Pages

Pages

Minggu, 11 Agustus 2013

Berkas Tujuh Tersangka “Makar” Aimas Dilimpahkan ke PN Sorong

Dua warga sipil yang tewas, di Sorong,
 Abner Malagawak (22), dan Thomas Blesya
(22), dan tiga warga sipil lainnya luka kritis (Foto: Ist)
PAPUAN, Sorong — Pada Rabu, (31/7/2013) lalu, tujuh orang Tersangka “Makar” Aimas telah dilimpahkan bersama berkaaas perkaranya dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong ke Pengadilan Negeri (PN) Sorong.
Mereka adalah Klemens Kodimko (71), Obeth Kamesrar (68), Antonius Saruf (62), Obaja Kamesrar (52), Yordan Magablo (42), Hengky Mangamis (39) dan Isak Klabin (52).
Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menyatakan, bahwa pelimpahan berkas Isak Kalabin, dkk ke PN Sorong ini kembali memenuhi daftar panjang terjadinya “Peradilan Sesat”  terhadap rakyat sipil di Tanah Papua.
“Juga termasuk memperpanjang daftar terjadinya impunitas dari para pelaku kejahatan kemanusiaan dari aparat TNI dan POLRI yang terus ada di Bumi Cenderawasih ini,” ujar Warinussy, dalam siaran pers yang dikirim kepada redaksi suarapapua.com, siang tadi.
Dikatakan, Rakyat Sipil di Tanah Papua senantiasa terus ditindak secara hukum dan politik, dengan pendekatan keamanan yang terus menggunakan anasir kekuatan senjata, dan kekerasan fisik oleh aparat TNI dan POLRI, terhadap kebebasan berekspresi dan berkumpul yang dijamin oleh hukum nasional dan internasional.
“Hal ini semakin mengemuka dengan adanya hasil pengamatan akhir (concluding observation) dari Komite HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 25 Juli 2013 yang lalu, pada sesi ke-108 darei Komite tersebut di Jenewa-Swiss.
Komite ini telah melakukan pengamatan terhadap kepatuhan Pemerintah Indonesia terhadap ketentuan-ketentuan dari Kovenan Internasional, baik dari segi kebijakan atau aturan maupun secara praktek.” 
Menurut pengacara senior ini, Impunitas terus saja terjadi, dimana pelaku pelanggaran HAM Berat dari kalangan anggota TNI dan POLRI di Tanah Papua tidak pernah tersentuh hukum.
Hal itu terjadi dalam kasus penghilangan paksa terhadap aktivis pro demokrasi pada tahun 1997-1998, kasus Munir, kasus Wasior Berdarah 2001-2002, kasus Manokwari berdarah (kematian John Wamafma) tahun 1999, kasus Biak Berdarah (tewasnya ratusan orang di Menara Air-Biak) tahun 1998 dan kasus tewasnya dua orang warga sipil di Aimas-Sorong 30 April 2013 lalu.
Juga dalam kasus penyerangan aparat TNI dan POLRI terhadap warga sipil di Lapangan Zakeus-Padang Bulan-Jayapura 19 Oktober 2011 pasca KRP III.
“Para pelaku kekerasan dan pelaku kejahatan kemanusiaan seperti Kapolres dan Wakapolres Sorong Kota, mantan Kapolres Manokwari AKBP Bambang dan mantan Wakapolres Tavip Yulianto yang nyata-nyata ada bukti keterlibatannya dalam kasus pelanggaran HAM di Aimas 30 April 2013 dan Wasior  2001, namun mereka tidak pernah diajukan ke Pengadilan HAM untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan kejinya terhadap kemanusiaan di dunia,” ujar Warinussy.

Sementara itu, lanjut Warinussy, rakyat sipil seperti Isak Kalabin, dkk yang tidak jelas keterlibatannya dalam kasus hukum, justru dengan mudah ditangkap, dianiaya dan disksa dan didera dengan tuntutan hukum sebagai pelaku tindak pidana ” Makar” berdasarkan pasal 106, 108, 110 KUH Pidana dan kini diajukan ke Pengadilan untuk mulai diadili pada 19 Agustus 2013 mendatang.
OKTOVIANUS POGAU