Sejumlah mahasiswa demo di Jakarta terkait situasi Papua (Foto: Ist) |
PAPUAN, Jayapura — Pembentukan Rancangan
Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Papua, yang sebentar lagi akan menjadi
sebuah Undang-Undang dilihat sebagai sebuah upaya untuk menggagalkan
agenda dialog Jakarta – Papua yang gaungnya telah mengemuka ke publik.
Pernyataan tersebut ditegaskan Dorus Wakum, aktivis hak asasi manusia
di Jayapura, Papua, dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi suarapapua.com, Minggu (25/8/2013).
Menurut Wakum, Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UU PA) lahir karena
ada hasil dialog atau kesepakatan kedua pihak yang bertikai, yakni,
Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM RI dengan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“Sekarang RUU Pemerintahaan Papua lahir atas kesepakatan atau dialog
dengan siapa? Ini yang saya bilang ada sebuah upaya gagalkan dialog
Jakarta – Papua oleh pemerintah Indonesia,” ujar Wakum.
Lanjut Wakum, seharusnya UU Pemerintahan Papua dilahirkan atas dasar
kesepakatakan antara pihak-pihak yang bertikai di tanah Papua.
Yakni, seharusnya terjadi dialog antara pemerintah Indonesia dengan
Organisasi Papua Merdeka (OPM), atau pemerintah Indonesia berdialog
dengan lima orang wakil Papua yang pernah dipilih dalam Konfrensi
Perdamaiaan Papua (KPP) di Auditorium Uncen, Jayapura.
Kemudian yang sangat di sesalkan dari kelahiran RUU Pemerintahan
Papua, lanjut Wakum, ia di lahirkan oleh Jakarta untuk orang Papua,
bukan dari orang Papua untuk orang Papua.
“Anda lihat saja, RUU Pemerintahan Papua dibuat oleh orang-orang di
Istana Negara atas desakan Presiden SBY, kemudian di titipkan ke Felix
Wanggai dan dibawah untuk orang Papua.”
“Orang Papua dianggap tidak mampu, sehingga semua-semua oleh Jakarta.
Atau mungkin Jakarta takut keterlibatan orang Papua dalam penyusunan
RUU Pemerintahan Papua ini, memang sangat ironis,” tegas mantan aktivis
KontraS Papua ini.
Ditambahkan oleh Wakum, sampai kapanpun, kehadiran UU Pemerintahan
Papua yang disusun oleh Jakarta untuk kepentingan Jakarta akan ditolak
dan ditentang secara masfif oleh berbagai pihak di tanah Papua.
“Apalagi lihat model RUU Pemerintahaan Papua yang hampir semuanya di
copy paste atau jiplak dari UU Pemerintahan Aceh. Ini sangat memalukan,
ini membuktikan bahwa Jakarta tidak serius terhadap orang asli Papua,”
tegasnya.
Sebelumnya, Pdt. Socratez Sofyan Yoman telah menyatakan (baca: RUU Pemerintahan Papua Hasil Jiplak UU Pemerintahan Aceh) bahwa RUU Pemerintahan Papua merupakan hasil jiplak dari UU No. 11 Tahun 2006 tentang Undang-Undang Pemerintahan Aceh.
“Saya sudah baca naskah akademis RUU Pemerintah Papua yang disusun
oleh Felix Wanggai Cs, dan saya bisa katakan dengan tegas, bahwa RUU ini
murni menjiplak UU Pemerintah Aceh,” ujar Yoman.
Yoman mencontohkan, pada halaman 89, pasal 1 dari naskah akademisi
pokok-pokok pemikiran tentang RUU Pemerintahan Papua berbunyi, “Pemerintahan Papua mempunyai kewenangan menetapkan ketentuan di bidang pers dan penyiaran berdasarkan nilai Islam.”
“Ini agak ganjil sekali, apakah penyiaraan dengan nilai-nilai Islam
sangat relevan dan kontekstual dengan situasi di Papua? Kan tidak, kalau
Aceh memang tepat karena mayoritas Islam. Ini jelas-jelas copy paste
dari UU Pemerintah Aceh,” tegas Yoman.
Contoh lain, beber Yoman, pada halaman 99 point 5 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) berbunyi, “Tindak Pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI di Aceh diadili sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
“Ketahuaan jiplak atau copy paste, UU Pemerintah Papua, kok nama Aceh
masih dibawa-bawa dalam RUU ini. Saya kira Felix Wanggai Cs telah
menunjukan ketidaktahuaan mereka lagi,” ujar Yoman.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.suarapapua.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar