Ketua Sinode Gereja Baptis di Papua, Socrates Sofyan Yoman |
Kehidupan
dan masa depan rakyat dan bangsa Papua dalam Indonesia sangat
memprihatinkan. Orang Asli Papua sudah tidak ada masa
depan dalam Indonesia. Orang Asli Papua terus dimusnahkan dan
dihilangkan di atas tanah leluhur mereka. Orang Asli Papua
dalam keadaan bahaya ancaman besar. Ada beberapa alasan mendasar.
Pertama,Kebijakan Otonomi Khusus bagi rakyat Papua dinyatakan
telah gagal total dari berbagai. Sultan Hamengku Buwono X
sebagai seorang bangsawan dan negarawan dengan jujur dan
sempurna memberikan kesimpulan kegagalan
Pemerintah Indonesia membangun Papua selama 50 tahun sejak
1 Mei 1963-2013. “Otonomi Khusus Papua terbukti gagal mensejahterakan
rakyat Papua. Terjadi pelanggaran HAM dan kekerasan Negara di Papua.
Negara hadir di Papua dalam bentuk kekuatan-kekuatan militer. Konflik
yang terjadi di Papua saat ini, bukanlah konflik horizontal, melainkan
konflik vertikal antara pemerintah dan masyarakat. Indonesia gagal
meng-Indonesia-kan orang Papua”. (Hotel Borobudur, Jakarta,
15 Mei 2013).
Empat
pilar kehidupan Orang Asli Papua seperti: ekonomi, pendidikan, kesehatan
dan nilai-nila kebudayaan benar-benar dihanhancurkan dan
sangat memprihatinkan.
Bidang
ekonomi dikuasai orang-orang Indonesia dan sementara Orang Asli Papua
tersingkir dan dimiskinkan. Belum ada niat baik pemerintah Indonesia
untuk berpihak dan membina Orang Asli Papua dengan program yang baik.
Orang Asli Papua berjualan hasil bumi mereka di luar dan
dipinggir-pinggir Toko-Toko Besar, Mall-Mall yang dimiliki orang-orang
Indonesia. Semua pusat-pusat bisnis dikusai oleh orang-orang Indonesia.
Kemiskinan Orang Asli Papua dalam ekonomi terlihat
telanjang di depan mata kita semua.
Dalam
bidang pendidikan banyak sekolah terjadi kekosongan guru dan anak-anak
usia sekolah terlantar. Pembangunan dalam bidang
pendidikan di Papua terutama di daerah-derah pemekaran kabupaten baru
sangat memprihatinkan. Terjadi proses pembunuhan dan penghancuran dalam
bidang pendidikan dengan sistematis dan terstruktur.
Di
bidang kesehatan bagi Penduduk Asli Papua sangat menyedihkan. Kematian
Orang Asli Papua terjadi setiap hari. Kematian Orang Asli
Papua meningkat tajam dari berbagai usia dan kebanyakan adalah pemuda
dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Kelihatannya kematian
Orang Asli Papua ke tingkat yang tidak normal. Gizi buruk
meningkat tajam. Belum ada upaya-upaya serius dari pemerintah Indonesia
untuk memperbaiki pelayanan kesehatan dengan berpihak kepada Orang Asli
Papua.
Nilai-nilai
kebudayaan Penduduk Asli Papua sudah dihancurkan oleh Pemerintah
Indonesia. Seperti bahasa Penduduk Asli Papua tidak pernah diajarkan di
sekolah-sekolah sebagai bahasa pengantar dan juga belum pernah ada
Program Khusus untuk melestarikan dan melindungi bahasa daerah Orang
Asli Papua. Dibidang ukir-ukiran dan seni budaya yang
dimiliki Penduduk Asli Papua tidak pernah mendapat perlindungan dan
pembinaan dari Pemerintah Indonesia. Orang-orang Indonesia
dari luar datang hanya mengeksploitasi semua nilai-nilai
budaya dan dijadikan obyek perdagangan dan bisnis yang
menguntungkan diri sendiri. Harga diri dan martabat
Penduduk Asli Papua benar-benar direndahkan.
Kedua,Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua
Barat (UP4B) ada tiga tujuan: (1) Usaha
pemerintah Indonesia untuk menghindar dan menyembunyikan diri dari
kegagalan Otonomi Khusus.(2) UP4B juga menjadi lahan untuk
para jenderal dari kalangan TNI dan POLRI yang sudah
pensiun. (3) UP4B merupakan kebohongan Pemerintah
Indonesia kepada rakyat Papua, rakyat Indonesia dan masyarakat
Internasional.
Ketiga,Otonomi Khusus Plus (Otsus Plus) adalah
kebohongan terbesar Pemerintah Indonesia terhadap rakyat Papua, rakyat
Indonesia dan masyarakat Internasional. Sesungguhnya, Pemerintah
Indonesia selama 50 tahun telah gagal membangun dan telah gagal
meng-Indonesia-kan Orang Asli Papua. Dalam kenyataannya
Pemerintah Indonesia selama 50 tahun dengan sukses dan gemilang
menghancurkan dan memusnahkan masa depan Penduduk Asli Papua dalam
berbagai bidang. Manusia-manusianya dibantai seperti hewan dan binatang
buruan atas nama keamanan dan kepentinagn Nasional dengan
jargon NKRI harga mati.
Keempat,Kejahatan negara dan aparat keamanan Indonesia
secara sistimatis, terstruktur, meluas dan
terus-menerus sebagai pencerminan dari kebijakan degenerative politic
(melumpuhkan, menghancurkan, memusnahkan, memporak-porandakan,
memperburuk, ) yang menurut Nugroho (The Jakarta Post 10 Juli 2012)
sudah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia di Tanah Papua selama
50 tahun sejak 1961.
Kelima,Kebebasan dan kemerdekaan Penduduk Asli Papua
benar-benar dirampas, dibungkam dan dihancurkan. Sebagai
contoh:
(1) Selama Karnavian Tito menjadi Kapolda Papua,
seluruh kebebasan berekpresi dan menyatakan pendapat di depan umum
rakyat dan bangsa Papua benar-benar dibungkam dan dihancurkan. Penduduk
Asli Papua dibuat tidak berdaya dan tidak mempunyai hak di atas tanah
leluhur mereka. Orang Asli Papua dibuat seperti tamu dan lebih seperti
hewan di atas tanah leluhur mereka oleh
orang-orang luar yang datang menduduki dan menjajah.
(2) Peristiwa kekerasan dan kejahatan terhadap kemenusiaan
terus dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia. Anggota
TNI telah membunuh seorang perempuan bernama Arlince Tabuni (12 tahun)
pada 1 Juli 2013 di Popome, Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, Papua.
(3) Pada tanggal 17-19 Juli di Hotel Sahid
Jayapura, Papua, diadakan Konferensi Kamar Dagang Papua (KDP) untuk
pertama kali yang dihadiri hampir 11 orang Menteri Republik Indonesia.
Para peserta dari seluruh Orang Asli Papua sekitar 300 orang. Para
peserta Konferensi yang hampir 100% Penduduk Asli Papua dilarang dan
tidak diijinkan menyampaikan pendapat dan tidak ada ruang tanya jawab.
Para peserta Konferensi dijadikan seperti manusia-manusia boneka yang
tidak punya pikiran dan hati. Kejadian sangat memalukan
dalam forum Seminar terbuka. Peristiwa yang sangat merendahkan martabat
dan kehormatan Orang Asli Papua.
(4) Tanah Papua menjadi tempat pendudukan dan
penghunian anggota TNI dan POLRI dan kaum pendatang Indonesia. Contoh:
Di mana-mana, di tempat umum, di Mall-Mall, Super Market, di Airport, di
Terminal Taxi/Mobil/Bus, di dalam Pesawat tidak terlihat Orang Asli
Papua.
Solusi yang diusulkan
sebagai seruan moral dari pimpinan Gereja:
Melihat
dari gambaran singkat realitas tadi, untuk penyelamatan kelangsungan
hidup dan masa depan rakyat yang bangsa Papua dari kepunahan, sudah
sepatutnya Pemerintah Indonesia mempertimbangkan tiga
solusi sebagai seruan moral yang diusulkan di bawah ini.
Walaupun seruan moral ini agak sensitif, sulit dan berat, tetapi
demi kemanusiaan, Pemerintah Indonesia berhenti dengan
berbagai bentuk kejahatan dan kebohongan terhadap Penduduk
Asli Papua. Karena, sudah jelas dan pasti : Penduduk Asli Papua sudah
tidak ada masa depan dalam Indonesia.
1. Pemerintah Indonesia membebaskan semua tahanan
politik di Tanah Papua tanpa syarat.
2. Pemerintah Indonesia memberikan ijin wartawan
asing masuk ke Papua.
3. Pemerintah Indonesia memberikan ijin Pelapor
Khusus PBB masuk di Papua.
4. Pemerintah Indonesia membuka ruang dialog
damai, jujur dan setara antara pemerintah Indonesia dengan 5 orang wakil
rakyat Papua yang dipilih dan ditetapkan resmi melalui Konferensi
Perdamaian Papua 5-7 Juli 2011, yaitu: ( Rex Rumakiek, John Ondowame,
Benny Wenda, Leoni Tanggahma, Otto Mote). Konferensi ini
dibuka resmi oleh Pemerintah Indonesia yang diwakili Menkopolhukam.
Tidak ada alasan pemerintah Indonesia mengatakan Papua banyak faksi,
belum bersatu dan tidak ada perwakilan. Rakyat Papua dengan cerdas telah
memilih dan menetapkan 5 orang wakil mereka untuk berdialog dengan
Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia juga bisa berdialog dengan:
West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) yang berkantor
pusat di Vanuatu.
5. Pemerintah Indonesia harus
mengakui kekagagalan dan kejahatan terhadap penduduk asli Papua sejak 1
Mei 1963 sampai hari ini. Pemerintah Indonesia harus
mengakhiri pendudukan dan penjajahan di atas Tanah Papua dan memberikan
kesempatan kepada Penduduk Asli Papua untuk mengatur masa depannya
sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
6. Pemerintah Indonesia dan rakyat Papua membuat
perjanjian-perjanjian kerja sama dalam bidang ekonomi, keamanan,
politik dan bagaimana nasib orang-orang Indonesia yang
sudah lama berada di Papua dan termasuk para transmigran.
Jayapura,
22 Juli 2013
Ketua
Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua.