Pages

Pages

Senin, 08 Juli 2013

Tokoh Gereja Minta Pemantau Khusus PBB ke Papua

Pdt. Socratez Sofyan Yoman dan Pdt. Dr. Beny Giay.
Belum jelas kapan Delegasi Melanesian Spearhead Group (MSG) akan berkunjung ke Jakarta dan Papua, untuk memenuhi permintaan aktivis Papua merdeka agar Papua bisa menjadi anggota negara-negara rumpun Melanesia (MSG), muncul tuntutan baru dari  dua tokoh gereja dari Papua yang selama ini cukup vokal menyerukan hak penentuan nasib sendiri bagi orang Papua. Tuntutan baru itu adalah agar Pemantau Khusus PBB segera datang ke Papua.

Kedua tokoh itu adalah Pdt. Socratez Sofyan Yoman dan Pdt. Dr. Beny Giay. Keduanya adalah Ketua Umum Gereja Baptis Papua, dan Ketua Sinode KINGMI. Diberitakan, saat ini Dubes Belanda Tjeerd de Zwaan sedang berkunjung ke Papua. Mengetahui kedatangan Dubes Belanda itu, Pdt. Socratez dan Pdt. Benny langsung mendatangi tempat penginapan pak Dubes Swissbelt Hotel, Jayapura. Maka terjadilah pertemuan pada 2 Juli 2013 malam hari di Hotel mewah itu. Keduanya diterima oleh Dubes Belanda didampingi Wakil Kepala  Divisi  Politik Kedubes  Belanda, Maarten Van Den Bosch.

Kepada media lokal, Socratez mengatakan pertemuannya dengan Dubes Belanda untuk membahas soal keberhasilan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Tanpa basa-basi Socratez langsung mengatakan bahwa Otsus  telah gagal.

Pernyataan Socratez ditimpali Pdt. Benny Giay. “Jadi kita  anggap Otsus  itu sudah ‘almarhum’. Sekarang persoalannya pemerintah Indonesia mengeluarkan dua kebijakan masing-masing  UP4B  dan Otsus Plus. Yang terakhir  ini belum diketahui kegunaannya karena belum  didiskusikan di publik,” jelas Ketua Sinode KINGMI ini. http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/halaman-utama/item/6220-minta-pemantau-khusus-pbb-diizinkan-ke-papua

Menurut Socratez, dirinya bersama Pdt. Beny Giay juga telah mengusulkan beberapa  hal kepada Dubes Belanda, agar   pemerintah Indonesia   perlu melakukan  beberapa  langkah. Pertama, bebaskan semua   Tapol/Napol di Tanah Papua tanpa  syarat.  Kedua, wartawan asing diizinkan masuk Papua  untuk  melihat pembangunan   di Papua. Ketiga,  ada pemantau khusus  PBB diizinkan masuk ke  Tanah Papua. Keempat, ada dialog  untuk  penyelesaian masalah Papua secara  komprehensif dan  bermartabat  melalui  dialog   damai  yang jujur antara pemerintah Indonesia  dan rakyat Papua tanpa syarat  dan dimediasi  pihak ketiga yang netral.

Otsus Gagal, thema klasik
Apa yang diserukan oleh kedua tokoh gereja di atas (otsus gagal, pembebasan Tapol/Napol, dialog dimediasi juru runding dari Negara lain, genosida) bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Tetapi bagian dari skenario besar kampanye politik untuk melepaskan Papua dari NKRI. Permintaan untuk mendatangkan pemantau khusus PBB adalah jalan pintas agar Papua diambil alih oleh PBB , seakan-akan kondisi keamanan Papua sudah sangat darurat. Dalam postingan saya terdahulu saya pernah mengulas hal ini dengan judul “Apapun Kemasannya, Papua Merdeka Misinya”. http://politik.kompasiana.com/2011/03/30/apapun-kemasannya-papua-merdeka-misinya-350797.html

Jadi, yang ada dalam pikiran kedua tokoh itu, bukan semangat untuk membenahi dan mempercepat pembangunan di Papua dalam koridor NKRI, tetapi bagaimana supaya Papua bisa segera lepas dan menjadi Negara sendiri. Sehingga apapun yang diperbuat oleh Pemerintah, pasti akan dituding SALAH!

Dan sekarang malah mengadukan masalah Otsus kepada Belanda yang pernah menjajah Papua ratusan tahun. Mungkin pemerintah Negeri Belanda memang peduli dengan bekas daerah jajahannya (Papua), tapi soal kebijakan Otsus, itu urusan interal Negara kita. Siapa yang bisa menjamin bahwa Belanda membantu Papua dengan proyek-proyek kemanusiaan, tetapi tidak ada “udang” di balik bantuannya? Mari kita waspadai bersama, demi keutuhan dan KEDAULATAN negeri tercinta ini.

www.malanesia.com