
Kejora lebih pada identitas rakyat Papua, makanya Ia mengizinkan
pengibaran bendera Bintang Kejora,” urainya.
Dia mengatakan, lagu ini memang dibuat untuk membangkitkan semangat
perlawanan terhadap segala bentuk penindasan. “Jadi, kalau masyarakat
terinspirasi untuk melawan penindasan, berarti karya kami berhasil,”
katanya.
Yab mengklaim bahwa karya mereka tidak diukur dengan berapa banyak
uang terkumpul, misalnya dari penjualan lagu tersebut.. Tapi dari berapa
banyak orang Papua dan di Indonesia bahkan di seluruh dunia mengatakan
“CUKUP” pada penindasan dan mulai bertindak. “Kenyataannya, kami juga
tidak pernah mengkomersilkan karya-karya kami,” ujarnya.
Mudah-mudahan awal November tahun ini akan dirilis, kata Yab saat
disinggung kapan lagu “Jangan Diam, Papua” dirilis. Lanjut dia, awal
November mudah-mudahan sudah bisa diakses di Internet. Targetnya, lagu
ini juga mengajak kolaborasi suara beberapa mahasiswa Papua di Yogya.
“Jadi, akan ada suara mahasiswa Papua di lagu ini,” katanya lagi.
Untuk memperkenalkan lagu ini ke masyarakat Papua, kata Yab, mungkin
dirinya bersama dua rekannya berupaya kerjasama dengan beberapa radio di
Papua untuk memutarkannya di Papua atau menyebarkannya dari orang ke
orang, mengirimkannya ke organisasi-organisasi kemanusiaan, pers, media
dan siapa pun yang tertarik dengan karya kami.
“Mimpi kami adalah memainkan dan menyanyikan lagu ini bersama rakyat
Papua di Papua secara langsung, Tapi kami mungkin kami harus menabung
dulu sedikit demi sedikit untuk ongkos berangkat ke sana, nah, salah
satu target kami adalah lagu ini juga menginspirasi orang lain untuk
menuangkan eskpresi mereka tentang Papua. Jadi semacam pemantik
munculnya semangat2 perlawanan dalam bentuk yang beragam,” harap Yab.
Dalam penyebaran lagu tersebut, Pihaknya akan sebar di jejaring
sosial www.youtube.com di www.soundcloud.com dan www.reverbnation.com “Informasi
lebih lanjut akan diupdate di fans page kami di facebook dan twitter.
Bentuknya akan dalam bentuk digital soft file. Kami tidak berencana
menjadikannya bentuk fisik, karena hanya satu lagu dan butuh biaya
banyak untuk buat bentuk fisik, Kami sebenarnya juga butuh bantuan
kawan-kawan media atau siapa pun yang tertarik untuk menyebarkan ini di
Papua dan di manapun. Karena kami sendiri sangat terbatas,” kata Dia.
Ilalang Zaman ini sendiri adalah band multigenre asal Yogyakarta yang
beranggotakan tiga orang, antara lain Yab (penabuh drum), Sabina
Thipani (vokal dan gitar) dan Erda Kurniawan (vokal dan bass). Mereka
mahasiswa dan alumnus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kelompok ini
terbentuk sejak 2010, tapi resmi memakai nama Ilalang Zaman sejak 2012.
Mereka bekerja sama dengan beberapa musisi lain dan penyair,
menelurkan sebuah mini album kompilasi bertajuk ‘Tanah Borneo’. Mini
Album Tanah Borneo diusung secara mandiri oleh semua pihak yang memiliki
keprihatinan terhadap keadaan Borneo dewasa ini: kerusakan alam akibat
perkebunan sawit dan tambang, tercerabutnya kaum pribumi dari ruang
hidup dan akar budayanya, terpinggirkannya kearifan lokal oleh derasnya
modernisasi dan industrialisasi ke tanah-tanah pribumi.
Nama Ilalang Zaman dipilih karena ia dinilai merepresentasikan
gagasan yang diusung para personelnya dalam lagunya. Seperti ilalang
dalam arti sebenarnya, gulma bagi tanaman mapan, Ilalang Zaman pun
beritikad menjadi gulma bagi kemapanan di zaman mereka hidup, Lagu-lagu
Ilalang Zaman sendiri dibuat sebagai aliran tandingan bagi music-musik
mainstream dewasa ini yang tidak lagi berbicara tentang derita sosial.
Ilalang Zaman menciptakan tembang yang mengangkat permasalahan sosial
dengan mengkritik media korporat dalam lagu “Persetan media” dan
“Jurnalis Palsu”, selain itu Common sense dan kritik terhadap euphoria
nasionalisme dalam lagu “Apa yang Kita Rayakan?”
Penindasan dalam berbagai bentuk, seperti penindasan hasil kolaborasi
Keraton-Korporasi atas ruang hidup rakyat di lagu “Sesaji Raja untuk
Dewa Kapital”, penindasan dan eksploitasi di Borneo dalam lagu
“Kalimantan – Takkan Tunduk, Akan Lawan” – Penindasan dan Pendudukan
Israel di Palestina dalam lagu “Palestina”, serta penindasan di Papua
dalam lagu “Jangan Diam, Papua.” yang akan segera dirilis namun di
jejaring sosial telah tersebar.
Nelius Awaki, salah satu musisi di Jayapura mengaku bangga dengan
lagu Jangan Diam, Papua yang bakal di luncurkan pada November mendatang.
“Saya bangga dengan group ini. Terima kasih untuk lagunya,” tuturnya.
Berikut lirik lagunya “Jangan Diam Papua” ciptaan Yab Sarpote
(Ilalang Zaman)
Mace, hari ini
penindasan rantai kaki tangan kami
pace hari ini,
kerakusan perkosa bumi kami
penindasan rantai kaki tangan kami
pace hari ini,
kerakusan perkosa bumi kami
Rendah sudah kini
harga diri
sabar tak berarti lagi
harga diri
sabar tak berarti lagi
Reff:
Oh Papua
Sungaiku diubah darah
tanahku dibakar api
air mata tak lagi menggugah nurani
Oooh… Bangkit lah
Oh Papua
Sungaiku diubah darah
tanahku dibakar api
air mata tak lagi menggugah nurani
Oooh… Bangkit lah
Oh Papua
Darahku tak harus merah
Tulangku tak mesti putih
Jangan tanya arti kemerdekaan diri
Oooh… Lawan lah
Darahku tak harus merah
Tulangku tak mesti putih
Jangan tanya arti kemerdekaan diri
Oooh… Lawan lah
Jangan diam, dia hancurkan
Jangan diam, dia hancurkan
Papuaku
Jangan diam, dia hancurkan
Papuaku
Kaka, esok hari
kuingin senyum tawa datang lagi
kaka, esok hari
bintang kejora sambut mentari pagi ini
kuingin senyum tawa datang lagi
kaka, esok hari
bintang kejora sambut mentari pagi ini
Rendah sudah kini
harga diri
diam sama saja mati.
harga diri
diam sama saja mati.
Untuk mengetahui dan mengikuti lebih jauh mengenai karya-karya,
seruan-seruan perlawanan, gagasan, serta kegiatan Ilalang Zaman, silakan
kunjungi:
(Jubi/Indrayadi TH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar