Ayah dan anaknya dari Pulau Badu, kepulauan
Selat Torres. Wajah
kedua ini merupakan profil
orang-orang Melanesia dari Kepulauan Selat Torres
penduduk asli
Australia.(Jubi/ist)
|
Jayapura,22/8 -–Kedutaan tenda Aborigin
berupaya untuk bertemu dengan Duta Besar Indonesia, Rabu(21/8) untuk
memberikan jaminan agar tidak ada tindakan agresif yang akan diambil
terhadap aktivis hak asasi manusia(HAM) di Papua Barat dalam misi
perdamaian bersama perahu Freedom Flotilla
Konferensi pers ini diadakan di luar Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 8 Darwin Avenue, Yarralumla ACT 2600 pukul 11 pagi, Rabu(
21/8).
Kedutaan Tenda Aborigin menyerukan sanksi terhadap pemerintah
Australia dan juga penyelidikan PBB untuk memulai pencarian fakta
pelanggaran HAM di Papua Barat.
Aktivis Aborigin tidak menerima pernyataan Senator Bob Carr yang
telah mengabaikan hak asasi manusia dan menyerukan PBB untuk memberikan
sanksi kepada Pemerintah Australia karena telah mengulangi lagi
pelanggaran hak asasi manusia.
“Senator Carr dan pemerintahannya perlu diingatkan atas kewajiban
Australia untuk menghormati dan membela Hak Asasi Manusia sebagaimana
tercantum dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
(ICCPR) dan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat,”tulis press
release dari Aborigin Tent Embassy melalui juru bicaranya Alice Haines
yang dikutip tabloidjubi.com, Kamis(22/8).
Tenda Aborigin juga menambah dunia telah mengamati dengan seksama
bagaimana Pemerintah Australia dalam urusan Pencari Suaka dengan PNG di
Pulau Manus salah satu Provinsi terkecil di Papua New Guinea.
“Sekarang kita melihat serangan yang tidak beralasan kepada pejuang
demokrasi dan HAM berjuang dengan penuh kedamaian di atas kapal kecil
yang terdaftar di Pemerintah Australia,”tulis pesan Tenda Abroigin.
Dikatakan Senator Carr telah mengundang pemerintah Indonesia dan
PNG untuk menangkap dan menahan para aktivis hak asasi manusia, yang
akan membuat mereka tahanan politik di bawah instrumen-instrumen hukum
internasional yang sama. Jika pemerintah Australia dan Indonesia yang
melanjutkan sikap bermusuhan mereka terhadap ekspedisi HAM yang sah.
“Kami menyerukan kepada tingkat tertinggi PBB untuk campur tangan dan
memberikan jaminan keselamatan kepada para penumpang kapal Freedom
Flotilla, “tegas Tenda Aborigin.
Selanjutnya pesan dari Tenda Aborigin, bahwa PBB harus memastikan
investigasi terhadap pendudukan Indonesia di Papua Barat dan terdapat
sebanyak 500.000 orang atau lebih telah hilang. Dijelaskan juga bahwa
dalam situs dunia di Pegunungan tengah Papua terdapat sebuah tambang
emas terbesar, yang telah memakan korban dan konflik selama
bertahun-tahun dengan pemerintah di pengasingan dan di penjara dalam
tahanan-tahanan politik di Jayapura.
Australia telah melalui semua ini sebelumnya dengan pembebasan Timor
Leste (Timor Timur) dan juga akhir dari rezim Apartheid di Afrika
Selatan. “Kami telah mendengar pemerintah kita memanggil orang-orang
teroris atau aktivis yang tidak bertanggung jawab hanya polos, dan dalam
kasus ini kedua negara. Itu soal waktu sebelum ‘teroris’ Nelson Mandela
menjadi salah satu tokoh dunia yang paling dicintai demi kebebasan dan
Presiden bagi rakyatnya. Ini akan terjadi dengan didudukinya wilayah
Papua Barat, semua itu hanya masalah waktu,’tulis pesan dari Kedutaan
Tenda Aborigin di Australia.
Senator Carr bisa menjelaskan peran pemerintah Australia dalam
kasus-kasus konflik yang menghilangkan nyawa masyarakat karena didorong
oleh kepentingan pertambangan di Bougainville (Rio Tinto), Papua New
Guinea dan sekarang di Papua Barat perusahaan tambang Rio Tinto dalam
usaha patungan dengan Freeport dalam memperluas operasi penambangan di
sana.
Senator Carr bisa menjelaskan bagaimana dalam 50 tahun masyarakat
adat di Papua Barat telah berubah dari 96% dari populasi di Tanah Papua
menjadi sekitar 50% pada tahun 2000. “Dalam tahun 2030 populasi orang
Papua akan menjadi hanya 13 % saja,”tulisnya.
Apa yang akan Senator Carr memilih untuk menyebut sisa-sisa dari kaum masyarakat adat Papua Barat?
Ini adalah tetangga Australia dekat, hanya 300 km ke utara, namun
kebanyakan orang Australia tahu apa-apa tentang pelanggaran HAM berat
yang dibuat oleh pemerintah mereka sendiri. Bukan hanya melalui
perusahaan pertambangan, tetapi juga melalui hubungan militer dan AFP
untuk pasukan keamanan Indonesia .
Senator Carr tolong jelaskan bagaimana salah satu dari ini, Densus
88, sebuah kekuatan yang terkait dengan penyiksaan dan pembunuhan di
luar hukum bagi aktivis kemerdekaan, menerima dukungan keuangan dan
operasional dari Polisi Federal Australia?
Sudah waktunya bagi PBB untuk bertindak segera dan sekarang
melindungi armada Freedom Flotilla dan mendukung media yang
independen, peneliti, kebenaran bagi pencari fakta, untuk pergi ke Papua
Barat dan mengungkap kebenaran di balik pelanggaran Australia atas hak
asasi manusia.
Freedom Flotilla sudah berada di Kepulauan Thursday, selain itu pulau
ini juga dekat dengan Kepulauan Selat Tores di mana terdapat masyarakat
asli Asutralia di Kepulauan Selat Tores. Wajah mereka mirip atau sama
persis dengan masyarakat Suku Malind Anim di Kabupaten Merauke.
Orang-orang Kepulauan Selat Tores termasuk dalam kebudayaan
Melanesia, terkenal sebagai nelayan ulung, sikapnya sangat mandiri dan
bangga sekali atas budaya mereka. Mereka juga berusaha agar nama mereka
tercantum dalam Departemen Urusan Aborigin dan Kepulauan Torres.
Kepulauan Selat Torres terdiri dari seratus pulau lebih tetapi hanya
21 yang dapat didiami dan memiliki 13 masyarakat dengan pimpinan suku
masing-masing. Jaman dulu suku-suku ini saling berperang sampai ke Utara
Pulau New Guinea.
Dikabarkan Freedom Flotila melakukan perjalanan kebebasan dan
kampanye budaya antara masyaralat asli Aborigin melalui Selat Torres
hingga masuk ke Kota Daru di wilayah Selatan PNG pada awal September.(Jubi/dominggus a mampioper)
Sumber : www.tabloidjubi.com