Anggota TNI diduga mebnembak Arlince
Tabuni, anak berusia
11 tahun (Foto: Ist)
|
PAPUAN, Jakarta — Komisi Untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak dilakukannya penyidikan atas
pembunuhan Arlince Tabuni, anak berusia 11 tahun oleh anggota TNI di
Kampung Popume, Distrik Mukoni, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, pada 1 Juli
2013 lalu.
“Kami menyayangkan tindak kekerasan yang masih terus berlangsung di
Papua. Di antaranya, kami mendapatkan informasi telah terjadi penembakan
terhadap seorang anak, berusia 11 (sebelas) tahun atas nama Arliance
Tabuni,” ujar Yati Andriani, salah satu staf KontraS, dalam siaran pers
yang dikirim ke redaksi suarapapua.com, siang tadi.
Dikatakan, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 01 Juli 2013,
sekitar pukul 17.30, di Kampung Popume, Distrik Mukoni, Kabupaten Lani
Jaya, Papua sekitar pukul 17.30 Waktu Indonesia Bagian Timur (Wit).
Peristiwa tersebut diawali dengan tembakan yang dilepaskan oleh
anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian RI (Polri) yang
ditujukan terhadap masyarakat yang tengah melakukan aksi di Polsek Tiom
pada tanggal 01 Juli 2013, pukul 14.00 Wit.
Selanjutnya, pada sore hari pukul 17.30 Wit di Kampung Popume,
Distrik Mukoni, Kabupaten Lani Jaya datang sebuah kendaraan yang membawa
sekitar 4 Orang anggota TNI, dengan bersenjatakan lengkap memanggil
salah seorang warga dan menanyakan “di Balingga ini ada
grombolan/OPM dimana?” dijawab oleh warga tersebut “Saya yang tanda
tangan untuk pemekaran kabupaten Trikora di Panglima itu saya, dan kami
juga jaga bendera merah putih yang kamu kasih dan buku alkitab itu saja
sampai saat ini”.
Setelah mendapatkan informasi tersebut, anggota TNI tersebut turun ke
bawah, dan tidak lama kemudian terdengan suara tembakan, beberapa orang
warga menuju ke arah suara tembakan, dan melihat Arliance Tabuni
(korban) sudah tak bernyawa akibat luka tembak pada bagian dada.
Terhadap peristiwa tersebut, KontraS memandang, pertama, tidak ada
alasan pembenar apapun terhadap tindakan anggota TNI tersebut diatas,
mengingat korban adalah seorang anak, dan bukanlah pihak bersenjata atau
dipersenjatai.
“Tindakan diatas menunjukan ketidakprofesionalan dan brutalitas
aparat keamanan dalam melakukan operasi keamanan,” ujar Andriani.
Kedua, dalam melakukan operasi keamanan di Papua, pihak keamanan
tidak memperhatikan prinsip – prinsip Hak Asasi Manusia, sebagaimana
telah diatur dalam Peraturan Panglima TNI Nomor 73/IX/2010 tentang
Penentangan terhadap Penyiksaan dan Perlakuan Lain yang Kejam dalam
Penegakan Hukum di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia.
Ketiga, telah terjadi pelanggaran HAM berupa hilangnya hak hidup
seorang anak dibawah umur. Di mana hak untuk hidup adalah tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun (Non-Derogable Rights), sebagaimana
diatur dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 9
ayat (2) “Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia,
sejahtera, lahir dan bathin.”
Keempat, telah terjadi tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan,
sebagaimana disebutkan pasal 338 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
(KUHP) “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Kelima, telah terjadi tindak pidana berupa kekejaman dan kekerasan
terhadap anak sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, Pasal 80 ayat (1) “Setiap orang yang melakukan
kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap
anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam)
bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua
juta rupiah)”.
Terkait peristiwa tersebut, KontraS juga mendesak, pertama, Kapolda
Papua untuk segera melakukan penyidikan terkait dengan tindakan anggota
TNI yang telah melakukan tindak pidana umum berupa pembunuhan tersebut
diatas.
Kedua, pihak TNI (Denpom Biak) segera berkoordinasi dengan pihak
kepolisian dan menyerahkan kasus pembunuhan ini ke institusi kepolisian
untuk diproses melalui mekanisme peradilan umum.
Dan ketiga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk segera melakukan
investigasi dan pemantauan lapangan sesegera mungkin, guna menemukan
fakta-fakta independen dalam kasus ini, sekaligus memastikan adanya
respon hukum yang adil dan transparan dari pihak Kepolisian dan pihak
TNI setempat.
Pihak TNI dan Kepolisian sampai saat ini membantah melakukan
penembakan terhadap Arlince Wenda, dan justru menyalakan kelompok
bersenjata di wilayah tersebut.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.suarapapua.com