Anggota DPRP yang disebutkan menerima dana Bansos (Dok. DPRP) |
Jayapura, -- Sebanyak 18 ribu proposal permohonan bantuan dana, termasuk dari
mama-mama Papua ke Pemerintah Provinsi Papua ditolak. Bahkan,
semua proposal dibakar tanggal 12 Juli 2013.
Tetapi,
penolakan itu tidak untuk Anggota Dewan Perwakilan Provinsi (DPRP) Provinsi Papua. Sekitar 11
anggota DPRP merampas uang rakyat
melalui dana Bantuan Sosial (Bansos) dari Sekretaris Daerah (Sekda) Papua,
dengan total bantuan sekitar Rp2,9 miliar lebih.
Anggota
DPRP yang menerima dana Bansos ini terungkap dalam buku III laporan BPK Nomor
26.C/LHP/XIX.JYP/07/2013, tertanggal 6 Juli 2013 tentang Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Papua atas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua tahun 2012.
Berdasarkan
LHP BPK buku III, Bantuan Sosial untuk urusan lain, lampiran 13 - Daftar Nama
Anggota DPRP yang menerima Bansos dari Sekda, tertulis 10 nama anggota dewan.
Sedangkan
lampiran 14, tertulis 11 nama anggota DPRP penerima Bansos yang belum
dipertanggungjawabkan.
Dari
lampiran 13 dan 14 itu, kalau berdasarkan nama anggota dewan penerima Bansos,
jumlah sekitar 11 orang anggota. Dari 11 anggota itu, ada 4 anggota yang
menerima Bansos dua kali dengan jumlah berkisar antara Rp 50 juta sampai Rp355
juta.
Selain
itu, dalam laporan BPK itu terungkap bahwa ada 14 surat perintah
pembayaran kepada 11 anggota penerima Bansos yang belum dipertanggungjawabkan.
Tujuan dari
Bansos itu bervariasi. Ada yang untuk biaya berobat ke Jakarta dan Singapura,
biaya pendidikan S2, penyelesaian rumah tinggal, panitia HUT dan Natal serta
perayaan tahun baru, biaya pendidikan anak, cek up kesehatan di Jakarta, dan penyelenggaraan
Kejurda Championship Open Motorprix.
Ada juga
untuk biaya sumbangan sapi kurban di beberapa masjid di Kelurahan Hamadi dan
Entrop, biaya pemulangan masyarakat korban penggusuran yang menempati halaman kantor
DPRP, pembangunan masjid di Nabire, pesta rohani di Sumatera Utara, serta
pembayaran kepada DPRP (tim koalisi DPRP, LSM, mahasiswa, Masyarakat perdamaian
kasus penembakan di Deiyai) untuk biaya peninjauan dan pantauan lapangan.
Status anggota dewan yang menerima Bansos itu, mulai dari pimpinan, ketua
komisi, ketua fraksi dan anggota biasa.
Siapakah
nama-nama anggota dewan dan berapa besar Bansos yang diterima? Kali ini, majalahselangkah.com hanya menyebutkan
inisial dari anggota dewan, yaitu: CKKB (Rp90 juta), BMD (Rp135 juta), IK
(Rp125 juta), CSM (Rp60 juta), RM (Rp200 juta), YPM (Rp250 juta), YW (Rp148
juta + biaya cek up kesehatan di Jakarta yang tidak disebutkan jumlahnya), AB
(Rp70 juta), JA (Rp315 juta) dan NU
(Rp275 juta).
Harian Suara Pembaharuan sempat konfirmasi soal ini kepada salah satu anggota yang menerima Bansos itu, Carolus Kia Kellen Bolly mengakui, bahwa ia menerima Bansos itu. "Tapi secara cicil, saya mengembalikan uang itu," kata Carolus yang menerima Bansos sebesar Rp90 juta untuk kuliah S2 di Uncen itu seperti dikutip Suara Pembaruan,
Harian Suara Pembaharuan sempat konfirmasi soal ini kepada salah satu anggota yang menerima Bansos itu, Carolus Kia Kellen Bolly mengakui, bahwa ia menerima Bansos itu. "Tapi secara cicil, saya mengembalikan uang itu," kata Carolus yang menerima Bansos sebesar Rp90 juta untuk kuliah S2 di Uncen itu seperti dikutip Suara Pembaruan,
Persoalan sekarang, pantaskah anggota dewan menerima Bansos itu?
Para wakil rakyat ini menerima gaji, tunjangan-tunjangan, uang
sidang, biaya operasional bahkan sampai urusan dapur pun dibiayai oleh negara?
Steve Adolf Waramori, pengacara yang juga aktivis itu, mengatakan, anggota dewan
yang mengambil hak rakyat melalui Bansos itu adalah pencuri karena mengambil
hak orang yang bukan haknya. "Anggota dewan itu tidak punya moral mengambil hak
rakyat kecil. Mereka itu pencuri," tegas Steve.
Sementara itu, Sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap), Roberth
Jitmau mengatakan, para pedagang asli Papua, khususnya mama-mama asli Papua
yang mengajukan proposal bantuan modal kerja ke Pemda, ditolak dengan tidak
manusiawi, bahkan semua proposal dibakar atas perintah Gubernur Papua, Lukas Enembe.
"Tapi para
anggota dewan yang menjadi motor politik Lukas Enembe, diberikan Bansos. Ini
bukti dari aksi politik busuk dari anggota DPRP," kata Jitmau.
Sampai
berita ditulis, Kejaksaan Tinggi Papua masih belum berbuat apa-apa untuk
memanggil dan menyelidiki para anggota dewan itu. Entah mengapa?
Diketahui, Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Eva
Kusuma Sundari seperti dikutip Antara, 11 Juli 2013, menyatakan, kebijakan pemerintah berupa bantuan sosial
(bansos) sebaiknya dihentikan sesuai rekomendasi Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan BAKN.
"Sejalan dengan rekomendasi dari KPK dan BPK, BAKN berharap Bansos
dihentikan dulu sampai ada perbaikan mekanisme pengendalian dan
transparansi yang memenuhi prinsip akuntabilitas," kata Eva. (MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar