Pages

Pages

Sabtu, 26 Oktober 2013

Anggota DPRP Papua "Rampas" Uang Rakyat Milyaran Rupiah

Anggota DPRP yang disebutkan menerima dana Bansos (Dok. DPRP)
Jayapura, -- Sebanyak 18 ribu proposal permohonan bantuan dana, termasuk dari mama-mama Papua ke Pemerintah Provinsi Papua ditolak. Bahkan, semua proposal dibakar tanggal 12 Juli 2013. 
 
Tetapi, penolakan itu tidak untuk Anggota Dewan Perwakilan Provinsi (DPRP) Provinsi Papua. Sekitar 11 anggota DPRP merampas uang rakyat melalui dana Bantuan Sosial (Bansos) dari Sekretaris Daerah (Sekda) Papua, dengan total bantuan sekitar Rp2,9 miliar lebih. 

Anggota DPRP yang menerima dana Bansos ini terungkap dalam buku III laporan BPK Nomor 26.C/LHP/XIX.JYP/07/2013, tertanggal 6 Juli 2013 tentang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Papua atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua tahun 2012.

Berdasarkan LHP BPK buku III, Bantuan Sosial untuk urusan lain, lampiran 13 - Daftar Nama Anggota DPRP yang menerima Bansos dari Sekda, tertulis 10 nama anggota dewan. 

Sedangkan lampiran 14, tertulis 11 nama anggota DPRP penerima Bansos yang belum dipertanggungjawabkan.

Dari lampiran 13 dan 14 itu, kalau berdasarkan nama anggota dewan penerima Bansos, jumlah sekitar 11 orang anggota. Dari 11 anggota itu, ada 4 anggota yang menerima Bansos dua kali dengan jumlah berkisar antara Rp 50 juta sampai Rp355 juta.

Selain itu, dalam laporan BPK itu terungkap bahwa ada 14 surat perintah pembayaran kepada 11 anggota penerima Bansos yang belum dipertanggungjawabkan. 

Tujuan dari Bansos itu bervariasi. Ada yang untuk biaya berobat ke Jakarta dan Singapura, biaya pendidikan S2, penyelesaian rumah tinggal, panitia HUT dan Natal serta perayaan tahun baru, biaya pendidikan anak, cek up kesehatan di Jakarta, dan penyelenggaraan Kejurda Championship Open Motorprix. 

Ada juga untuk biaya sumbangan sapi kurban di beberapa masjid di Kelurahan Hamadi dan Entrop, biaya pemulangan masyarakat korban penggusuran yang menempati halaman kantor DPRP, pembangunan masjid di Nabire, pesta rohani di Sumatera Utara, serta pembayaran kepada DPRP (tim koalisi DPRP, LSM, mahasiswa, Masyarakat perdamaian kasus penembakan di Deiyai) untuk biaya peninjauan dan pantauan lapangan.

Status anggota dewan yang menerima Bansos itu, mulai dari pimpinan, ketua komisi, ketua fraksi dan anggota biasa.

Siapakah nama-nama anggota dewan dan berapa besar Bansos yang diterima? Kali ini, majalahselangkah.com hanya menyebutkan inisial dari anggota dewan, yaitu: CKKB (Rp90 juta), BMD (Rp135 juta), IK (Rp125 juta), CSM (Rp60 juta), RM (Rp200 juta), YPM (Rp250 juta), YW (Rp148 juta + biaya cek up kesehatan di Jakarta yang tidak disebutkan jumlahnya), AB (Rp70 juta), JA (Rp315 juta) dan NU (Rp275 juta).
Harian Suara Pembaharuan sempat konfirmasi soal ini kepada salah satu anggota yang menerima Bansos itu, Carolus Kia Kellen Bolly mengakui, bahwa ia menerima Bansos itu. "Tapi secara cicil, saya mengembalikan uang itu," kata Carolus yang menerima Bansos sebesar Rp90 juta untuk kuliah S2 di Uncen itu seperti dikutip Suara Pembaruan, Kamis, 24 Oktober 2013.

Persoalan sekarang, pantaskah anggota dewan menerima Bansos itu?  

Para wakil rakyat ini menerima gaji, tunjangan-tunjangan, uang sidang, biaya operasional bahkan sampai urusan dapur pun dibiayai oleh negara?

Steve Adolf Waramori, pengacara yang juga aktivis itu, mengatakan, anggota dewan yang mengambil hak rakyat melalui Bansos itu adalah pencuri karena mengambil hak orang yang bukan haknya. "Anggota dewan itu tidak punya moral mengambil hak rakyat kecil. Mereka itu pencuri," tegas Steve.

Sementara itu, Sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap), Roberth Jitmau mengatakan, para pedagang asli Papua, khususnya mama-mama asli Papua yang mengajukan proposal bantuan modal kerja ke Pemda, ditolak dengan tidak manusiawi, bahkan semua proposal dibakar atas perintah Gubernur Papua, Lukas Enembe. 

"Tapi para anggota dewan yang menjadi motor politik Lukas Enembe, diberikan Bansos. Ini bukti dari aksi politik busuk dari anggota DPRP," kata Jitmau. 

Sampai berita ditulis, Kejaksaan Tinggi Papua masih belum berbuat apa-apa untuk memanggil dan menyelidiki para anggota dewan itu. Entah mengapa?

Diketahui, Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Eva Kusuma Sundari seperti dikutip Antara, 11 Juli 2013, menyatakan, kebijakan pemerintah berupa bantuan sosial (bansos) sebaiknya dihentikan sesuai rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan BAKN.

"Sejalan dengan rekomendasi dari KPK dan BPK, BAKN berharap Bansos dihentikan dulu sampai ada perbaikan mekanisme pengendalian dan transparansi yang memenuhi prinsip akuntabilitas," kata Eva. (MS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar