Pdt. Socratez Sofyan Yoman dan Pdt. Dr. Beny Giay. |
Belum jelas kapan Delegasi Melanesian
Spearhead
Group (MSG) akan berkunjung ke Jakarta dan Papua, untuk memenuhi
permintaan aktivis Papua merdeka agar Papua bisa menjadi anggota
negara-negara rumpun Melanesia (MSG), muncul tuntutan baru dari dua
tokoh gereja dari Papua yang selama ini cukup vokal menyerukan hak
penentuan nasib sendiri bagi orang Papua. Tuntutan baru itu adalah agar
Pemantau Khusus PBB segera datang ke Papua.
Kedua tokoh itu adalah Pdt. Socratez Sofyan Yoman dan Pdt.
Dr. Beny Giay.
Keduanya adalah Ketua Umum Gereja Baptis Papua, dan Ketua Sinode
KINGMI. Diberitakan, saat ini Dubes Belanda Tjeerd de Zwaan sedang
berkunjung ke Papua. Mengetahui kedatangan Dubes Belanda itu, Pdt.
Socratez dan Pdt. Benny langsung mendatangi tempat penginapan pak Dubes
Swissbelt Hotel, Jayapura. Maka terjadilah pertemuan pada 2 Juli 2013
malam hari di Hotel mewah itu. Keduanya diterima oleh Dubes Belanda
didampingi Wakil Kepala Divisi Politik Kedubes Belanda, Maarten Van
Den Bosch.
Kepada media lokal, Socratez mengatakan pertemuannya dengan Dubes
Belanda untuk membahas soal keberhasilan Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Tanpa basa-basi Socratez langsung mengatakan bahwa Otsus telah gagal.
Pernyataan Socratez ditimpali Pdt. Benny Giay. “Jadi kita anggap
Otsus itu sudah ‘almarhum’. Sekarang persoalannya pemerintah Indonesia
mengeluarkan dua kebijakan masing-masing UP4B dan Otsus Plus. Yang
terakhir ini belum diketahui kegunaannya karena belum didiskusikan di
publik,” jelas Ketua Sinode KINGMI ini. http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/halaman-utama/item/6220-minta-pemantau-khusus-pbb-diizinkan-ke-papua
Menurut Socratez, dirinya bersama Pdt. Beny Giay juga telah
mengusulkan beberapa hal kepada Dubes Belanda, agar pemerintah
Indonesia perlu melakukan beberapa langkah. Pertama, bebaskan
semua Tapol/Napol di Tanah Papua tanpa syarat. Kedua, wartawan asing
diizinkan masuk Papua untuk melihat pembangunan di Papua. Ketiga,
ada pemantau khusus PBB diizinkan masuk ke Tanah Papua. Keempat, ada
dialog untuk penyelesaian masalah Papua secara komprehensif dan
bermartabat melalui dialog damai yang jujur antara pemerintah
Indonesia dan rakyat Papua tanpa syarat dan dimediasi pihak ketiga
yang netral.
Otsus Gagal, thema klasik
Apa yang diserukan oleh kedua tokoh gereja di atas (otsus gagal,
pembebasan Tapol/Napol, dialog dimediasi juru runding dari Negara lain,
genosida) bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Tetapi bagian dari
skenario besar kampanye politik untuk melepaskan Papua dari NKRI. Permintaan
untuk mendatangkan pemantau khusus PBB adalah jalan pintas agar Papua
diambil alih oleh PBB , seakan-akan kondisi keamanan Papua sudah sangat
darurat. Dalam postingan saya terdahulu saya pernah mengulas hal ini
dengan judul “Apapun Kemasannya, Papua Merdeka Misinya”. http://politik.kompasiana.com/2011/03/30/apapun-kemasannya-papua-merdeka-misinya-350797.html
Jadi, yang ada dalam pikiran kedua tokoh itu, bukan semangat
untuk membenahi dan mempercepat pembangunan di Papua dalam koridor NKRI,
tetapi bagaimana supaya Papua bisa segera lepas dan menjadi Negara
sendiri. Sehingga apapun yang diperbuat oleh Pemerintah, pasti akan
dituding SALAH!
Dan sekarang malah mengadukan masalah Otsus kepada Belanda yang
pernah menjajah Papua ratusan tahun. Mungkin pemerintah Negeri Belanda
memang peduli dengan bekas daerah jajahannya (Papua), tapi soal
kebijakan Otsus, itu urusan interal Negara kita. Siapa yang bisa
menjamin bahwa Belanda membantu Papua dengan proyek-proyek kemanusiaan,
tetapi tidak ada “udang” di balik bantuannya? Mari kita waspadai
bersama, demi keutuhan dan KEDAULATAN negeri tercinta ini.