JAYAPURA - Pengamat
Politik dan Pemerintahan dari Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung,
menyayangkan adanya pernyataan Staf Khusus Presiden RI, Velix Wanggai, yang
meminta kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe S.I.P., M.H., harus belajar banyak
tentang etika kebijakan publik, sebab kebijakan yang diambil Gubernur Papua
tidak sesuai keinginan Rakyat Papua saat ini.
“Pernyataan yang dilontarkan Staf Presiden ini sangat kami sayangkan, apalagi sampai dikatakan seperti itu. Terutama menyangkut penerapan konsep Otsus Plus, yang ramai diberitakan media nasional.
Mungkin ukuran
standar yang dipakai oleh Staf Khusus Presiden adalah berdasar dari teori
kebijakan publik, sedangkan untuk melihat keberhasilan suatu kebijakan publik
ini haruslah dilihat dari beberapa indikator. Sementara, Gubernur Lukas Enembe
baru saja memimpin Papua, sehingga pernyataan ini masih sangat dini,” ujarnya
saat menghubungi Bintang Papua, Selasa (24/9).
Lanjut Marinus, indikator pertama yang harus dilihat adalah kemampuan seorang pemimpin yang dalam hal ini Gubernur Papua dalam memahami masalah dan tantangan pembangunan di Papua. Kedua, penanganan atau cara untuk mengatasi masalah dan tantangan tersebut. Ketiga, tujuan yang akan dicapai dirumuskan dalam visi misi yang jelas untuk menjawab kejelasan dari suatu program.
Keempat, aktor dan birokrasi yang akan mengimplementasikan kebijakan, yang mana terkait dengan struktur birokrasi apakah sudah diduduki oleh individu yang profesional di bidangnya. Kelima, instrumen atau perangkat hukum untuk melaksanakan kebijakan tersebut, yang dalam hal ini berapa banyak Perdasi dan Perdasus yang akan dibuat untuk mendukung kebijakannya mengatasi tantangan pembangunan di Papua. Dan yang terakhir, kelompok sasaran kebijakan, apakah untuk orang asli Papua, atau untuk semua orang Indonesia yang hidup di tanah ini.
Termasuk juga apakah ada kebijakan khusus menanangani
kelompok TPN-OPM yang selama ini berseberangan dengan pemerintah.
“Enam indikator ini yang mungkin menjadi acuan dari Staf Khusus Presiden yang kemudian menilai Gubernur Papua kurang memahami kebijakan publik. Tetapi perlu saya tegaskan bahwa sangat keliru dan naif sekali pernyataan yang dilontarkan Staf Khusus Presiden, Velix Wanggai, karena masih terlalu dini menilai Gubernur Lukas Enembe seperti demikian,” tegasnya.
Menurutnya, untuk memberikan penilaian sebaiknya menunggu sampai lima tahun masa kepemimpinan Gubernur Papua. Dikatakan, Gubernur Papua bukan dipilih untuk masa kerja 100 hari saja, tetapi dipilih oleh mayoritas masyarakat Papua untuk bekerja selama 5 tahun.
“Lalu kalau Gubernur Lukas Enembe dinilai seperti demikian, maka pertanyaannya siapa yang nanti akan menerapkan Otsus Plus. Dan pertanyaannya juga, siapa orang Papua yang setuju Otus Plus menggantikan Otsus Papua?. Velix Wanggai jangan berpikir bahwa karena ada tim asistensi Pemda Papua dan Uncen ke Jakarta ketemu dia jadi disimpulkan bahwa Otsus Plus akan diterima masyarakat Papua,”tandasnya.
Ditambahkannya, Velix sebagai Staf Khusus Presiden dan semua pihak yang terlibat termasuk dosen dari Uncen harus hormati hasil keputusan orang asli Papua dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Majelis Rakyat Papua (MRP) pada bulan Juli yang lalu. Sebab yang diminta oleh orang Papua adalah dialog, bukan Otsus Plus.
“Justru dalam dialog itulah nanti kita akan bicarakan tentang Otsus Plus, boleh tidak diterapkan di Papua. Terlepas dari hal ini saya menilai Velix Wanggai tidak memahami gaya kepemimpinan Gubernur Lukas Enembe. Karena, menurut saya Gubernur Papua saat ini berani dan tidak birokratis serta bekerja dengan tulus untuk menolong dengan cepat rakyat Papua agar bisa keluar dari kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, keterisolasian dan ketertinggalan pembangunan,”tambahnya.
Justru menurutnya, saat ini Gubernur Papua harus didukung oleh semua kalangan, bukan malah menjatuhkan apalagi meremehkan satu dengan yang lain.
“Berikan kesempatan Gubernur Lukas Enembe memimpin Papua dan mari kita semua anak-anak Papua yang pandai dan intelek memberikan dukungan. Bukan malah saling merendahkan. Hal semacam ini adalah budaya di Pusat dimana energi elit politik di pusat habis terkuras hanya untuk berperang antar satu pihak dengan pihak yang lain. Jadi jangan hal semacam itu ditransfer ke kami di Papua, tetapi mari kita saling dukung sesama anak Papua agar pembangunan dapat berjalan. Tentunya kelemahan dan ketidakmampuan disatu sisi adalah hal yang wajar bagi setiap manusia,”tukasnya.(art/don/l03)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar