Pages

Pages

Minggu, 14 Juli 2013

KontraS Desak Penyidikan Pembunuhan Arlince Tabuni Oleh Anggota TNI

Anggota TNI diduga mebnembak Arlince
 Tabuni, anak berusia 11 tahun (Foto: Ist)
PAPUAN, Jakarta — Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak dilakukannya penyidikan atas pembunuhan Arlince Tabuni, anak berusia 11 tahun oleh anggota TNI di Kampung Popume, Distrik Mukoni, Kabupaten Lanny Jaya, Papua, pada 1 Juli 2013 lalu.

“Kami menyayangkan tindak kekerasan yang masih terus berlangsung di Papua. Di antaranya, kami mendapatkan informasi telah terjadi penembakan terhadap seorang anak, berusia 11 (sebelas) tahun atas nama Arliance Tabuni,” ujar Yati Andriani, salah satu staf KontraS, dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi suarapapua.com, siang tadi.

Dikatakan, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 01 Juli 2013, sekitar pukul 17.30, di Kampung Popume, Distrik Mukoni, Kabupaten Lani Jaya, Papua sekitar pukul 17.30 Waktu Indonesia Bagian Timur (Wit).
Peristiwa tersebut diawali dengan tembakan yang dilepaskan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian RI (Polri) yang ditujukan terhadap masyarakat yang tengah melakukan aksi di Polsek Tiom pada tanggal 01 Juli 2013, pukul 14.00 Wit.

Selanjutnya, pada sore hari pukul 17.30 Wit di Kampung Popume, Distrik Mukoni, Kabupaten Lani Jaya datang sebuah kendaraan yang membawa sekitar 4 Orang anggota TNI, dengan bersenjatakan lengkap memanggil salah seorang warga dan menanyakan “di Balingga ini ada grombolan/OPM dimana?” dijawab oleh warga tersebut “Saya yang tanda tangan untuk pemekaran kabupaten Trikora di Panglima itu saya, dan kami juga jaga bendera merah putih yang kamu kasih dan buku alkitab itu saja sampai saat ini”.

Setelah mendapatkan informasi tersebut, anggota TNI tersebut turun ke bawah, dan tidak lama kemudian terdengan suara tembakan, beberapa orang warga menuju ke arah suara tembakan, dan melihat Arliance Tabuni (korban) sudah tak bernyawa akibat luka tembak pada bagian dada.

Terhadap peristiwa tersebut, KontraS memandang, pertama, tidak ada alasan pembenar apapun terhadap tindakan anggota TNI tersebut diatas, mengingat korban adalah seorang anak, dan bukanlah pihak bersenjata atau dipersenjatai.

“Tindakan diatas menunjukan ketidakprofesionalan dan brutalitas aparat keamanan dalam melakukan operasi keamanan,” ujar Andriani.

Kedua, dalam melakukan operasi keamanan di Papua, pihak keamanan tidak memperhatikan prinsip – prinsip Hak Asasi Manusia, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Panglima TNI Nomor 73/IX/2010 tentang Penentangan terhadap Penyiksaan dan Perlakuan Lain yang Kejam dalam Penegakan Hukum di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia.

Ketiga, telah terjadi pelanggaran HAM berupa hilangnya hak hidup seorang anak dibawah umur. Di mana hak untuk hidup adalah tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (Non-Derogable Rights), sebagaimana diatur dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 9 ayat (2) “Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir dan bathin.”

Keempat, telah terjadi tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan, sebagaimana disebutkan pasal 338 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

Kelima, telah terjadi tindak pidana berupa kekejaman dan kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam  UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 80 ayat (1) “Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)”.

Terkait peristiwa tersebut, KontraS juga mendesak, pertama, Kapolda Papua untuk segera melakukan penyidikan terkait dengan tindakan anggota TNI  yang telah melakukan tindak pidana umum berupa pembunuhan tersebut diatas.

Kedua, pihak TNI (Denpom Biak) segera berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan menyerahkan kasus pembunuhan ini  ke institusi kepolisian untuk diproses melalui mekanisme peradilan umum.

Dan ketiga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk segera melakukan investigasi dan pemantauan lapangan sesegera mungkin, guna menemukan fakta-fakta independen dalam kasus ini, sekaligus memastikan adanya respon hukum yang adil dan transparan dari pihak Kepolisian dan pihak TNI setempat.

Pihak TNI dan Kepolisian sampai saat ini membantah melakukan penembakan terhadap Arlince Wenda, dan justru menyalakan kelompok bersenjata di wilayah tersebut.
OKTOVIANUS POGAU

Sumber :  www.suarapapua.com