9 Tahun di abaikan; sampai hari ini berkas
Kasus Wasior-Wamena seperti masuk kotak dan dilupakan. Mandeg tak jelas
nasibnya. Kejadian ini telah memberikan impunitas kepada para pelaku dan
menjauhkan keadilan bagi para korban.
2. Mengutuk kerja Komnas HAM dan Kejagung dalam menangangi kasus pelanggaran HAM Wasior-Wamena, karena pendiaman atas kasus ini akan semakin memperkuat jaring impunitas dan menambah beban sosial korban.
3. Penanganan kejahatan kemanusiaan di Papua harus ditindaklanjuti secara nyata dan serius dengan membentuk Pengadilan HAM, sebagai langkah awal membangun komunikasi konstruktif dengan Papua seperti yang dikatakan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudoyono.
Semua berawal ketika masyarakat Wasior
menuntut ganti rugi atas
hak ulayat dari PT DMP, perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan, awal
2001. Selain ingin hutan tetap lestari, warga menilai proses penguasaan
HPH itu tidak menghargai hak ulayat.
Akhir bulan Maret tahun itu, isu ganti rugi
ulayat warga dari
perusahaan itu berubah. Tiba-tiba saja warga dikagetkan oleh aksi
“kelompok tidak dikenal bersenjata” yang menembak mati 3 orang karyawan
perusahaan DMP.
Aparat menggelar operasi keamanan. Isunya
separatisme. Suasana
ini membuat masyarakat terpojokkan oleh peristiwa yang tak terkait
tuntutan hak ulayat.
Warga setuju pelaku penembakan itu harus
diadili. Tapi
sayangnya, operasi aparat dilakukan berlebihan hingga menyasar seorang
guru SD YPK, Jan Ataribaba. Jan hanya satu dari korban kasus Wasior.
Menurut Komnas HAM, ada 4 kasus tewasnya warga. Ada 39 kasus luka-luka
warga akibat kekerasan aparat termasuk yang mati disiksa di tahanan.
Menurut Komnas HAM juga, seorang perempuan diperkosa.
Tepat 14 Juli ini, sembilan tahun sudah kasus
Wasior
menggantung sejak 14 Juli 2004. Tak ada kejelasan, apalagi keadilan.
Baik kekerasan aparat terhadap warga, maupun tuntutan ganti rugi hak
ulayat warga atas penguasaan HPH yang pada enam tahun kemudian,
perambahan hutan di Wasior itu berakibat banjir bandang besar pada
Oktober 2010. Lihat berita dan foto ini. Masih ingat kan? Jika
anda lupa, telusuri saja lagi berita-berita saat itu.
Saya yakin, bencana mustahil terjadi jika
pemerintah dan
pengusaha ikut membela hak ulayat warga dari pengusahaan hutan Wasior
demi kepentingan pebisnis.
Tapi saya belum putus asa. Saya tak ingin ada
korban seperti
Jan di masa depan. Saya ingin pegang komitmen Presiden Susilo Bambang
Yudoyono (SBY) untuk membangun komunikasi konstruktif untuk solusi damai
Papua.
Bagi saya, komitmen itu akan sulit alami
kemajuan, bila kasus
Wasior ini tak dituntaskan. Bila orang seperti Jan tak merasakan
keadilan. Karena itulah saya memulai petisi untuk mengajak Anda untuk
memberikan solidaritas bersama kawan-kawan yang bergabung dalam NAPAS.
Tuntutan petisi saya adalah
1) Menuntut Komnas HAM untuk mempertanyakan
berkas Kasus Wasior ke Jaksa Agung yang sudah diserahkan pada 14 Juli
2004.
2) Menuntut Jaksa Agung agar menindaklanjuti
hasil penyelidikan Komnas HAM atas kasus Wasior.
3) Menuntut Presiden Susilo Bambang Yudoyono,
membuat keputusan untuk membentuk Pengadilan HAM untuk kasus ini.
Barangkali petisi ini tak bisa segera
hadirkan keadilan, tapi setidaknya ia menunjukkan harapan kita tentang
Papua yang adil.
Sumber : http://www.malanesia.com/2013/07/seret-dan-adili-pelaku-pelanggaran-ham.html?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+malanesia%2FHMnf+%28MALANESIA-POS%29