Pages

Pages

Jumat, 05 Juli 2013

Atribut Papua Merdeka Berkibar di Banyak Negara

Toko kosmetik Lush Mal Garden City, Perth, Australia, tak berbeda dengan toko lainnya. Luas toko yang punya jaringan di beberapa negara itu tak terlalu besar, lebih kurang 100 meter persegi. Hampir toko-toko kosmetik lainnya di maall tersebut.
Tapi ada yang berbeda di toko Lush. Sepekan ini, toko kosmetik Lush secara terang-terangan memajang bendera Bintang Kejora di bagian depan. Di atas bendera itu terpampang tulisan "Free West Papua".
Kain berlambang bintang kejora itu, tentu saja, menjadi pusat perhatian pengunjung mall. Di negara Australia, pampangan bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) mungkin tidak menjadi masalah. Namun bagi Indonesia, berkibarnya bendera tersebut di negeri Jiran, merupakan bentuk pelecehan. Maklum, OPM adalah sempalan yang berbau Papua merdeka.
Ternyata bukan kali pertama toko Lush memajang bendera OPM. Jaringan toko yang berkantor pusat di Inggris tersebut pernah melakukan hal serupa pada 2011 lalu. Akhir November 2011, jaringan Lush yang berada di Amsterdam, Belanda, pun melakukan hal serupa. Bahkan, kantor tersebut ditengarai tak hanya memampang bendera OPM, tapi juga menerima donasi bagi kegiatan kelompok Papua merdeka tersebut.
Staf Khusus Gubernur Sulawesi Utara Bidang Investasi, Jackson Kumaat yang memberikan informasi tersebut. Hal itu diketahui Jackson saat melakukan kunjungan ke Belanda.
Lush adalah sebuah perusahaan kosmetik yang berkantor pusat di Poole, Dorset di Inggris. Jaringan toko kosmetika itu pertama kali dibuka pada 1994 oleh suami dan istri Mark dan Mo Konstantinus di Poole di bawah nama Kosmetik House Limited.
Saat ini, toko kosmetik Lush sudah mencapai 600 dan tersebar di 43 negara. Lush memproduksi dan menjual berbagai produk kerajinan, termasuk sabun, shower gel, shampoo dan kondisioner rambut, lotion tubuh, dan beragam produk kosmetika lainnya.
Di Indonesia pun toko kosmetika Lush membuka cabang di Jakarta. Salah satunya terdapat di Plaza Senayan, Jakarta. Sungguh disayangkan, jaringan toko yang juga mengais rejekinya di Indonesia itu, malah nengobarkan semangat separatisme yang mengoyak kedaulatan RI.
Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, mengakui bahwa jaringan OPM di luar negeri cukup banyak. Kejadian tersebut, kata dia, kendati belum dapat dipastikan motifnya, namun bisa saja terjadi karena dua hal, yakni pemilik toko kosmetik Lush memiliki simpati terhadap kegiatan OPM. Selain itu, bisa juga sebagai sarana kampanye. "Jelas jaringan OPM luar negeri cukup banyak," katanya.
Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyatakan bahwa Duta Besar Indonesia untuk Australia tidak boleh tinggal diam terkait pengibaran bendera OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Australia.
Terpampangnya bendera bintang Kejora di Negeri Kangguru itu, menurutnya, bisa merugikan Pemerintah Indonesia. "Jadi harus ada tindakan awal," katanya. Menurut Hikmanto, yang berwenang menindak pihak pemajang bendera itu adalah Pemerintah Australia.
Indonesia hanya bisa mendesak agar pemerintah Australia tidak tinggal diam. Jika pemerintah Indonesia tidak direspon, maka Rakyat Indonesia lah harus menyatakan penolakannya terhadap pengibaran Bendera OPM. Mereka harus menyuarakan bahwa pengibaran bendera itu mencoreng Indonesia.
Jika memang ada hukum yang dilanggar, pemerintah Australia hanya memberikan hukuman kepada pelakunya. Akan tetapi jika masyarakat yang melakukannya, pemerintah Australia juga tidak dapat melakukan apa-apa karena dilindungi kebebasan berpendapat.
Pemerintah Indonesia dapat menyampaikan protes keras jika pengibaran bendera OPM dilakukan secara resmi oleh pemerintah Australia. Apalagi antara Indonesia dengan Australia terikat dengan Perjanjian Lombok (Lombok Treaty). Perjanjian itu berisi antara lain Australia mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan tidak akan melakukan upaya-upaya untuk mengganggu kedaulatan NKRI. "Kalau memang dilakukan resmi oleh pemerintah Australia, kita bisa tagih. Kita terikat dengan Lombok Treaty," tegasnya.
Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, mengatakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) kerap melebarkan jaringan di luar negeri. Hal tersebut menjadikan kelompok itu memiliki jaringan yang cukup kuat.
Menurutnya, pemasangan bendera OPM di sebuah toko kosmetik di Australia, Lush, harus ditelusuri motifnya, yakni apakah pemasangan dilakukan atas nama individu atau terencana secara organisasi. "Karena itu pemerintah jangan terlalu reaktif dahulu," katanya.
Jika hal tersebut dilakukan atas nama personel, Mahfudz menganggap, hal itu tidak dapat dikenakan tindakan resmi. Sebab masih masuk ke dalam hak seseorang untuk berekspresi. Namun, lanjutnya, jika pemampangan bendera OPM dilakukan secara sistematis dan mendapat dukungan pemerintah setempat, maka Indonesia melalui perwakilan di Australia harus segera memberikan respon.
Meski demikian, Mahfudz tidak menjelaskan respon apa yang dimaksud. Dikatakannya, KBRI memiliki peran memperkuat dan memberikan sosialisasi juga mengenai Papua dan OPM. Apalagi Australia juga memiliki komitmen membantu Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan di Papua. Karena itu, Australia harus menjelaskan kepada warga negaranya untuk tidak terlibat dalam tindakan apapun atas nama separatis. "Itu yang harus dilakukan," katanya.
Mahfudz beranggapan, permasalahan utama yang disesalkan warga Papua adalah soal politik. Karena itu, isu kesejahteraan menjadi hal kedua. Karena itu, pemerintah harus bisa mencari solusi yang sesuai dengan apa yang dipermasalahkan. (HP)