Wael Nggomenak |
Tidak henti-hentinya kekerasan terhadap kemanusiaan
terus terjadi se antero jagad raya West Papua. Dengan meningkatnya suhu
kekerasan Negara terhadap kemanusiaan, rentetan peristiwa demi peristiwa dengan
berbagai bentuk yaitu, pembunuhan, penghilangan paksa, penyiksaa, intimidasi,
terror, pemerkosaan, pemukulan dan penghinaan harkat dan martabat sebagai
manusia di tanah airnya sendiri. Kasus demi kasus terlalu banyak dan melelahkan
untuk menghitung dan mengadvokasi terhadap aksi kekerasan kemanusiaan. Di
seluruh Papua dalam satu hari banyak yang berjatuhan dan bahkan tempat
pemakaman selalu dipenuhi para pelayat dengan ketentuan waktu pagi, siang dan
sore. Kasus demikian hingga kini terindikasi bahwa yang melakukan adalah
agen-agen pemerintah Indonesia melalui Inteligen resmi maupun tidak resmi.
Peristiwa yang serupa juga telah terjadi terhadap salah satu pelajar di Wamena,
West Papua. Berikut kronologisnya:
Pada tanggal 23 July 2013, pukul: 08.00pm tempat kejadian
kekerasan di depan Lembaga Pemasyarakatan Wamena, berawal terjadinya kekerasan
tersebut korban berjalan kaki dari arah kota Wamena menuju ke rumah Hom-Hom,
menurut keterangan korban bahwa tiba-tiba sebuah mobil Xtrada berwarna Abu-abu
milik militer melakukan penghadangan terhadap korban, setelah dihadang korban
langsung dimasukan ke dalam mobil Xtrada lalu dipukul hingga babak belur dan
tidak sadar diri, atas kekerasan tersebut korban pingsang hingga tiga kali, dalam
keadaan tidak sadarkan diri korban tiba di Batalyon 753 Wim Ane Sili, setelah
setibanya korban menyadari bahwa dirinya telah berada di Batalyon. Pada saat
melakukan pemukulan terhadap dirinya, dari seluruh anggota militer mengklaim
bahwa setiap orang Papua yang berambut lingkar (Rasta) di stikma sebagai
separatis, maker, OPM, dan pengacau liar dan cap-cap lainnya, oleh sebab itu
harus dibasmi tuturnya. Alasan dasar bagi aparat bertindak sewenang-wenang
terhadap orang/masyarakat adalah atas nama keutuhan NKRI maka ideologi politik
apapun harus dibasmi kecuali NKRI harga mati.
Setelah kami menanyakan terhadap korban bahwa yang
melakukan adalah tentara berasal dari luar Papua (Jawa) yang bertugas di
Batalyon 753 Wim Ane Sili. Lalu korban panik dan tidak bisa buat apa-apa.
Korban ditangkap langsung oleh beberapa orang berpakaian preman dengan senjata
lengkap. Dalam perjalanan dari Tempat Kejadian hingga tiba di Batalyon 753
korban diancam untuk dibunuh jika tidak mengakui NKRI hidup, namun korban tidak menghiraukannya sehingga dipukul
hingga babak belur, dengan tujuan utama bahwa harus dibunuh namun tidak terjadi
seperti yang dikira oleh anggota Batalyon 753 Wim Ane Silih, hingga kini korban
sedang menjalani pengobatan, menurut dokter yang menangani pasien bahwa korban
luka berat di bagian Wajah dan tulang rusuk serta luka dalam yang sangat berat.
Korban mengakui bahwa dirinya dianiaya menggunakan Popor senjata M-16 dan AK
Lipat dan sepatu laras milik tentara pada umumnya, hingga kini korban trauma
dan sakit berat atas peristiwa ini.
Berikut adalah identitas korban:
Nama : Wael Nggomenak
Tempat/Tgl. Lahir : Wamena, 16 September 1993
Jenis/Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pelajar
Asal Sekolah :
SMA Kristen, Kelas 2.
Jika aparat NKRI berpandangan demikian maka kami
juga dapat berkaca dan melihat kembali bahwa dalam UUD 1945 pada pasal 28 dan
beberapa pasal lainnya menjamin setiap orang berhak untuk menyampaikan
pandangan politik dan aspirasi setiap individu maupun organisasi. Namun demikian, perkembangan yang terjadi saat ini
melencong jauh dari amanat konstitusi NKRI yang sesungguhnya. Lagi pula Indonesia
selalu memandang orang Papua sebagai musuh besar dalam selimut, hal ini kami
garis bawahi bahwa NKRI telah melakukan kekeliruan besar terhadap rakayat
Papua.