Toko
kosmetik Lush Mal Garden City, Perth, Australia, tak berbeda dengan
toko lainnya. Luas toko yang punya jaringan di beberapa negara itu tak
terlalu besar, lebih kurang 100 meter persegi. Hampir toko-toko kosmetik
lainnya di maall tersebut.
Tapi ada yang
berbeda di toko Lush. Sepekan ini, toko kosmetik Lush secara
terang-terangan memajang bendera Bintang Kejora di bagian depan. Di atas
bendera itu terpampang tulisan "Free West Papua".
Kain berlambang
bintang kejora itu, tentu saja, menjadi pusat perhatian pengunjung mall.
Di negara Australia, pampangan bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM)
mungkin tidak menjadi masalah. Namun bagi Indonesia, berkibarnya bendera
tersebut di negeri Jiran, merupakan bentuk pelecehan. Maklum, OPM
adalah sempalan yang berbau Papua merdeka.
Ternyata bukan
kali pertama toko Lush memajang bendera OPM. Jaringan toko yang
berkantor pusat di Inggris tersebut pernah melakukan hal serupa pada
2011 lalu. Akhir November 2011, jaringan Lush yang berada di Amsterdam,
Belanda, pun melakukan hal serupa. Bahkan, kantor tersebut ditengarai
tak hanya memampang bendera OPM, tapi juga menerima donasi bagi kegiatan
kelompok Papua merdeka tersebut.
Staf Khusus
Gubernur Sulawesi Utara Bidang Investasi, Jackson Kumaat yang memberikan
informasi tersebut. Hal itu diketahui Jackson saat melakukan kunjungan
ke Belanda.
Lush adalah
sebuah perusahaan kosmetik yang berkantor pusat di Poole, Dorset di
Inggris. Jaringan toko kosmetika itu pertama kali dibuka pada 1994 oleh
suami dan istri Mark dan Mo Konstantinus di Poole di bawah nama Kosmetik
House Limited.
Saat ini, toko
kosmetik Lush sudah mencapai 600 dan tersebar di 43 negara. Lush
memproduksi dan menjual berbagai produk kerajinan, termasuk sabun,
shower gel, shampoo dan kondisioner rambut, lotion tubuh, dan beragam
produk kosmetika lainnya.
Di Indonesia pun
toko kosmetika Lush membuka cabang di Jakarta. Salah satunya terdapat
di Plaza Senayan, Jakarta. Sungguh disayangkan, jaringan toko yang juga
mengais rejekinya di Indonesia itu, malah nengobarkan semangat
separatisme yang mengoyak kedaulatan RI.
Ketua Komisi I
DPR RI, Mahfudz Siddiq, mengakui bahwa jaringan OPM di luar negeri cukup
banyak. Kejadian tersebut, kata dia, kendati belum dapat dipastikan
motifnya, namun bisa saja terjadi karena dua hal, yakni pemilik toko
kosmetik Lush memiliki simpati terhadap kegiatan OPM. Selain itu, bisa
juga sebagai sarana kampanye. "Jelas jaringan OPM luar negeri cukup
banyak," katanya.
Pakar Hukum
Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyatakan bahwa
Duta Besar Indonesia untuk Australia tidak boleh tinggal diam terkait
pengibaran bendera OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Australia.
Terpampangnya
bendera bintang Kejora di Negeri Kangguru itu, menurutnya, bisa
merugikan Pemerintah Indonesia. "Jadi harus ada tindakan awal," katanya.
Menurut Hikmanto, yang berwenang menindak pihak pemajang bendera itu
adalah Pemerintah Australia.
Indonesia hanya
bisa mendesak agar pemerintah Australia tidak tinggal diam. Jika
pemerintah Indonesia tidak direspon, maka Rakyat Indonesia lah harus
menyatakan penolakannya terhadap pengibaran Bendera OPM. Mereka harus
menyuarakan bahwa pengibaran bendera itu mencoreng Indonesia.
Jika memang ada
hukum yang dilanggar, pemerintah Australia hanya memberikan hukuman
kepada pelakunya. Akan tetapi jika masyarakat yang melakukannya,
pemerintah Australia juga tidak dapat melakukan apa-apa karena
dilindungi kebebasan berpendapat.
Pemerintah
Indonesia dapat menyampaikan protes keras jika pengibaran bendera OPM
dilakukan secara resmi oleh pemerintah Australia. Apalagi antara
Indonesia dengan Australia terikat dengan Perjanjian Lombok (Lombok
Treaty). Perjanjian itu berisi antara lain Australia mengakui kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan tidak akan melakukan
upaya-upaya untuk mengganggu kedaulatan NKRI. "Kalau memang dilakukan
resmi oleh pemerintah Australia, kita bisa tagih. Kita terikat dengan
Lombok Treaty," tegasnya.
Ketua Komisi I
DPR RI, Mahfudz Siddiq, mengatakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) kerap
melebarkan jaringan di luar negeri. Hal tersebut menjadikan kelompok itu
memiliki jaringan yang cukup kuat.
Menurutnya,
pemasangan bendera OPM di sebuah toko kosmetik di Australia, Lush, harus
ditelusuri motifnya, yakni apakah pemasangan dilakukan atas nama
individu atau terencana secara organisasi. "Karena itu pemerintah jangan
terlalu reaktif dahulu," katanya.
Jika hal
tersebut dilakukan atas nama personel, Mahfudz menganggap, hal itu tidak
dapat dikenakan tindakan resmi. Sebab masih masuk ke dalam hak
seseorang untuk berekspresi. Namun, lanjutnya, jika pemampangan bendera
OPM dilakukan secara sistematis dan mendapat dukungan pemerintah
setempat, maka Indonesia melalui perwakilan di Australia harus segera
memberikan respon.
Meski demikian,
Mahfudz tidak menjelaskan respon apa yang dimaksud. Dikatakannya, KBRI
memiliki peran memperkuat dan memberikan sosialisasi juga mengenai Papua
dan OPM. Apalagi Australia juga memiliki komitmen membantu Indonesia
dalam menyelesaikan permasalahan di Papua. Karena itu, Australia harus
menjelaskan kepada warga negaranya untuk tidak terlibat dalam tindakan
apapun atas nama separatis. "Itu yang harus dilakukan," katanya.
Mahfudz
beranggapan, permasalahan utama yang disesalkan warga Papua adalah soal
politik. Karena itu, isu kesejahteraan menjadi hal kedua. Karena itu,
pemerintah harus bisa mencari solusi yang sesuai dengan apa yang
dipermasalahkan. (HP)