Ketua KNPB, Victor Yeimo. Foto: Ist |
Jayapura, -- Komite
Nasional Papua Barat (KNPB) menyampaikan sikap resmi mereka terkait warga
pribumi dan aktivis Australia yang dikabarkan sedang menuju ke Papua New Guinea
(PNG) dan Papua menggunakan tiga buah
kapal konvoi, Freedom Flotilla.
Kepada
majalahselangkah.com, Kamis,
(29/08/13) di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura Papua, ketua KNPB, Victor
Yeimo mengatakan, KNPB sebagai media rakyat Papua tetap mendukung upaya sesama
warga pribumi Melanesia dan aktivis Australia yang memberikan perhatian atas
masalah orang Melanesia di Papua.
"KNPB
adalah media rakyat Papua Barat. KNPB memediasi kepentingan bangsa pribumi
Papua Barat, ras melanesaia di Pasific Selatan. Jadi, KNPB sebagai media
mendukung perjalanan para aktivis di Australia yang memberikan perhatian pada
masalah di Papua," kata Victor.
Ia
menjelaskan, "Sesuatu yang baik untuk rakyat Papua tetap kami dukung.
Perjalanan ini adalah bentuk simpati warga pribumi Australia dan para aktivis
HAM dan lingkungan di sana atas persoalan di Papua," katanya.
Ia
menjelaskan, KNPB melihat perjalanan ini sebagai bentuk solidaritas sesama
warga pribumi untuk melihat kembali bagaimana hubungan-hubungan orang Melanesia
di masa lalu. "Ini adalah kunjungan sesama warga pribumi Melanesia," katanya.
Sampai Kapan Bangsa-Bangsa Melanesia Jadi Budak?
Kedatangan
para aktivis ini, tentu bukan tanpa tantangan. Pemerintah Indonesia dan PNG memberikan
reaksi keras. Tidak
hanya Indonesia dan PNG, Pemerintah Australia juga, atas desakan Indonesia menyatakan
tidak bertanggung jawab.
Diberitakan,
Menteri Koordinator
Politik Hukum dan Keamanan (Menkoplhukam) Djoko Suyanto mengingatkan kelompok
aktivis Australia untuk tidak memasuki perairan Papua. Djoko Suyanto telah
menginstruksikan TNI-AL dan TNI-AU melalui Panglima TNI untuk mengantisipasi
kedatangan kapal Australia yang membawa sekelompok aktivis Australia dan
Papua Barat.
"Mereka juga tidak memiliki visa untuk melintas
wilayah Indonesia. TNI-AL dan TNI-AU sudah siaga untuk mengantisipasi
perjalanan mereka," kata Djoko seperti dikutip Vivanews, Senin 19 Agustus 2013.
Sementara, seperti dikutip media
PNG, PM Peter O'Neill unclear mengatakan, menolak kapal Freedom
Flotilla untuk masuk ke wilayahnya, PNG.
Lalu, Pemerintah Australia
menyatakan tidak bertanggung jawab jika puluhan aktivis Australia yang ikut
pelayaran Freedom Flotilla ke Papua, ditangkap pihak keamanan Indonesia dan
Papua Nugini. Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr menegaskan,
Australia tidak bisa mengintervensi hukum di Indonesia dan Papua Nugini jika
warga negara lain melanggar hukum dan imigrasi kedua negara itu.
Atas
larangan itu, Ketua KNPB Victor Yeimo mengatakan, pihaknya prihatin dengan
pelarangan dan rencana penghadangan itu. "KNPB sebagai media rakyat Papua prihatin dengan reaksi keras dari
pemerintah Indonesia dan PNG atas kedatangan para aktivis Australia ini. Mereka
tidak punya kapasitas memerdekakan Papua tetapi Indonesia dan PNG telah
bereaksi keras," katanya.
Kata
Victor, pihaknya kecewa dengan komentar PM PNG yang juga merupakan sesama orang
Melanesia. KNPB menilai
PM PNG lebih mementingkan hubungan kerja sama ekonimi dibandingkan menghargai satuan
bangsa-bangsa Melanesia untuk kekuatan di masa depan.
"Kami
kecewa atas komentar PM PNG. Mestinya, ia justru hormati solidaritas sesama
Melanesia, dalam hal ini sesepu Aborigin yang bersimpati atas apa yang dialami
oleh saudaranya di Papua Barat," tuturnya
siang tadi.
"PNG
adalah saudara dekat kita sebagai bangsa-bangsa Melanesia. Kami kecewa dengan
larangan PM PNG. Sekali lagi,
ini kunjungan saudara. Kalau tidak ada solidaritas Melanesia, sampai
kapan bangsa-bangsa Melanesia akan menjadi budak dari negara-negara kawasan
lain. Kapan kita pikirkan bersama tentang kepentingan kawasan, orang Melanesia
di Pasific," kata ketua KNPB, Victor Yeimo.
Victor
juga menilai komentar PM Australia bertentangan dengan semangat demokrasi di
sana. Juga, kata dia, mestinya pemerintah Australia menghormati keinginan dan hak-hak orang-orang
pribumi di sana (Aborigin) untuk bersolider dengan orang Papua.
Diketahui, kelompok yang menamakan diri Freedom
Flotilla berlayar dari Cairns, Australia, Sabtu 17 Agustus 2013, waktu
setempat, ke Papua.
Selasa (20/8/13) mereka telah mencapai
Cooktown di North Queensland, Perhentian terakhir di Australia di Thursday
Island, Queensland. Dikabarkan, di sana, mereka bertemu dengan petugas bea
cukai dan melakukan konferensi pers.
Selanjutnya, telah melanjutkan
pelayaran ke Daru, Selatan Papua New Guinea. Dan, menurut informasi yang
diterima redaksi majalahselangkah.com, para
aktivis itu telah mendengar larangan hadangan militer Indonesia tetapi tetap
akan berlayar hingga ke Papua. (MS)
Kunjungi Website Freedom Flotilla Klik di Sini
Sumber : www.majalahselangkah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar