Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI
Perwakilan Papua, Paulus Sumino
|
JAYAPURA - Anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Papua, Paulus Sumino, mengatakan,
dialog Jakarta-Papua untuk menyelesaikan persoalan Papua itu adalah
suatu hal yang sangat wajar dan baik.
Hanya saja mekanisme dialog jangan samakan seperti dialog Jakarta-Aceh, namun konstruksi dialognya berbeda, karena situasi antara Aceh dan Papua itun sangat berbeda. Karena itu, masalah dialog itu adalah untuk menyelesaikan (merekonsiliasi) semua kontalasi politik yang ada diperbaiki dan semua tokoh politik asal Papua harus kembali bersatu membangun Papua ini, supaya semua energi yang ada bisa terfokus untuk pembangunan masa depan rakyat Papua yang lebih baik lagi.
“Saya pikir Gubernur Papua sudah punya pikiran yang sudah dengan jelas mengenai dialog Jakarta-Papua itu,” ungkapnya kepada Bintang Papua, disela-sela kegiatan Out Bound Ceria di Batalyon Infantri 751/Raider, Sabtu, (31/8).
Menurutnya, dialog disini jangan diartikan bahwa harus difasilitasi asing, karena ini merupakan urusan dalam negeri. Ini yang masih terjadi perbedaan antara Pemerintah Pusat dan rakyat Papua.
Dialog ini harusnya menjadi sebuah jembatan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi, termasuk masalah Otsus Papua yang dinilai gagal oleh rakyat Papua, padahal Otsus adalah rekonsiliasi untuk penyelesaian masalah Papua yang bermartabat yang tuntas terhadap masalah Papua.
Soal ketakutan Pemeirntah Pusat bahwa dialog itu untuk permintaan rakyat Papua merdeka, hal itu baginya bahwa bukan saja ketakutan Pemerintah Pusat, namun juga karena adanya salah presepsi rakyat Papua terhadap makna dialog itu, dimana dialog itu juga harus mengundang pihak asing, itu yang tidak diterima pihak Jakarta. Nah ini yang harus penyamaan presespi dulu antara Jakarta-Papua.
“Dialog itu harus sertakan rakyat Papua pro merdeka yang ada di luar negeri, bukan mengundang kekuatan asing. Sejak kami DPD menyelesaikan evaluasi Otsus Tahun 2011 lalu, kami juga sudah mendorong untuk penyelesaian dialog itu,” tandasnya.
Lanjutnya, dari rekomendasi yang disampaikan kepada Pemerintah Pusat, hal itu disambut baik oleh Presiden SBY, hanya saja rincian dialog tersebut, dan respon Presiden SBY tersebut juga pernah disampaikan sebanyak dua kali dalam pidato kenegaraannya.
Hal lainnya, menyangkur draff Otsus Plus, dirinya juga pernah menerima infomasi bahwa di Copy Paste dari draff Otsus Aceh. Hal itu seharusnya tidak boleh terjadi, karena semestinya revisi undang-undang itu didahului dengan kajian akademik, bukan dengan cara menjiplak.
“Dari sisi asas dafftingnya sudah sangat keliru karena sudah Copy Paste. Karena disana ada unsur nuansa Islaminya, kan tidak cocok di Papua, sementara Papua kan harus lebih nuasan pada Kristiani. Soal nama undang-undang Otsus Plus itu sah-sah saja jika digunakan, tapi dalam implementasi nahkahnya tidak boleh digunakan plus, karena dalam sistem perundangan kita tidak ada istilah plusnya, soal nama plus itu silakan dijabarkan dalam isi undang-undangnya,” jelasnya.
Lanjutnya, harusnya UU No 21 Tahun 2001 yang sudah ada, dilihat mana kekurangan-kekurangannya untuk dibenahi untuk disempurnakan lebih baik lagi dan pasal-pasal yang belum tegas harus dipertegas lagi serta aspek sasarannya juga diperbaiki, seperti aspek pemberdayaan ekonomi rakyat dan lainnya demi tercapainya kesejahteraan rakyat. Inilah yang terkandung dalam pemikiran Presiden SBY dan Gubernur Lukas Enembe. Juga supaya makna yang diharapkan oleh rakyat Papua itu benar-benar terakomodir. (Nls/Don/l03)
Sumber : www.bintangpapua.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar