Pages

Pages

Selasa, 03 September 2013

DEGRDASI MORAL GENERASI MUDA PAPUA KARENA SALAH SISTEM PENDIDIKAN

Oleh ; MANDO MOTE 


Generasi muda merupakan barisan baru yang dengan babak baru akan munculkan suatu peradaban serta perubahan. Menanamkan pola mengasah, mengasi dan mengasuh adalah sangat ungensif demi oleh para yang tertua demi memperkuat harapan masa depan yang penuh diharapakan ulet, konsisten dan kontinyu.

Generasi muda itu pun juga adalah asset pembanguan sebab dengan mereka niscaya akan membuat sesuatu yang mencerminkan berbeda warna ukiran sesuai bakat, niat, pengetahuan dan teknologi yang nantinya akan dimiliki.

memperkuat harapan masa depan Papuani tentunya sebagai pijakan menata, mengurus, mendorong, memperbaiki yang dianggap awal itu dengan pola asah, asih, asuh secara optimal dan perlu dijadikan program berkelanjutan. Pendidikan merupakan celah yang terbaik agar masa depan penuh dengan harapan yang terjamin.

Pola pendidikan sementara ini di papua dalam era reformasi yakni papua berada dalam masa otsus cermin pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal justru terjadi degradasi sehingga karakter kepapuaan tidak berakar dan mendarat sesuai kultur Papuani.

a. Percampuran atau perbauran budaya dari beragam kultur dan lebih dominan keikutan generasi muda papua pada kultur lain sehingga pendidikan kepapuaan yakni pola asah, asih, asuh dari rumah justru tidak mengindahkan. Factor masuknya budaya luar mempengaruhi sehingga hancurnya pendidikan non formal basis habitat papuani.

Sebagai contoh ; paksa meluruskan rambut keriting, tidak mengindahkan pembinaan pola didikan dasar dari orang tua di rumah, dan lain sebagainya.

 b. Pola pendidikan formal yang selama ini terbeber dan berlaku di semua nusantara khusus papua tidak sesuai dengan kultur yang menjadi atributif Papuani. Berlakunya kurikulum javanisai ( jawa) mematahkan keadaan pengembangan kekuatan dasar yang terkutur secara sistematis itu. Contonhya Menurut Methu Badii, bahwa kita sejak SD, SMP, SMA kami diajarkan pelajaran sejarah itu sejarah Indonesia bukan sejarah Papua.Kebijakan penerapan kurikulum ini adalah salah satu tindakan mematahkan nasionalisme Papua.

 c. Tenaga Pengajar kini lebih dominan adalah bukan orang asli Papua. Menata dan mengurus bahkan mengendalikan papua akan lebih baik oleh orang asli papua sendiri dengan harapan bahwa inilah pengganti kita. Sehingga oleh karena lebih dominan pengajar bukan kita justru bias diakui bahwa pasti pengetahuan yang ditransfer hanya kulit bukan masuk pada intisarinya.

 d. Gedung sekolah kian melonjak dan berkembang secara pesat tanpa menggunakan metode analisis yakni pola pembanding antara gedung sekolah dengan kuantitas tenaga pengajar.

Dalam hal ini yang menjadi lebih tinggi adalah jumla pembanguan gedung sekolah, maka kalau kondisi ini tidak diimbangi dengan tenaga pengajar maka degradasi kualitas dan mutu pendidikan justru tidak berkembang.

semua adalah masalah maka mendobrak hal itu untuk meningkatkan mutu pendidikan para pemimpin harus punya gigi untuk bagaimana merubah pola pendidikan Papuani dengan menimbang dan memperhatikan kuktul Papuani. Dan setuju paham wartawan Muda majalahselangkah.com yang mengklaim bahwa Papua adalah Papua maka Sejarah Papua jadikan salah satu mata pelajaran supaya ada jiwa nasionalisme kepapuaan.

 Generasi muda yang sekarang maru melangkah perlu tanamkan dan pahami sejarah Papua mulai dari keberadaan awal manusia asli Papua di tanah leluhur, pemerintah dan agama, hingga sampai saat ini. saya secara pribadi pun modal pengetahuan awal khususnya sejarah Papua belum mengetahui sebab waktu SD, SMP, SMA belum belajar tentang sejarah Papua.

Dengan demikian pengetahuan sejarah Papua penting dan penting sekali dijadikan suatu mata pelajaran. Bila perlu mata pelajaran sejarah jawa harus digantikan dengan sejarah Papua. berdasarkan asas desentralisasi di sector pendidikan pemerintah daerah punya kewenangan untuk mengubah cermin pendidikan Papua dan kewenangan ada ditangan Pemerintah. Menurut sumber informasi dari  http://www.mpr.go.id/ bahwa angaran pendidikan APBN 20% ( tahun 2013 sebesar Rp 340 triliun).

Menimbang dan memperhatiakn bahwa papua adalah daerah terisolir maka alokasi dana pendidikan untuk mengoptimalisasi dan mendobrak keisolasian khususnya di aspek pendidikan pasti lebih besar. Dan tambahan juga dari dana otonomi khusus. Pertanyaan mendasarnya adalah “ dana begitu besar tapi kenapa potret/ cermin pendidikannya masih jalan ditempat..?

Masalah tidak akan selesai apabila pemimpin tidak meninjau, melihat, merasakan, dan membangun dari hari untuk menerobos isolasi-isolasi yang teratribut itu. Khususnya di sector pendidikan yang terjadi degradasi yang sesungguhnya di asah, asih, asuh dengan didukung oleh bajirnya fiscal itu.


***Penulis adalah Mahasiswa Papua peduli Tanah Air****
 
Sumber :  www.malanesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar